Sri Jayabaya merupakan raja terbesar yang pernah berkuasa di Kerajaan Kadiri atau Kediri. Kita mungkin lebih mengenal sosok ini sebagai seorang peramal masa depan. Buku ramalan Jayabaya itu dikenal dengan nama Kitab Jangka Jayabaya.
Menurut catatan, Jayabaya (Jayabhaya) memerintah Kerajaan Kediri dari tahun 1130 sampai 1160 M. Sumber lain menyebutkan 1135 sampai 1157 M. Raja Jayabaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayottunggadewanama Jayabayalanchana (versi lain menyebutnya sebagai Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Ia adalah putra Raja Kameswara dari permaisuri, Putri Kirana, seorang putri yang cantik luar biasa yang berasal dari Jenggala. Dalam cerita rakyat dan kesusastraan Jawa, romantisme pasangan raja dan permaisuri ini antara lain digambarkan dalam cerita Raden Panji Inukertapati. Keromantisan keduanya itulah yang kemudian melahirkan seorang putra bernama Jayabaya.
Kerajaan Kadiri di bawah pemerintahan Jayabaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam Prasasti Ngantang yaitu Panjalu Jayati atau Panjalu Menang.
Pada masa Jayabaya inilah, hidup 2 (dua) orang pujangga terkenal bernama Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Mpu Sedah itulah yang menggubah Kitab Bharatayudha yang kemudian diteruskan oleh Mpu Panuluh. Kemenangan Jayabaya atas Janggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam Kakawin Bharatayudha. Mpu Panuluh juga menggubah Kakawin Hariwangsa pada masa Jayabaya berkuasa. Disamping itu lahir pula Kakawin Gatotkaca Sraya oleh Mpu Panuluh.
Nama Jayabaya sendiri tidak hanya populer di kalangan masyarakat Jawa namun juga orang Indonesia secara umum. Hal ini berkaitan dengan ramalan kuno yang disebut sebagai Jangka Jayabaya. Isi ramalannya antara lain menyangkut hal-hal berikut : (1) ramalan tentang perjalanan negara di Nusantara; (2) sikap pemimpin yang baik yang seharusnya dilakukan dan sikap buruk yang tidak boleh dilakukan; (3) contoh perilaku pemimpin yang bisa dijadikan panutan; (4) sikap pamong, priyayi, birokrat dan tingkah laku manusia di masyarakat pada saat tertentu; (5) munculnya gejolak alam berupa berbagai bencana alam, perubahan iklim, dan wabah penyakit; dan (6) watak dan tindakan manusia yang mempengaruhi kehidupan dan keadaan negara.
Sabda Prabu Jayabaya banyak dihafal dan disebarkan oleh para pengikutnya baik secara lisan maupun tertulis. Salah satu versi Serat Jayabaya ditulis oleh pujangga Jawa yaitu Ranggawarsita. Manuskripnya sering dijadikan rujukan dan prediksi masa depan. Beberapa petikan kata yang terkenal sebagai ramalan Jayabaya antara lain : (1) Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran (kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda); (2) Tanah Jawa kalungan wesi (Pulau Jawa berkalung besi); dan (3) Kali ilang kedhunge (sungai kehilangan mata air).
Tidak diketahui secara pasti kapan Jayabaya turun dari tahtanya. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri adalah Sri Sareswara. Sebagai tokoh terkenal dari Kerajaan Kadiri, Jayabaya memiliki petilasan yang selalu didatangi peziarah. Petilasan itu berada di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, atau berjarak sekitar 8 (delapan) kilometer arah utara dari pusat Kota Kediri.