Bersumber dari skripsi Sarah Nazilla pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh berjudul “Metode Ijtihad Hukum Bunga Bank” (2022) diperoleh keterangan bahwa bunga bank merupakan perkara yang sifatnya khilafiyyah di kalangan ulama. Sehingga kita tidak bisa memvonis bahwa orang yang menghalalkan BUNGA BANK sama dengan yang menghalalkan RIBA.
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Ubadah Nur al-Din bin Jum’ah bin Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab bin Salim bin Abd Allah bin Salam r.a. Beliau lebih dikenal dengan nama Dr. Ali Jum’ah atau Syekh Ali Jum’ah yang lahir pada tanggal 3 Maret 1952.
Syekh Ali Jum’ah mulai menghafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun dimana gelar sarjananya diperoleh dari Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab, Universitas Al-Azhar pada tahun 1979. Selanjutnya beliau meraih gelar magister pada tahun 1985 dan diikuti gelar doktor pada tahun 1988 di universitas yang sama. Pada tahun 2003, Syekh Ali Jum’ah ditunjuk sebagai Mufti Mesir.
Syekh Ali Jum’ah menyatakan bahwa diantara para ulama tidak pernah ada kesepakatan mengenai halal atau haramnya bunga bank. Beliau menyokong pendapat pendahulunya yaitu Sayyid Tantawi dan fatwa Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah Al Azhar yang menyatakan bahwa bunga bank itu bukanlah riba yang diharamkan.
Beliau memandang uang tersebut sebagai bagi hasil keuntungan dari suatu usaha. Keuntungan itu dibagikan kepada pemilik harta oleh pihak yang meminjam. Pada tahun 2017 saat beliau mengisi acar di sebuah stasiun TV, dikatakan, “Bunga bank merupakan sebuah keuntungan yang halal dan tidak ada syubhat di dalamnya, dan barangsiapa menginfakkan uang yang diperoleh dari bunga bank itu maka hukumnya boleh. Sebagian manusia menganggap bahwa bunga bank adalah haram. Akan tetapi terlihat secara jelas bahwa bunga bank merupakan keuntungan yang halal karena tugas bank adalah menginvestasikan uang yang dikumpulkannya dari nasabah kepada medan yang diketahui, dan hasil dari investasi itu kembali kepada bank dan pemilik modal.
Syekh Ali Jum’ah mengatakan pendapat tersebut didasarkan pada 2 (dua) alasan yaitu : (1) Hakikat bank itu sendiri merupakan lembaga yang berfungsi menginvestasikan uang dan bukan hanya sebagai lembaga pemberi utang dan berutang; (2) Bank merupakan sumber kemajuan kebahagiaan serta kemakmuran yang berasaskan pada syariat Islam yang benar dan tidak termasuk riba.
Senada dengan Syekh Ali Jum’ah, Syekh Sayyid Thantawi dalam fatwanya juga menyebtukan bahwa bunga bank dari hasil menabung di bank bukanlah riba yang diharamkan namun merupakan bagi hasil atas usaha bersama. Meski pembagian hasil itu sudah ditentukan nilainya di awal namun menurutnya, hal itu sah-sah saja asal sudah melalui proses saling ridha diantara keduanya.
Syekh Mahmud Syaltut berpendapat bahwa menyimpan uang di bank bukanlah meminjamkan uang kepada bank namun pada hakikatnya adalah titipan kepada bank karena dirasa tidak aman menyimpan uang di rumah. Maka sejak awal tidak pernah ada akad pinjam uang sehingga pemberian bunga dari bank kepada pemilik titipan itu tidak bisa disebut sebagai riba namun merupakan penghargaan. Bahkan jika uang titipan itu digunakan ke pihak lain sebagai usaha maka termasuk amal kebaikan sepanjang tidak ada pihak yang dirugikan.
Pada kenyataan memang bunga sudah dianggap (-), walaupun pada kenyataan cara lain yang dibuat menggantikan konsep bunga ini dibuat, padahal ya sama2 saja. Tapi karena caranya beda ya dianggap beda, tapi sebenarnya mana saja, yang jelas saat gak bisa orang hidup bebas namanya 'bunga', kecuali hidup dengan kelompok homogen. Sedangkan gak mungkin, dunia ini heterogen, jadi nikmatilah.
ReplyDelete