Kabupaten Enrekang yang beribukota di Enrekang merupakan suatu daerah yang berada di lereng Gunung Latimojong, Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Kalosi adalah sebuah kota kecil di Kabupaten Enrekang yang menjadi tempat pengumpulan kopi di wilayah tersebut.
Warga yang mendiami kabupaten ini dikenal sebagai rumpun etnis Massenrempulu yang memiliki budaya campuran antara Toraja, Mandar, dan Bugis.
Kabupaten Enrekang sendiri terdiri dari 12 kecamatan dimana wilayah di utara berbatasan dengan Kabupaten Tanah Toraja, wilayah timur dengan Kabupaten Luwu, wilayah selatan dengan Kbupaten Sidenreng Rappang, dan wilayah barat dengan Kabupaten Pinrang.
Kopi Arabika Kalosi Enrekang yang ditanam di Kabupaten Enrekang berasal dari sejumlah kecamatan seperti Kecamatan Masalle, Baroko, Bungin, Buntu Batu dan Baraka. Kopi dari Enrekang ini menjadi salah satu kopi arabika specialty terbaik di dunia.
Penanaman kopi di sana sudah dilakukan sejak sekitar abad ke-17 di bawah pemerintahan kolonial Belanda melalui sistem tanam paksa. Pada tahun 1889, Kerajaan Enrekang dan Kerajaan Tallu Lembangna (Tanah Toraja) dahulu bersatu dalam memerangi Kerajaan Bugis Sidenreng, Sawitto, Bone dan Luwuk, yang berkeinginan untuk menguasai perdagangan kopi di kedua tempat itu. Raja Enrekang XVI, La Tanro, berhasil memadamkan peperangan dan pada tahun 1890 menyusun sistem tata niaga kopi di kedua kerajaan.
Kebutuhan akan perlindungan Indikasi Geografis (IG) terhadap Kopi Arabika Kalosi Enrekang semakin menguat di era perdagangan global dimana masyarakat petani lokal memerlukan perlindungan hukum pada nama produk agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak lain yang hendak mendapatkan keuntungan dengan cara curang. Pengakuan Indikasi Geografis juga memegang peranan penting dalam upaya untuk memberikan daya tarik dan jaminan kualitas atas kopi yang diproduksi kepada konsumen baik skala nasional maupun internasional. Konsumen saat ini tidak anya sekedar ingin terpenuhi kebutuhan dan keinginannya akan produk dengan cita rasa yang tinggi namun juga mengharapkan jaminan bahwa kopi tersebut diproduksi melalui proses yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Maka didirikanlah Masyarakat Perlindungan Kopi Enrekang (MPKE) yang dimaksudkan untuk mengajukan sertifikat Indikasi Geografis (IG) atas Kopi Arabika Kalosi Enrekang. Dari aspek kecocokan tanah, jenis tanah di Enrekang termasuk ideal ditanami kopi karena berada di lereng Pegunungan Latimojong yang selama ratusan tahun memiliki tanah lixisol podzolik yang kaya akan zat besi. Secara ketinggian, perkebunan kopi rakyat di sana berada di lahan yang berketinggian antara 1000 sampai 2000 mdpl dengan suhu udara terdingin bisa mencapai 4 derajat Celcius dan rata-rata curah hujan sekitar 1410 mm per tahun dimana musim hujan berlangsung dari bulan November sampai Maret.
Pada saat pembentukan MPKE (Masyarakat Perlindungan Kopi Enrekang), terdapat sekitar 168 kelompok tani kopi yang bergabung, termasuk 17 koperasi primer, dan Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APKI) Enrekang, serta LSM dan pemerhati kopi di Enrekang. Pada tahun 2008, Bupati Enrekang membuat Program Revitalisasi Kopi Arabika Kalosi dengan tujuan untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Enrekang sebagai penghasil kopi terbaik di dunia.
Pada akhirnya, setelah melalui proses yang cukup panjang, Kopi Arabika Kalosi Enrekang berhasil mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI), Kementerian Hukum dan HAM, di tahun 2013 dengan nomor sertifikat ID G 000 000 018.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), diperoleh kualitas Kopi Arabika Kalosi Enrekang yang memiliki aroma khas yang terdiri dari kombinasi aroma rempah, coklat, buah-buahan, bunga, dan karamel.