Meskipun wujud fisik jin dan sebangsanya tak kasat mata namun keberadaannya justru bisa sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Selain ia menempati tempat-tempat tertentu yang dekat dengan aktivitas manusia, seperti atap rumah, WC atau jamban, dan lain-lain, ia bahkan bisa langsung memasuki tubuh manusia itu sendiri. Rasulullah SAW menyampaikan sabdanya, “Setiap orang dari kalian memiliki pendamping dari jenis jin dan pendamping dari jenis malaikat. Para sahabat laantas bertanya: “Termasuk engkau, ya Rasulullah ?” Jawab Nabi SAW: “Termasuk aku, namun Allah telah membantuku menundukkannya kemudian ia masuk Islam sehingga tidak memerintahkan aku kecuali dalam kebaikan.”
Dalam hadits lainnya dikatakan, “Setan mengalir dalam diri manusia lewat aliran darah” (HR Bukhari dan Muslim). Jin yang diciptakan dari nyala api (QS Ar-Rahman : 15) diartikan oleh Ibnu Abbas yakni “ujung gejolak api” sedangkan ujung gejolak api itu adalah udara panas yang keluar dari api. Dengan demikian, menurut Syaikh Wahid Abdus Salam Bali, jin berwujud udara, sementara manusia memiliki pori-pori sehingga jin bisa masuk ke dalam tubuh manusia dari bagian mana saja.
Ketika jin masuk ke dalam jasad manusia, ia bisa langsung menuju otak dan melalui otak ia bisa mempengaruhi pikiran manusia. Kajian-kajian kedokteran membuktikan bahwa para penderita kesurupan memiliki gelombang yang sangat halus dan aneh yang bersemayam di otak. Maka dapat dianalisa jika pada waktu akan tidur terasa susah, merasa cemas, mimpi buruk, kepala pusing, lesu, malas, dan lain-lain, bisa jadi itu karena adanya gangguan jin. Ia bisa melakukan gangguan baik secara parsial seperti rasa sakit pada salah satu anggota tubuh, atau gangguan total pada seluruh jasad manusia.
Kerasukan atau kesurupan jin pada manusia itu sendiri telah dijumpai di jaman Rasulullah SAW. Dari Utsman bin Abi Ash ra. Berkata: “Tatkala Rasulullah SAW memberikan tugas kepadaku untuk mengurusi kota Thaif, ada yang mengganggu dalam shalatku sehingga aku tidak sadar ketika sedang mendirikan shalat. Maka aku pergi menemui Rasulullah. Beliau bertanya: “Ibnu Abi Ash ?” Jawabku: Ya, wahai Rasulullah. Beliau bertanya lagi: “Apa yang membuatmu datang ke sini ?” Aku berkata: Wahai Rasulullah, ada sesuatu yang mengganggu diriku dalam shalatku sehingga aku tidak sadar tatkala menjalankan shalat. Nabi SAW bersabda: “Itu adalah setan, kemari mendekatlah kepadaku.” Akupun mendekat kepada beliau dan duduk di atas ujung kakiku. Nabi SAW kemudian memukul dadaku dengan tangannya dan meludah di mulutku seraya berkata: “Keluarlah wahai musuh Allah !.” Beliau melakukannya sebanyak 3 kali kemudian bersabda: “Lanjutkanlah lagi tugasmu.” Utsman pun berkata: “Sungguh setelah itu aku tidak merasakan sesuatu yang menggangguku lagi.” (HR Ibnu Majah dalam Sunannya : 3548, Ar-Ruyani dalam Musnadnya, Ibnu Abi Ashim dalam Al-Ahad wal Masani : 1531, 1532 dari jalan Uyainah bin Abdur Rahman : Menceritakan ayahku dari Utsman bin Abu Al-Ash). Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkomentar: “Dalam hadits ini terdapat dalil yang sangat jelas bahwa setan bisa masuk dan merasuki badan manusia sekalipun ia seorang yang beriman dan shalih.” (Ash-Shahihah 6/1002/2).
Hadits kedua, dari Ya'la bin Murrah ra berkata: “Ada 3 hal yang saya lihat dari Rasulullah SAW yang tidak dilihat seorang pun sebelum dan sesudahku. Saya pernah keluar bersama beliau dalam suatu perjalanan, hingga ketika kami melewati sebuah jalan, ternyata ada seorang wanita yang sedang duduk bersama anaknya seraya mengatakan: 'Wahai Rasulullah, anak ini tertimpa musibah dan kami pun tertimpa musibah karena ulahnya. Entah berapa kali dalam sehari dia kesakitan. Rasulullah SAW bersabda: “Coba dekatkanlah dia kepadaku.” Wanita itu pun mengangkat anaknya dan meletakkannya antara beliau dan tali pelana, lalu beliau membuka mulut anak itu dan meludahinya sebanyak 3 kali seraya berkata: “Saya adalah hamba Allah, keluarlah wahai musuh Allah !” Kemudian Nabi SAW mengembalikan anak itu pada ibunya dan berpesan padanya: “Temuilah kami sepulang kami di tempat ini dan berikanlah informasi padaku apa yang diperbuatnya.” Kami pun pergi dan pulang, ternyata kami menjumpai wanita itu di tempat tersebut sambil membawa 3 ekor kambing. “Bagaimana kabar anakmu ?,” tanya Nabi. Wanita itu menjawab: “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Kami tidak merasakan lagi sesuatu pun darinya hingga detik ini, maka ambil dan potonglah kambing ini.” Nabi SAW bersabda (kepada Ya'la bin Murrah): “Turun dan ambil satu saja, sisanya kembalikan padanya.” (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya 4/171, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/617-618).
Dengan keterangan di atas maka nyatalah bagi kita bahwa kesurupan jin itu bisa terjadi pada manusia meskipun sebagian dari kaum Mu'tazilah mengingkarinya. Di pihak lain ada juga yang memanfaatkan kebenaran akidah ini sebagai sarana menjadikan profesi untuk meraup uang dengan cara bathil dan tidak ada tuntunannya baik dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits.
Referensi :
Kesurupan Jin dan Cara Pengobatannya secara Islami, Syaikh Wahid Abdus Salam Bali, Robbani Press, 1992
Majalah Al Furqon Edisi 10 Th III/Jumadil Awal 1425