Perpindahan ibukota Kerajaan Medang (Mataram Kuno) dari Jawa Tengah ke Jawa Timur terjadi pada masa Dyah Wawa berkuasa sebagai akibat adanya bencana letusan Gunung Merapi yang maha dahsyat.
Atas perpindahan itu, muncullah Kerajaan Medang atau Mataram Kuno periode Jawa Timur dimana pengganti Dyah Wawa yaitu Mpu Sindok, mendirikan Wangsa Isyana. Istilah wangsa ini ditemukan pada Prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga pada tahun 1041 M. Isinya antara lain adalah silsilah raja-raja dimana pendiri wangsa ini adalah Mpu Sindok Isanawikramma Dharmmatunggadewa. Meskipun ia sebenarnya adalah anggota Wangsa Sailendra namun karena Kerajaan Medang periode Jawa Tengah mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi maka sesuai landasan kosmologis harus dibangun ibukota kerajaan baru.
Nama kerajaan tersebut tetap Mataram Kuno dengan ibukota pertamanya bernama Tamwlang (mungkin kini di Desa Tambelang, dekat Jombang). Nama Tamwlang ini terdapat dalam Prasasti Turyyan (929 M). Namun menurut Prasasti Paradah dan Prasasti Anjukladang, ibukota kerajaan berada di Watugaluh (kemungkinan saat ini berada di Desa Watugaluh, dekat Jombang di tepian Sungai Brantas).
Setelah Mpu Sindok tidak berkuasa, tampuk pemerintahan berpindah ke anaknya yang bernama Isyana (Sri Isyana Tunggawijaya). Isyana menjadi penguasa setelah Mpu Sindok turun tahta dan nama Isyana inilah yang menjadi dasar atas berdirinya Wangsa Isyana. Ia adalah putri dari Mpu Sindok yang memerintah Kerajaan Medang berdampingan dengan Sri Lokapala. Salah satu bangunan yang diduga merupakan hasil karya Sri Isyana dan Sri Lokapala adalah Kompleks Petirtaan Jalatunda.
Selanjutnya, pemerintahan Kerajaan Medang beralih ke Sri Makutawangsawardhana. Ia adalah putra dari pasangan Sri Isyana Tunggawijaya dan Sri Lokapala. Dalam Prasasti Pucangan disebutkan bahwa Makutawangsawardhana memiliki 2 (dua) orang anak yaitu Dharmawangsa Teguh (disebut juga Dharmawangsa) dan Mahendradatta. Teori yang ada menyatakan bahwa Makutawangsawardhana digantikan oleh Dharmawangsa, sedangkan Mahendradatta menikah dengan raja Bali bernama Udayana yang kemudian melahirkan Airlangga.
Dharmawangsa sendiri memiliki 2 (dua) putri yaitu : (1) istri Airlangga dimana Airlangga dijadikan menantu Dharmawangsa. Airlangga inilah yang kelak menjadi raja Kerajaan Medang; (2) istri Sri Jayabhupati, raja Kerajaan Sunda.
Dengan demikian, Dharmawangsa adalah raja terakhir Kerajaan Medang periode Jawa Timur dengan gelar Sri Maharaja Isyana Dharmawangsa Teguh. Kerajaan ini harus mengalami kehancuran sebagai akibat peristiwa Mahapralaya atau Kematian Besar. Ceritanya terjadi manakala Dharmawangsa sedang menikahkan putrinya dengan seorang pangeran berdarah Jawa-Bali yang bernama Airlangga. Pada saat dilangsungkan resepsi, tiba-tiba istana diserang oleh pasukan Raja Wurawuri yang menyebabkan kehancuran Medang, bagai diserang air bah yang mematikan. Dharmawangsa sendiri tewas sedangkan Airlangga beserta putri Dharmawangsa berhasil lolos dari maut dan melarikan diri bersama patihnya yang bernama Mpu Narotama.
Tentang alasan Raja Wurawuri membunuh Dharmawangsa terjadi perbedaan penafsiran. Ada yang berpendapat bahwa Wurawuri sakit hati karena lamarannya atas putri Dharmawangsa ditola, sementara pendapat lain menyatakan bahwa Wurawuri berambisi mengambilalih kekuasaan Dharmawangsa.