Pegunungan Sindoro Sumbing berada di 2 (dua) kabupaten sekaligus yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
Kawasan Sindoro Sumbing memiliki view atau pemandangan alam pegunungan yang indah dan secara makro terletak pada cekungan atau depresi, rendah di bagian tengah yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan di sekelilingnya.
Kawasan ini memiliki iklim yang khas yaitu udaranya yang dingin atau sejuk dengan fluktuasi temperatur yang cukup tinggi antara 20 sampai 30 derajat Celcius. Dengan rata-rata ketinggian di atas 900 mdpl sampai 2100 mdpl, kawasan lereng Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing cocok ditanami kopi jenis arabika.
Sentra perkebunan kopi di Kabupaten Temanggung berada di Kecamatan Bansari, Kledung, Candiroto, Tretep, Wonoboyo, Bulu, dan Ngadirejo. Sedangkan wilayah penanaman kopi di Kabupaten Wonosobo tersebar di Kecamatan Kalikajar, Kertek, Mojotengah, Watumalang, Kejajar, dan Garang.
Dalam Buku Persyaratan Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing yang disiapkan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing (MPIG-KAJSS), tahun 2014, sertifikasi yang dimintakan perlindungan Indikasi Geografis-nya meliputi kopi biji ose, kopi biji labu, kopi sangrai (roasted bean), dan kopi bubuk (ground coffee).
Beberapa alasan yang mendasari pengajuan perlindungan Indikasi Geografis (IG) Kopi Arabika Sindoro-Sumbing adalah sebagai berikut :
- Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing berasal dari kawasan khusus dengan ketinggian tempat di atas 900 mdpl. Kawasan ini memiliki iklim yang khas yaitu udaranya yang dingin dan lembab. Musim hujan biasanya berlangsung 6 sampai 7 bulan dan musim kering 4 sampai 5 bulan yang selama itu terdapat 2 bulan musim kering yang tegas. Iklim ini menjadi kekhasan dari kawasan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Tanah vulkanik dengan jenis entisol dan inceptisol (regosol) memiliki potensi yang bagus untuk penanaman kopi ose dan kopi labu.
- Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing telah memiliki sejarah panjang dan tradisi budaya lokal yang tinggi serta telah dikenal sebagai salah satu dari single-origin coffee Indonesia. Pada tahun 1922 Belanda telah masuk ke Desa Tlahab dengan menanam bibit kopi Arabika dengan luas sekitar 25 ha.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, MPIG-KAJSS yang dibentuk pada tahun 2011 memandang bahwa Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing layak mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis.
Keanggotaan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing (MPIG-KAJSS) ini hanya boleh diisi oleh Kelompok Tani Kopi dan pengolah swasta yang berarti anggotanya tidak terdiri dari atau berasal dari perseorangan atau individu. Dalam 1 kelompok tani terdiri dari sekitar 20 sampai 40 keluarga petani. Kelompok Tani Kopi berperan dalam mengelola urusan kelembagaan, pemasaran, dan penerapan teknologi budidaya kopi, serta kegiatan sosial yang lain khususnya dalam menyelenggarakan kegiatan gotong royong.
Pada tahun 2011, MPIG-KAJSS telah memiliki anggota dengan komposisi : 16 (enam belas) Kelompok Tani Kopi, 7 (tujuh) Unit Pengolah Hasil kopi gelondong merah arabika, 8 (delapan) Penyangrai dan Pembubuk kopi.
Profil Cita Rasa Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing
Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing memiliki kekentalan yang khas, rasa pahit (bitter) yang tidak berlebihan dan keasaman yang sedang. Analisis sensorial yang dilakukan oleh para peneliti yang tergabung dalam Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menghasilkan pemaparan rasa khas Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing dengan aroma lemony, floral, spicy, honeyed, flowery, chocolaty, dan caramel.