Pada tulisan sebelumnya telah dibahas bahwa peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi ditorehkan dalam candra sengkala “sirna ilang kertaning bumi.” Akan tetapi para penulis tradisi telah mengaburkan kenyataan sejarah tersebut dengan mengatakan bahwa Kerajaan Majapahit runtuh Kerajaan Majapahit runtuh di tahun 1478 M sebagai akibat serangan tentara Demak.
Yang terjadi adalah pada tahun 1478 M, Ranawijaya mengalahkan Bhre Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada tahun 1474 sampai 1519 M dengan gelar Girindrawarddhana. Meskipun demikian, kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah, pada tahun 1478 M Majapahit belum runtuh dan masih berdiri untuk beberapa waktu yang cukup lama. Dalam laporan Rui de Brito, Gubernur Portugias di Malaka menyebutkan bahwa di Jawa terdapat 2 raja kafir yaitu raja Sunda dan raja Jawa. Penulis Italia, Duarte Barbosa, pada tahun 1518 M memberitakan bahwa di pedalaman Jawa masih ada raja kafir yang sangat berkuasa. Dari berita Portugis dan Italia tersebut dapat disimpulkan bahwa pada awal abad XVI, Kerajaan Majapahit masih ada.
Sementara itu, dari pemberitaan dari penulis Italia, Antonio Pigafetta, Majapahit disebut hanya merupakan suatu kota di antara kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa. Pigafetta juga menyebutkan nama Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor sebagai raja Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Pati Unus adalah seorang penguasa Demak yang memerintah pada tahun 1518 sampai 1521 M. Artinya, antara tahun 1518 sampai 1521 M, penguasaan Kerajaan Majapahit telah beralih dari tangan penguasa Hindu ke tangan Pati Unus dari Demak. Dengan demikian, penguasaan Majapahit oleh Demak tidak terjadi pada tahun 1478 M dan bukan dilakukan oleh Raden Patah terhadap Prabu Brawijaya, namun hal itu dilakukan oleh Pati Unus, anak Raden Patah, sebagai tindakan balasan kepada Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah mengalahkan Bhre Kertabhumi di mana pasca kemenangan Ranawijaya, ia memindahkan ibu kota ke Daha yang memicu peperangan antara Daha dan Demak. Peperangan itu dimenangkan oleh penguasa Demak yang merupakan keturunan Kertabhumi. Sementara, penguasa dan abdi dalem Daha banyak melarikan diri ke Pulau Bali guna menghindari pembalasan dan hukuman mati yang bakal dijatuhkan Demak.