“Sesungguhnya hati keturunan Adam seluruhnya berada diantara dua jemari Ar-Rahman laksana satu hati. Ia bolak-balikkan hati tersebut sekehendak-Nya”. Kemudian Rasulullah SAW berdoa, “Ya Tuhan, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas ketaatan kepada-Mu” (HR. Muslim 2654).
Hadits di atas tidak memiliki relevansi langsung dengan masalah relasi atau hubungan pria-wanita, namun lebih kepada soal keyakinan beragama seperti dalam kasus seorang non muslim yang membenci Islam namun kemudian berbalik 180 derajat memeluk agama Islam atas hidayah-Nya. Namun demikian, tidak ada salahnya aplikasinya diperluas pada bidang lain, dalam arti bahwa ada kasus-kasus tertentu dimana manusia sudah berusaha melakukan tindakan yang sepatutnya namun kehendak-Nya belum sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.
Contoh bahwa mengubah ketetapan hati merupakan persoalan sulit dapat dilihat antara lain pada cerita yang saya dapatkan dari Quora (penulis aslinya tidak menyatakan ceritanya tidak boleh disebarkan sehingga saya coba rangkai ulang di sini). Semoga menjadi pembelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari cerita ini.
==========
Cerita lengkapnya patah hati terparah saya itu di bulan Mei 2017. Udah cukup lama sih. Tapi nangisnya kadang masih sampai sekarang…haha.
Saya adalah perempuan yang susah untuk jatuh cinta. Pokoknya jarang banget mengalami yang namanya “love at first sight”. Jadi, hampir selalu perasaan cinta tumbuh dari “witing tresno jalaran soko kulino” gitu, deh, kalau kata orang Jawa. Termasuk dengan si pria yang membuatku patah hati ini, sebut saja si A.
Kami adalah rekan kerja di sebuah pabrik makanan. Saya bekerja di office, dia bekerja di produksi. Pertama kali bertemu, saya benar-benar merasa biasa saja. Malah saya pikir dia orang yang slengekan, gak kebayang sama sekali bisa jatuh cinta ke dia.
Singkat cerita, karena ada sebuah kasus, struktur organisasi divisi produksi diubah. Dia naik menjadi leader. Otomatis kami jadi sering berinteraksi. Karena leader itu selain harus jago di kitchen, juga harus mengerti data. Nah, saya setiap hari berkoordinasi dengan para leader untuk data produksi. Kalau ada apa-apa pasti langsung bbm atau telepon. Sampai akhirnya kami lumayan dekat. Oh iya, mayoritas leader sudah bapak-bapak, yang masih single hanya dia dan 1 orang lagi yang saya juga sering main bareng. Tapi kalau yang 1 lagi itu saya agak kurang nyambung aja kalau ngobrol, jadi dekat sebatas teman main dan kerja aja. Sekarang dia sudah nikah dengan teman saya yang 1 divisi deh. Emang cocok sih mereka.
Sayangnya, nasib saya ga sebahagia teman saya dan si leader yg 1 lagi itu. Mereka cinlok lalu hidup bahagia. Sejak teman 1 divisi saya itu sibuk menyiapkan pernikahan, saya jadi makin dekat dengan si A. Mungkin karena suka curhat juga soal teman saya yg mau nikah ini. Padahal, waktu itu dia udah resign. Jadi, dia resign Juni 2016. Tapi komunikasi kami masih lancar. Dia kadang chat duluan, kalau sudah lama ga chat ya saya yg duluan.
Saya lupa kapan “perasaan” itu muncul, cuma memang semakin lama kok kayak ngerasa semakin kuat. Pas dia resign juga saya sedih. Kan jadinya nggak bisa ketemu setiap hari, bahkan saya mikir dia gak mungkin suka sama saya karena dia gak terlihat sedih waktu hari perpisahan. Tapi karena dia masih baik ke saya dan sering balas update status saya, saya pikir ya udah jalanin aja dulu. Dia juga pernah ajak saya makan dan mau antar saya ke dokter walaupun ujung-ujungnya gak jadi karena dadakan dan sayanya ga bisa. Diluar itu, dulunya saya emang sering nebeng kalau berangkat atau pulang kerja. Kalau pas dia shiftnya cocok aja sih sama jadwal saya. Dan kita sering jalan-jalan bareng, sama yg lain juga kayak gathering kecil cuma beberapa orang gitu.
Sampai akhirnya, pas awal puasa 2017, waktu itu tiba-tiba pas kita lagi chat kayak biasa, dia bilang kalau dia pernah mimpiin saya. Intinya romantis gitu. Terus dia bilang kalau sayang sama saya dan bertanya gimana perasaan saya ke dia. Waktu itu saya kaget tapi senang bangetttt….Dia bilang sudah menyimpan perasaan sejak awal ketemu saya. It means dari akhir 2013. Ya jelaslah saya bilang kalau saya juga sayang sama dia dan sudah menyimpan perasaan sejak lama walau gak selama dia. Setelah itu, kami langsung saling memanggil satu sama lain dengan sebutan “saying”.
Entah bodoh atau gimana, saya gak peduli untuk sekadar menanyakan status hubungan kami. Yang penting kami punya perasaan yang sama dan kami bahagia. Beberapa hari kami sangat romantis. Pokoknya setiap hari chat itu penuh kalimat cinta sama emote “love love”…haha. Sampai tiba-tiba dia mulai agak aneh. Saya sebenarnya curiga karena dari pagi dia chatnya kayak kurang antusias gitu, beda dari biasanya. Saya pikir dia lagi sibuk, soalnya waktu itu dia baru aja habis kontrak di tempat kerja barunya dan lagi cari kerja. Saya tipe yang menghormati privasi juga sih. Karena 24 jam waktu dia bukan untuk saya saja. Tapi dia masih balas chat saya, menanyakan sudah makan atau belum dll seperti biasa. Nah, itu kan hari Senin. Jadi, kita berencana ketemu malamnya. Ternyata dia ngabarin nggak bisa, karena lagi ada temannya main ke rumah. Terus lanjut ke Selasa, dia gak bisa lagi, katanya lagi nyelesein deadline pesanan lukisan. Iya, sambil nunggu panggilan kerja, dia menjual keahliannya. Lumayan. Yaudah saya sih memaklumi.
Rabu pagi, tiba-tiba dia chat bilang mau ngomong soal kami. Dia tanya mau saat itu juga lewat chat atau nanti pas ketemu. Saya bilang kalau urgent ya saat itu aja. Daripada nunggu ketemu kan lama. Eh, taunya dia chat “I think we can't in relationship. You deserve better than me. Kita masih bisa jadi sahabat. Aku akan selalu ada buat kamu. Kita masih bisa ngobrol sampai larut malam kayak biasa”. Gak sama persis, sih, tapi kurang lebihnya begitu. Lalu saya bingung, nanya ke dia apa maksudnya. Ya bayangin aja, baru juga romantis-romantisan beberapa hari. Serius, gak sampe seminggu. Dan ya udah dia tetap kekeh sama keputusannya. Saya nggak ngerti salah apa. Kenapa dia bisa jadi minder tiba-tiba. Dia bilang dia hanya pengangguran, ilmu agamanya juga kurang, belum tau siap nikah kapan, gak mau saya nunggu lama. Padahal, saya gak pernah nodong dia minta buru-buru dinikahin. Saya ga tau dia kenapa tiba-tiba kepikiran begitu. Dan saya tau meskipun dia pengangguran, tapi dia bukan orang yg malas. Walaupun dia belum lulus kuliah dan saya sudah, saya juga tahu itu bukan karena dia malas, tapi karena dia pernah berhenti kuliah demi mengalah untuk adiknya. Makanya dia kuliah sambil kerja. Saya malah apresiasi banget karena dia mau lanjut kuliah dan sangat mendukungnya.
Setelah itu, saya nangis di kost tapi (berusaha) cerah ceria di kantor. Sampai beberapa hari saya blok kontak dia. Setelah sedikit mereda, saya buka blok. Eh taunya dia blok saya wkwkwk. Sampai akhirnya udah buka blok, kita chat lagi yang intinya tetap sama. Dia gak mau menjalin hubungan sama saya dan mau temenan aja. Dia selalu bilang kalau saya pasti bisa dan harus bisa move on. Tapi saya selalu mengelak karena selama saya hidup, cuma dia yg bisa membuat saya benar-benar merasa klop. Nyaman banget, sabar banget. Ngobrol apapun nyambung. Dan saya merasa sudah menemukan “the one” yang selama ini saya cari.
Hari-hari tanpa dia suram banget. Saya ga nafsu makan dan nangis terus tiap malam. Terakhir saya chat dia itu Idul Adha 2017. Yang akhirnya tetap aja jadi saya yg terkesan needy karena masih ingin kita seperti dulu lagi. Ya, memang salah saya. Saya selalu meminta diberi kesempatan. Karena menurut saya, kalau mantannya saja pernah diberi kesempatan kedua setelah selingkuh. Masa saya yg baik begini ga berhak diberi kesempatan, sih? Tapi kayaknya perasaan dia ke saya udah pudar sepudar-pudarnya. Walau dia bilang ga ada perempuan lain dan perasaan dia ke saya itu gak bohong. Akhirnya dia kayak marah gitu dan bilang ya udah kita gak usah berhubungan lagi aja kalau saya jadi gak bisa move on. Sampai fb dia dihapus dong.
Setelah itu, kayaknya saya hubungi dia lagi awal 2018 karena mau tanya soal taman bacaan-nya. Iya, dia mengelola taman bacaan di dekat rumahnya. Dia sih udah gak blok makanya saya berani WA lagi. Cuma ya beda bangetlah jawabnya singkat dan seperlunya. Gak kayak dulu sebelum kita tahu perasaan masing-masing. Habis itu saya hapus nomornya dan gak kontak lagi. Sampai lebaran 2020 kemarin saya ngucapin lebaran.
Meskipun 2 tahun ga komunikasi dan udah hapus semua chat dan foto kami yang dulu-dulu, ternyata perasaan itu masih ada. Bahkan meskipun sekarang dia juga kalau jawab chat singkat aja. Padahal, selama gak komunikasi sama dia, saya udah pernah dikenalin temen, sempet tertarik ke teman di komunitas, dll. Tapi, belum ada yang PDKT serius ke saya. Ya udah, jadi sampai detik ini, saya gak tau harus gimana ke hati saya sendiri. Satu sisi saya pengen banget move on. Di sisi lain, saya memang sesusah itu buat klop sama laki-laki.
Maaf ya jadi panjang banget. Terima kasih untuk yang mau membaca.
==========
Analisis Cerita
Dari penuturan si mbak-nya di atas, terdapat 2 (dua) dimensi persoalan yaitu di sisi laki-laki dan di sisi perempuan. Pada sisi laki-laki, hatinya mudah mengalami perubahan. Apabila tidak ada pihak ketiga maka bisa jadi itulah yang dimaksud dengan kuasa Tuhan yang membolak-balikkan hati. Sedangan di pihak perempuan justru terjadi sebaliknya, sulit mengubah hati alias belum mampu “move on”. Dengan cara apapun, apabila Tuhan belum menghendaki, maka perasaan itu akan sulit hilang. Dan sebagai makhluk Tuhan yang lemah, kita tidak dapat memvonis lemah atas ketidakmampuan si perempuan untuk melupakan sosok temannya tersebut. Jangan-jangan ketika kita dihadapkan pada problem yang sama juga bakal sulit melepaskan diri dari jerat masalah hati seperti itu.