Momen hari raya Iedul Fitri biasanya digunakan sebagai ajang bersilaturahmi diantara keluarga besar kita karena hanya di hari spesial itu, semua anggota keluarga mudah dikumpulkan dalam sebuah acara bersama.
Bercengkerama, bercanda, dan bertukar pengalaman, lazim terjadi di momentum pertemuan keluarga besar. Keakraban seolah menjadi barang mahal yang sulit didapatkan diluar hari raya Iedul Fitri. Namun dibalik suasana keakraban yang terjalin itu, kadang terselip rasa was-was dan khawatir di sebagian orang yang ikut berbaur di dalamnya. Hal itu biasanya terjadi pada orang yang belum menikah atau belum mendapatkan jodoh. Tak hanya itu, yang sudah berjodoh namun belum punya keturunan pun berpotensi untuk banyak diberondong pertanyaan.
Topik kapan menikah, kapan memiliki momongan, dan lain-lain, menunjukkan bahwa si penanya hanya memiliki wawasan yang sempit dan tak berempati kepada yang ditanya. Seolah tak ada topik lain yang dapat dijadikan bahan pertanyaan apa ?. Dan sayangnya, lemparan pertanyaan itu terkesan hanya basa-basi juga dan tidak ada ujung pangkalnya. Setelah selesai bertanya, tak ada upaya untuk membantu atau sekedar memberikan dukungan mental agar si penanya tetap tabah dalam menghadapi kenyataan. Toh, siapa sih yang tidak ingin lama-lama membujang. Tidak ada juga yang ingin bertahan berkeluarga namun tanpa anak sebagai penerus keturunan. Lagi pula, hampir jarang yang kemudian menunjukkan solusi atas masalah tersebut. Misal mencarikan jodoh yang terbaik, menunjukkan dokter ahli kandungan yang berpengalaman menangani pasangan yang belum memiliki momongan, dan seterusnya. Situasi itu mirip penonton sepak bola yang sok tahu gaya permainan di lapangan, yang hanya bisa berkoar-koar di bangku penonton, namun jika disuruh jadi pemain, ia ngga bakalan bisa melakukannya.
Maka berhati-hatilah dengan soal privasi orang. Jangan terlalu provokatif dalam melempar pertanyaan, apalagi cenderung menginterogasi dan memojokkan orang yang ditanya. Sebaiknya berintrospeksilah ke diri sendiri. Apakah yang bertanya tidak lebih baik dari yang ditanya ?. Apakah Anda yang sudah berkeluarga telah melaksanakan kewajiban dengan sempurna ?. Apa jadinya jika orang yang sudah menikah ternyata tidak juga menunjukkan tanda-tanda kebahagiaan, lalu buat apa juga mereka menikah. Bahkan mungkin mereka sendiri masih banyak didera sejumlah masalah besar dalam keluarganya. Koq dengan gaya sok bijak ingin memberi nasehat ke yang masih jomblo. Yang diperlukan adalah solusi riil dan bukan hanya “bacotan” yang mengarah pada unsur merendahkan atau meremehkan seseorang. Mengurus diri sendiri saja tidak bisa apalagi harus mengurus orang lain. “Bah, apa kata dunia ?!,” kata Nagabonar.
So, marilah kita sama-sama mengedepankan toleransi dan kasih sayang, termasuk dalam mengomentari nasib kehidupan seseorang. Bercanda boleh saja tapi jangan sampai melukai hati, termasuk membicarakan soal status jomblo atau belum punya momongan. Yang terbaik adalah memberikan hiburan agar orang lain ikut berbahagia. Atau memberi bantuan dalam bentuk jalan penyelesaian. Bukankah hal itu lebih baik daripada banyak omong tapi tak ada solusi yang dapat ditawarkan ?.