Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa di dunia ini, selama jaman kenabian, tidak ada wanita yang mampu menyaingi kecantikan Hawa kecuali Sarah. Ya, ia adalah seorang wanita cantik jelita yang merupakan istri pertama Nabi Ibrahim as.
Sarah adalah anak dari paman Nabi Ibrahim as dimana kecantikan yang keluar dari dirinya tidak hanya dari aspek fisik namun juga batin. Ia juga seorang yang cerdas dan tidak mengenal berhala sebagai sembahannya.
Salah satu fragmen dari perjalanan hidup Sarah dan Ibrahim dituliskan dalam hadits yang cukup panjang sebagai berikut : “Dari Abu Hurairah ra. berkata; Telah bersabda Nabi SAW: “Nabi Ibrahim as. berhijrah bersama istrinya, Sarah, lalu memasuki suatu kampung yang dipimpin oleh seorang raja atau diktator yang bengis. Ada yang berkata; Nabi Ibrahim datang dengan seorang wanita yang paling cantik. Lalu Nabi Ibrahim dipanggil, kemudian ditanya : “Wahai Ibrahim, siapakah wanita yang bersamamu itu ?” Nabi Ibrahim berkata : “Dia adalah saudariku.” Lalu Nabi Ibrahim kembali kepada Sarah dan berkata : “Janganlah kamu mendustakan perkataanku karena aku telah mengabarkan kepada mereka bahwa kamu adalah saudaraku. Demi Allah, sesungguhnya tidak ada orang beriman di tempat ini selain aku dan kamu.” Kemudian Sarah dibawa menghadap raja untuk hidup bersamanya. Maka Sarah berwudhu lalu sholat seraya berdoa : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu dan aku memelihara kemaluanku kecuali untuk suamiku. Maka janganlah Engkau satukan aku dengan orang kafir ini.” Maka tiba-tiba raja itu langkahnya terhenti hingga kakinya tidak menempel ke tanah selain ujung-ujung jari-jemari kakinya. Berkata Al A’raj, berkata Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, Abu Hurairah ra. : Sarah berkata : “Ya Allah, seandainya dia mati nanti akan dikatakan bahwa wanita ini telah membunuhnya.” Maka Sarah dibawa untuk kali kedua atau ketiga. Maka raja itu berkata : “Demi Allah, tidaklah kalian bawa ke hadapanku melainkan syetan. Kembalikanlah wanita itu kepada Ibrahim dan berikan dia upah. Maka Sarah kembali kepada Ibrahim as. lalu berkata : “Apakah kamu menyadari bahwa Allah telah menghinakan orang kafir itu dan menjadikannya sebagai budak seorang hamba sahaya ?” (HR. Bukhari, 1987:3/105-106).
Para ulama menyatakan bahwa hadits di atas memiliki derajat shahih dan dapat dijadikan hujjah karena antara perawi sebelum dan setelahnya memiliki hubungan yang tidak terputus antara murid dan guru. Dan jika dilihat dari segi ke-‘adalah-an dan ke-dhabith-an masing-masing perawi merupakan orang-orang yang tsiqah karena tidak diketemukan adanya penilaian dari para ahli hadits yang mencela mereka.
Nah, sekarang kita akan coba kupas kisah yang ada di balik hadits tersebut. Sebagaimana telah disebutkan di awal tulisan bahwa Sarah adalah seorang wanita yang cantik rupawan di masanya sehingga mengundang ketertarikan para musuh Allah yang ingin menodai kesuciannya dan merampas kehormatan diri dan keluarganya. Namun Ibrahim dan Sarah adalah manusia-manusia pilihan Allah yang senantiasa mendapatkan perlindungan-Nya.
Al-Karamani menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim berhijrah dari Iraq ke Syam, sedangkan ahli sejarah menyatakan ia hijrah dari Baitul Maqdis ke Mesir. Selanjutnya, al-Karamani menyebutkan bahwa kota yang dimasuki Nabi Ibrahim adalah Hurran yang terletak di perbatasan jazirah antara Furrat dan Dajlah yang pada hari ini disebut dengan Khurabah. Namun sesuai pendapat ahli sejarah, kota yang dimasuki Ibrahim adalah Mesir. Sedangkan raja zholim yang ditemui Ibrahim adalah Shaduq. Sementara, Ibn Hisyam menyebut nama raja itu sebagai Amr bin Umri al-Qayyis. Ada juga yang menyebutnya Sufyan bin ‘Ulwan.
‘Umar Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim pergi dari negerinya bersama istrinya setelah kaumnya melemparkan dirinya ke kobaran api namun Allah menyelamatkan jiwanya. Di tempat barunya, Ibrahim tidak memiliki pendukung. Seorang raja yang zhalim mendengar kedatangannya dari informan kerajaan dimana dibocorkan juga bahwa kedatangan Ibrahim disertai dengan wanita cantik. Dalam kebiasaan jahiliyah, raja-raja memiliki kekuasaan luar biasa dan mampu menyingkirkan suami sah dari istri yang sedang diincar sang raja. Namun jika wanita itu masih lajang, mereka tidak akan mengganggu kerabatnya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim bersiasat dengan mengatakan bahwa wanita yang ada di sampingnya adalah saudara perempuannya. Ibrahim mengirim istrinya kepada raja namun ia percaya dengan penjagaan Allah SWT. Di sini tercatat adanya perkataan Ibrahim yang mengandung kebohongan. Perkataan pertama adalah saat ia berkata “sesungguhnya aku sakit” saat kaumnya mengajaknya berpartisipasi dalam hari raya mereka yang terdapat kesyirikan. Kedua adalah ucapan “sesungguhnya patung yang besar itulah yang menghancurkan” saat ia menghancurkan berhala dan membiarkan patung paling besar tetap berdiri dan mengalungkan kapak di leher patung tersebut. Dan yang ketiga adalah ucapan Ibrahim dalam kisah ini yang menyebutkan Sarah adalah saudara perempuannya dengan tujuan menghindarkan dirinya dari ancaman siksa sang raja.
Dalam kisah ini, Ibrahim mengirimkan istrinya ke sang raja yang zhalim lalu ia segera sholat dan berdoa untuk meminta perlindungan-Nya. Allah pun mengabulkan permintaannya. Begitu Sarah tiba dan raja zhalim itu hendak menyentuhnya, sang raja tercekik sampai-sampai kakinya tidak menempel ke tanah kecuali hanya jari-jemarinya saja. Melihat hal itu, Sarah takut jika raja itu mati maka ia akan dituduh sebagai pembunuhnya. Allah pun menormalkan kembali kondisi sang raja setelah sang raja meminta Sarah berdoa untuknya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan bejatnya itu. Namun tatkala bebas, sang raja mengingkari dan nafsunya menguasai lagi dirinya hingga ia berusaha bangkit kembali menuju Sarah. Akan tetapi, raja kembali tercekik. Setelah dua atau tiga kali, ia pun akhirnya memanggil pengawal dan menyuruh memulangkan Sarah ke hadapan Ibrahim. Bahkan ia dihadiahi budak perempuan bernama Hajar yang kemudian dalam kisah perjalanan hidupnya kelak dinikahi Ibrahim.
Referensi : “An Analysis of the Hadical Story of Prophet Ibrahim and Sarah with a Zholim King as a Teaching Material in Islamic Education”, Jurnal Ta’dib Volume 20 (1) 2017, IAIN Batusangkar.