Mungkin ada pertanyaan lanjutan terkait tata cara shalat seorang musafir dalam suatu perjalanan terkait status jika ia melakukan shalat berjamaah dengan mukim.
Shalat berjamaah diperintahkan baik kepada orang yang mukim maupun musafir. Tidak ada larangan bagi seorang musafir untuk melaksanakan shalat berjamaah dengan mukim baik ia (musafir itu) menjadi imam maupun menjadi makmum.
Dalam bukunya yang berjudul “Tuntunan Shalat Musafir Plus Panduan Ibadah Musafir Lainnya”, Aulia Fadhli menjelaskan bahwa apabila seorang musafir menjadi makmum di belakang imam yang mukim maka si musafir itu harus mengikuti shalat imam secara sempurna alias tidak mengqasharnya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra., berkata Musa bin Salamah, “Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya : ‘Kami melakukan shalat empat rakaat apabila bersama kamu (penduduk Makkah) dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua rakaat ?’ Ibnu Abbas ra. menjawab, “Itu adalah sunahnya Abul Qasim (Rasulullah SAW)” (HR. Imam Ahmad).
Apabila seorang musafir menjadi imam shalat bagi makmum yang mukim maka ia (si musafir itu) tetap boleh mengqashar shalatnya dan makmum yang mukim meneruskan jumlah rakaat shalatnya sampai selesai. Namun agar tidak terjadi kebingungan bagi makmum, hendaklah sang imam yang musafir itu memberi tahu makmumnya bahwa ia akan melaksanakan shalat qashar. Rasulullah SAW bersabda saat berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam bagi penduduk Makkah, “Sempurnakanlah shalatmu (empat rakaat) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir” (HR. Abu Dawud).
Hukum Menjamak Shalat Jum’at dengan Ashar
Ahmad Sarwat, Lc., MA. Dalam bukunya yang berjudul “Hukum-Hukum Terkait Ibadah Shalat Jumat“ mengatakan bahwa para ulama sepakat menyatakan bahwa seorang musafir tidak wajib mengerjakan shalat Jum’at dan cukup diganti dengan shalat dzuhur. Apabila seorang musafir dalam sebuah perjalanan di hari Jum’at menyempatkan mampir ke suatu masjid lalu ikut melaksanakan shalat Jumat bersama jamaah lain maka kewajiban untuk melaksanakan shalat dzuhur menjadi gugur. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah setelah melaksanakan shalat Jum’at itu, seorang musafir boleh langsung mengerjakan shalat ashar dengan cara dijamak ? Dalam perkara ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanfiyah, Al-Malikiyah, dan Asy-Syafi’iyah menyatakan bahwa shalat Jum’at dapat dijamak dengan shalat ashar. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa tidak ada nash yang melarang shalat Jum’at dikerjakan secara jamak dengan shalat ashar. Alasan lain adalah adanya iitihadul waqti dimana meski shalat Jum’at dan shalat dzuhur berbeda namun keduanya memiliki kesamaan waktu pelaksanaan. Yang menjadi catatan di sini adalah bahwa jamak yang dilakukan harus secara takdim yaitu dikerjakan pada waktu shalat Jum’at dan tidak boleh dikerjakan di waktu ashar.
Namun sebagian ulama mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa shalat Jum’at tidak bisa disatukan atau dijamak dengan shalat ashar dengan alasan bahwa tidak ada nash yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW ataupun sahabat melaksanakan shalat Jum’at secara dijamak dengan shalat ashar. Nash yang sampai kepada umat hanya terbatas pada dibolehkannya menjamak shalat dzuhur dan ashar atau shalat maghrib dan isya. Sehingga tanpa adanya nash atau dalil yang shahih maka menjamak antara shalat Jum’at dan ashar menjadi tidak diperbolehkan. Alasan lain adalah bahwa dalam urusan ibadah ritual tidak berlaku prinsip qiyas. Antara shalat Jum’at dan dzuhur memiliki perbedaan yang asasi.
keren kak
ReplyDelete