Sanna, Sannaha, dan Sanjaya merupakan keturunan Dapunta Selendra sehingga mereka adalah anggota dari Wangsa Sailendra. Hal ini antara lain dapat dilihat dari daftar raja-raja yang termuat atau tercantum dalam Prasasti Mantyasih.
Teori yang menyatakan bahwa tidak pernah ada Wangsa Sanjaya antara lain dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Ia menyatakan bahwa Sanjaya adalah anggota Wangsa Sailendra. Istilah Sanjayawangsa juga tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun. Berbeda dengan istilah Sailendrawangsa yang ditemukan dalam beberapa prasasti. Jadi menurut Poerbatjaraka, hanya ada 1 (satu) dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Hindu Siwa dimana sejak kekuasaannya digantikan oleh anaknya, Rakai Panangkaran, agamanya berubah menjadi Buddha.
Prasasti Canggal yang diketemukan di halaman percandian di atas Gunung Wukir, Kecamatan Salam, Magelang, yang bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta menjelaskan bahwa Raja Sanjaya yang beragama Siwa mendirikan sebuah lingga di Bukit Sthiranga. Mungkin bangunan lingga itu ialah candi yang hingga kini masih ada sisa-sisanya di atas Gunung Wukir mengingat bahwa prasastinya memang berasal dari halaman percandian tersebut.
Prasasti Canggal juga mengisahkan bahwa sebelum Sanjaya bertahta, sudah ada raja lain bernama Sanna yang memerintah Pulau Jawa dengan adil dan bijaksana. Setelah Sanna meninggal dunia karena gugur diserang musuh, keadaan menjadi kacau. Sanjaya, putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) kemudian tampil sebagai raja. Dengan gagah berani ia menaklukkan raja-raja lain di sekitarnya sehingga Pulau Jawa kembali tentram.
Prasasti Mantyasih menyebut Sanjaya sebagai raja pertama Kerajaan Medang yang terletak di Pohpitu. Adapun nama Sanna sama sekali tidak disebut dalam prasasti tersebut. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa Sanna bukanlah raja Medang. Dengan kata lain, Sanjaya memang mewarisi tahta Sanna namun mendirikan sebuah kerajaan baru yang berbeda dari sebelumnya. Raja Sanna sendiri sebelumnya telah diserang oleh musuh dan gugur dalam pertempuran. Mungkin sekali ibu kota kerajaan juga telah diserbu dan dijarah oleh musuh. Karena itu, setelah Sanjaya dinobatkan menjadi raja, perlu dibangun ibu kota baru dengan pembangunan candi untuk pemujaan lingga kerajaan.
Gelar Sanjaya sebagai raja adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Rakai adalah gelar kekuasaan atas tanah lungguh (dalam hal ini berarti berkuasa atas tanah lungguh di Mataram). Pada saat itu, gelar ratu belum dikhususkan untuk penguasa perempuan. Panggilan tersebut setara dengan sebutan datu yang berarti pemimpin. Dapat diperkirakan bahwa ketika Sanna masih berkuasa, Sanjaya bertindak sebagai kepala daerah Mataram (daerah Yogyakarta sekarang). Disebutkan pula dalam prasasti Mantyasih bahwa Sanjaya adalah raja pertama yang bertahta di Kerajaan Medang (sebelumnya bernama Kerajaan Kalingga) yang terletak di Poh Pitu. Dengan demikian, Poh Pitu adalah ibu kota Kerajaan Medang yang dibangun oleh Sanjaya, namun di mana letaknya, belum bisa dipastikan sampai sekarang. Ada yang mengatakan bahwa Poh Pitu berada di Jawa Tengah bagian selatan, antara Kedu (Magelang) dan Yogyakarta.
Pada suatu hari, Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya jatuh sakit dan meninggal dalam penderitaan yang amat sangat selama 8 (delapan) hari. Anaknya yang bernama Sankhara atau mungkin lengkapnya Rakai Panangkaran Dyah Sankhara Sri Sanggramadhananjaya lalu meninggalkan agama Siwa dan masuk menjadi penganut agama Buddha Mahayana.