Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang riba jual beli (riba buyu’) yang akan dilanjutkan kali ini dengan pembahasan tentang riba qardh atau riba duyun.
Jika riba buyu’ diakibatkan atau bersumber dari aktivitas jual beli maka riba duyun berkaitan dengan aktivitas utang piutang dimana ada orang yang memberikan harta kepada orang lain yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di kemudian hari.
Secara lebih spesifik, akad utang piutang adalah akad yang dilakukan oleh 2 orang dimana salah satu dari 2 orang itu mengambil kepemilikan harta dari lainnya dan ia menghabiskan harta tersebut untuk kepentingannya kemudian ia harus mengembalikan harta tersebut senilai dengan apa yang diambilnya dahulu, atau akad antara 2 pihak dimana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang itu harus dikembalikan persis seperti apa yang ia terima dari pihak pertama.
Utang piutang pada dasarnya merupakan jenis akad yang bersifat tabarru’ atau ta’awun (tolong-menolong) dimana si pemberi pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atas uang yang dipinjamkannya kepada orang lain.
Riba yang berkaitan dengan aktivitas utang piutang ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu : (1) riba qardh, yang berkaitan dengan suatu manfaat, tingkat kelebihan, atau tambahan (ziyadatul maal) tertentu yang disyaratkan atau diperjanjikan atas orang yang berhutang (muqtaridh atau debitur) atas pokok utangnya ; dan (2) riba jahiliyah, yang berkaitan dengan tambahan di atas pokok utang sebagai akibat si peminjam (debitur) tidak mampu membayar utangnya tepat waktu.
Menurut Dr. Sri Sudiarti, MA dalam bukunya “Fiqh Muamalah Kontemporer” (2018), riba utang piutang (riba dayin) terbagi menjadi 2 (dua) bentuk : (1) Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (mundurnya tempo menyebabkan bertambahnya nominal hutang). Misal, si A berhutang kepada si B sebesar Rp 1 juta dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo, si B berkata, “Bayar hutangmu !” Si A menjawab, “Aku tidak punya uang. Beri aku tempo 1 bulan lagi dan hutangku menjadi Rp 1,1 juta.” Inilah hakekat dari riba jahiliyah. (2) Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad. Misalnya si A hendak berhutang kepada si B, lalu si B berkata di awal akad, “Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo 1 bulan dan dengan pembayaran Rp 1,1 juta.” Inilah yang disebut sebagai riba qardh.
Substansi Riba Duyun
Pada dasarnya, transaksi utang piutang yang termasuk dalam kategori riba duyun adalah jika terjadi kesepakatan di awal bahwa pihak peminjam (debitur) akan membayar lebih (al-ziyadah) atas pokok pinjaman kepada pemberi utang (kreditur). Bagaimana jika tidak diperjanjikan dalam akad ?. Adapun jika tambahan itu diberikan secara sukarela oleh peminjam saat melunasi pinjamannya maka tambahan atau kelebihan itu bukan termasuk riba melainkan hadiah. Hadits Nabi SAW dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Nabi mempunyai utang kepada seseorang yaitu seekor unta dengan usia tertentu. Orang itu pun datang menagihnya, maka beliau pun berkata, “Berikan kepadanya.” Kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya akan tetapi tidak diketemukan kecuali yang berumur lebih. Nabi pun berkata, “Berikan kepadanya.” Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah SWT membalas dengan setimpal.” Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam memenuhi utangnya.” (HR. Bukhari).