Terkadang kita menjumpai postingan di medsos (lengkap dengan gambar) yang men-caption kata-kata yang bernada sanjungan terhadap diri sendiri dengan mengatakan, “alhamdulillah, rejeki anak sholeh (sholehah)”. Apakah bijak mengatakan hal demikian ?.
Sudah banyak dan seabrek tulisan saya di blog ini tenang per-syetan-an. Sekali lagi perlu diingatkan bahwa syetan mudah sekali masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai cara. Tak ada satu manusia pun di bumi ini yang bakal lepas dari upaya jeratan syetan, tak peduli apakah manusia itu telah mencapai taraf sholeh/sholehah atau belum. Mereka memiliki bala tentara yang tak terhitung jumlahnya yang tak terlihat dan begitu mudahnya mengalir dalam aliran darah manusia. Sedangkan manusia ?. Ia tak bisa melihat wujud syetan sehingga potensi untuk melakukan perlawanan ketat menjadi susah.
Ingat, bahwa “kesombongan” adalah salah satu benih keburukan yang selalu ditebarkan oleh syetan secara terus-menerus dan tanpa henti. Membisikkan sesuatu ke telinga manusia menjadi pekerjaan rutin mereka sehari-hari, termasuk bagaimana mereka dengan lihainya mendukung statement bernada sanjungan tersebut. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS An-Najm : 32). Ayat ini hendak menjelaskan kepada kita bahwa janganlah kita menganggap diri kita sendiri sudah suci lalu menyanjungnya di depan orang lain. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui perilaku dan niat hamba-Nya.
Klaim bahwa kita telah menjadi anak sholeh atau sholehah selain merupakan self-claim yang berlebihan dan dapat menjerumuskan diri pada kesombongan (padahal kesombongan itu hanya milik-Nya), juga perlu dibuktikan keabsahannya kalau memang demikian. Mengapa kita sampai terang-terangan mengatakan demikian ?. Bercandakah kata-kata itu ?. Saya yakin tidak, apalagi dengan bercanda, tentu tingkat dosanya makin tinggi di hadapan Allah SWT.
Pertanyaannya, apa betul kita sudah menjadi anak sholeh/sholehah ?. Ukurannya dari mana ?. Apakah benar kita telah mengabdi dan berbakti sepenuhnya kepada kedua orang tua kita ?. Apakah kedua orang tua kita juga sudah mengakui bahwa kita adalah anak mereka yang sholeh dan sholehah ?. Jangan-jangan orang tua kita berpandangan lain. Mereka mungkin masih melihat kita sebagai anak yang kurang ajar dan kurang penurut. Bagaimana kemudian klaim anak sholeh atau sholehah menjadi terbukti ?.
Intinya, kita mah jangan selalu menganggap diri kita suci, apalagi dengan memperlihatkan klaim tersebut di hadapan manusia. Nabi SAW sendiri sebagai orang yang maksum dan terhindar dari dosa, tidak pernah mengklaim bahwa beliau adalah anak sholeh. Ibadah malamnya yang sulit dihitung rakaatnya saja masih tawadhu dan rendah hati, sementara kita yang ibadahnya pas-pasan dan berlumuran dosa dengan gampangnya menyatakan sebagai anak sholeh atau sholehah.
Perlu diingat bahwa Allah SWT itu Maha Luas dalam memberikan rizki. Tidak selalu ada kaitan antara anak sholeh atau sholehah dengan rizki yang ia dapatkan. Semua manusia telah dinyatakan dijamin kehidupannya oleh Allah SWT. Jadi berhentilah dengan kebiasaan jelek ini. Lebih baik kita mengucap rasa syukur dalam hati apabila kita merasa telah mendapatkan rizki dan karunia yang tak terduga dari-Nya.