Selain Miss Riboet, di kompleks Pemakaman Kebon Jahe Kober (kini Museum Taman Prasasti) juga terdapat batu nisan orang Indonesia lainnya yaitu Soe Hok Gie.
Pemuda satu ini lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1942 yang dikenal semasa kuliah di UI (Universitas Indonesia) sebagai tokoh muda pergerakan mahasiswa Indonesia berdarah Tionghoa. Ia menjadi salah satu demonstran yang aktif melawan rezim Soekarno dan di awal-awal pemerintahan Soeharto. Sebagai pengkritik pemerintah, ia menuangkan ide dan gagasannya melalui sejumlah tulisan, diantaranya yang tertulis dalam kumpulan catatan hariannya yang kemudian dijadikan buku dengan judul “Catatan Seorang Demonstran.”
Selepas lulus pendidikan menengah atas di SMA Kolese Kanisius, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Selepas lulus di tahun 1969, ia mendaftarkan dirinya sebagai dosen di almamaternya.
Selain dikenal sebagai seorang demonstran, Soe Hok Gie juga merupakan seorang pencinta alam dimana ia menjadi salah satu pendiri Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) UI yaitu salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat universitas di UI. Organisasi yang didirikan pada tanggal 12 Desember 1964 itu menjadi wadah bagi mahasiwa UI untuk melakukan kegiatan di alam bebas dengan tetap memberikan kepedulian pada kelestarian alam. Nama resmi yang dipakai saat itu adalah Mapala Prajnaparamita.
Meninggal Dunia di Usia Muda
Soe Hok Gie meninggal dunia pada tanggal 16 Desember 1969 atau 1 (satu) hari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-27. Awalnya, ia berniat untuk merayakan ulang tahunnya di puncak Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa. Tentu menjadi hal yang wajar jika ia ingin merayakan hari spesialnya itu di puncak gunung karena ia adalah seorang pencinta alam. Ia pernah menaklukkan beberapa gunung seperti Gunung Gede, Gunung Salak, dan Gunung Pangrango.
Maka berangkatlah ia bersama sejumlah temannya menuju Gunung Semeru dengan menaiki kereta api dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Gubeng Surabaya lalu melanjutkan perjalanan menuju lokasi pendakian. Tidak ada tanda-tanda atau firasat apapun yang menunjukkan bahwa hari itu adalah hari terakhir dirinya menghirup udara di alam bebas. Soe Hok Gie tewas dalam pendakian Gunung Semeru karena menghirup gas beracun. Ia meninggal dunia bersama salah satu rekan pendakiannya yang bernama Idhan Lubis.
Melalui proses evakuasi yang panjang, jenazah keduanya berhasil diturunkan dari puncak Gunung Semeru untuk selanjutnya dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo Jakarta. Setahun kemudian, jenazah Soe Hok Gie dipindah ke Kebon Jahe Kober (kini Museum Taman Prasasti). Karena pada tahun 1975, sebagian lahan Pemakaman Kebon Jahe Kober dipakai sebagai lokasi bangunan Kantor Walikota Jakarta Pusat, keluarga Soe Hok Gie memutuskan untuk mengkremasi jasadnya sehingga yang tersisa di sana hanya nisannya sedangkan abu jenazahnya ditaburkan di Lembah Mandalawangi, Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.