Profesi sebagai prajurit TNI memang memiliki risiko yang cukup besar. Mereka seringkali harus pergi jauh dari keluarganya, meninggalkan istri dan buah hati yang masih berusia belia.
Dari 53 (lima puluh) tiga awak kapal selam KRI Nanggala 402 yang tak terselamatkan pasca tenggelamnya kapal tersebut di perairan Bali (24/04/2021), pasti ada diantaranya yang masih memiliki anak kecil. Yang biasanya minta dipangku saat sang ayah pulang. Yang terus melingkarkan tangannya ke pinggang sang ayah karena saking merindukan kedatangannya. Yang ingin selalu bermain kuda tunggangan memutari tempat tidur, tak peduli sang ayah masih dalam keadaan lelah tiba dari tugas latihan bela negara.
Hari itu mungkin masih banyak anak-anak mungil yang belum mengerti apa-apa. Mengharapkan sang ayah akan pulang membawa boneka mainan atau mobil-mobilan. Sosok yang selalu dirindukan karena kehangatannya di tengah-tengah keluarga.
Tak dapat dibayangkan bagaimana cara sang bunda dan kakek neneknya bakal menjawab pertanyaan sang anak, kapan ayahnya akan pulang. Seminggu, dua minggu, sebulan, setahun...Semuanya akan dilewati begitu saja tanpa ada kabar yang menggembirakan untuk sang anak. Ia mungkin sedang menyiapkan kejutan-kejutan kecil untuk sang ayah. Di saat ia mulai pandai menggambar kapal selam Indonesia yang selalu dibanggakan ayahnya, kini tak ada yang dapat dilihatnya kecuali lembaran gambar yang penuh dengan kengerian.
Kematian dengan cara perlahan-lahan adalah sebuah peristiwa yang sulit diterima setiap orang. Manakala wajah-wajah para prajurit mulai tegang dan lelah memikirkan keselamatan mereka, di sisi lain, terbayang satu per satu wajah anggota keluarganya. Sang ayah mungkin sudah merancang untuk membelikan coklat kesukaan anak gadisnya saat ia pulang ke rumah. Ada juga yang mungkin bertekad untuk membawa anak istrinya berlibur ke tempat yang indah untuk melepas rasa rindunya yang mendalam.
Namun semua itu sirna. Tuhan menentukan jalan yang berbeda. Sebuah jalan yang tidak ingin diterima kenyataan oleh siapa pun, karena sebagai manusia, mereka juga ingin menikmati kebahagiaan di saat-saat sempit. Kini angan-angan mereka hanya terbawa ke alam nirwana. Mereka hanya dapat melihat dari alam yang tenang, manakala menyaksikan keluarga yang dicintainya terpukul dan sakit atas kejadian yang tak diharapkan. Sang anak hanya bisa bertanya dan terus bertanya, kapan ayahnya akan pulang. Ia akan menggengam harapannya itu dari waktu ke waktu namun tak jua mendapatkan kenyataan yang menyenangkan.
Semoga para anak gadis dan anak bujang yang ditinggalkan ayahnya dalam bertugas membela pertahanan negara itu, kelak akan menjadi manusia yang kuat dan tegar menerima takdir. Jasad boleh berpisah namun jiwa akan terus menyatu. Berjuanglah untuk meneruskan nama baik ayahmu, nak. Masih ada ibu, kakek, nenek, dan teman-teman sepermainanmu. Mereka pasti akan menjagamu, menggantikan kedudukan sang ayah dalam mengasuhmu. Dan jadilah penerus keluarga yang mengharumkan nama bangsa dan negara. Jangan lupa, berdoalah agar ayahmu mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan.