Dalam perjalanan selanjutnya, sang raja zhalim yang tidak berhasil menodai Sarah, memberikan hadiah ke Sarah seorang budak perempuan bernama Hajar. Lalu dibawalah si Hajar ini untuk dibawa pulang dan berkumpul bersama keluarga Ibrahim.
Sebagaimana layaknya sebuah maghligai keluarga yang ingin mendapatkan keturunan, begitu juga yang dialami Ibrahim dan Sarah. Hari demi hari, bulan demi bulan, sampai tahun demi tahun, mereka menanti kelahiran anak sebagai penerus keturunan. Usia Sarah pun semakin lama semakin tua. Ia diliputi kesedihan karena belum juga memberikan buah hati kepada suaminya. Nabi Ibrahim as pun tak berhenti berdoa kepada Allah SWT, “Rabbi habli minas shalihiin.”
Setelah berpikir keras, Sarah mengambil sebuah keputusan besar dimana ia menawarkan kepada Ibrahim untuk menikahi sang budak yang mereka bawa yaitu Hajar. Sarah berkata kepada suaminya, “Wahai kekasih Allah, sesungguhnya Allah tidak memperkenankan aku melahirkan seorang anak. Karenanya nikahlah dengan budakku ini. Mudah-mudahan Allah mengkaruniakan anak kepadamu melalui dia.”
Akhirnya Ibrahim pun menikahi Hajar dimana tidak lama setelah itu lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Saat inilah terjadi perubahan pada sifat Sarah. Meskipun ia adalah seorang wanita beriman namun tetap saja ia adalah seorang wanita yang diberikan perasaan sensitif dan rasa cemburu sebagaimana wanita pada umumnya. Saat api cemburunya memuncak, ia meminta Ibrahim agar menjauhi Sarah dan anaknya, Ismail. Tidak hanya itu, kecemburuan yang berada di ubun-ubun itu ditunjukkan dengan tindakan Sarah yang melubangi telinga Hajar yang kini kemudian turun-temurun menjadi tradisi menindik telinga bagi anak perempuan.
Guna menetralisir perasaan cemburu Sarah, Ibrahim mengambil keputusan untuk memisahkan Hajar hingga jarak lebih dari 1000 km. Maka Allah pun menurunkan wahyu agar Ibrahim membawa Hajar dan Ismail yang masih kecil untuk pergi ke suatu lembah yang tandus dan tidak ada tanaman di dekat Baitullah.
Di tengah tandusnya lembah tersebut, Nabi Ibrahim berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai taman-taman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, agar mereka mendirikan sholat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan diberi rizkillah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37).
Momen mengharukan terjadi saat Ibrahim hendak meninggalkan Hajar dan Ismail guna kembali bersama Sarah. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ibrahim tidak menoleh sama sekali ke belakang saat mulai beranjak pergi meski Hajar menangis dan berulang kali memanggilnya. Semakin jauh Nabi Ibrahim meninggalkannya, Hajar semakin berusaha mengejarnya. Sampai kemudian ia bertanya, “Ke manakah engkau akan pergi meninggalkan kami di padang pasir ini ? Apakah Allah SWT yang memerintahkanmu, wahai suamiku ?” Ibrahim menjawab, “Iya benar. Allah yang memerintahku.” Mendengar jawaban itu, Hajar pun tidak berusaha lagi mencegah kepergian suaminya. “Jika demikian, berangkatlah. Allah pasti akan mengurus kami” tandasnya. Ia hanya berusaha berdoa agar Allah menurunkan mu’jizat-Nya.
Manakala perbekalan habis dan Ismail kehausan, Hajar berusaha berlari mencari sumber mata air antara Bukit Shafa dan Marwa sebanyak 7 (tujuh) kali. Lalu doanya pun dikabulkan Allah SWT. Tanpa diduga, dari bawah pasir yang digerak-gerakkan oleh kaki Ismail, muncul aliran air yang terus-menerus tanpa henti yang kini menjadi sumur zamzam. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa malaikatlah yang menginjakkan kaki di atas tanah sehingga keluar mata air yang memancar dari bekas telapak kaki tersebut. Wallahua’lam.