Di dalam ruangan Perpustakaan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Setiabudi, Jakarta Selatan, kita dapat menyaksikan sebuah poster film yang terkenal di tahun 70-an yaitu “Si Pitung.”
Jika di luar negeri muncul tokoh Zorro atau Robin Hood yang dikenal sebagai pahlawan yang membela rakyat kecil maka di Indonesia ada sosok Si Pitung yang juga dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi.
Disebutkan bahwa Si Pitung ini konon berasal dari Kampung Rawa Belong, Jakarta Barat. Ayahnya bernama Bang Piun sedangkan ibunya bernama Mpok Pinah. Sejak kecil, Si Pitung belajar mengaji kepada Haji Naipin di kampungnya. Selain belajar mengaji, ia juga belajar ilmu silat.
Suatu ketika, Si Pitung diperintahkan ayahnya untuk menjualkan kambing ke Pasar Tanah Abang. Namun ketika jualannya sudah habis dan hendak pulang ke rumah, ia dicegat oleh sekelompok penjahat. Mulailah ia berusaha memulai gerakan “pemberontakan” dengan maksud untuk membela rakyat kecil yang tertindas. Ia bahkan berani melakukan perampokan kepada orang kaya dan membagikan hasil rampokannya itu ke rakyat miskin. Sepak terjang Si Pitung itu pun terdengar ke telinga pejabat Hindia Belanda. Ia dianggap menjadi penjahat nomor satu yang harus segera ditangkap. Dalam sebuah kejadian dikabarkan Si Pitung pernah menjadi buronan lalu ia bersembunyi di kawasan Marunda yang kemudian sekarang dikenal sebagai “Rumah Si Pitung.”
Berdasarkan sebuah penelitian sejarawan Belanda bernama Margiet van Teel, sosok Si Pitung muncul pertama kali pada tahun 1886 dalam sebuah konflik dengan keturunan Cina yang berujung pada peristiwa pembunuhan yang menyeret Si Pitung ke dalam tahanan di daerah Jatinegara.
Suatu ketika, Si Pitung diperintahkan ayahnya untuk menjualkan kambing ke Pasar Tanah Abang. Namun ketika jualannya sudah habis dan hendak pulang ke rumah, ia dicegat oleh sekelompok penjahat. Mulailah ia berusaha memulai gerakan “pemberontakan” dengan maksud untuk membela rakyat kecil yang tertindas. Ia bahkan berani melakukan perampokan kepada orang kaya dan membagikan hasil rampokannya itu ke rakyat miskin. Sepak terjang Si Pitung itu pun terdengar ke telinga pejabat Hindia Belanda. Ia dianggap menjadi penjahat nomor satu yang harus segera ditangkap. Dalam sebuah kejadian dikabarkan Si Pitung pernah menjadi buronan lalu ia bersembunyi di kawasan Marunda yang kemudian sekarang dikenal sebagai “Rumah Si Pitung.”
Berdasarkan sebuah penelitian sejarawan Belanda bernama Margiet van Teel, sosok Si Pitung muncul pertama kali pada tahun 1886 dalam sebuah konflik dengan keturunan Cina yang berujung pada peristiwa pembunuhan yang menyeret Si Pitung ke dalam tahanan di daerah Jatinegara.
Kehebatan Si Pitung itulah yang menginspirasi dibuatnya film dengan judul “Si Pitung ; Banteng Betawi” yang diproduksi sekitar tahun 1970-an oleh P.T. Dewi Films. Tokoh utama diperankan oleh Dicky Zulkarnaen (suami Mieke Wijaya dan ayah Nia Zulkarnaen). Sedangkan tokoh lainnya diperankan oleh A. Hamid Arif, Sandy Suwardy, Paula Roemokoy, H. Mansursjah, Rina Hassim, Fifi Young, M. Pandji Anom, Awaludin, Hasan Sanusi, Conny Sutedja, Arifin Lubis, Moh. Mochtar, Henny Pelloupessy, Wahid Chan, S. Paria, Ismar Lubis, Godfried, Sulastri, A. Hadi, A. Wolly Sutinah, dan Iwan Taruna BA. Film tersebut diproduseri oleh Nj. Hadi Juwono, executive producer Sukri Musa, musik Idris Sardi, skenario S.M. Ardan, dan sutradara Nawi Ismail. Peredaran dan distribusi filmnya diorganisir oleh N.V. Geliga Film Ltd.
Dalam film tersebut dikisahkan Si Pitung (Dicky Zulkarnaen) berguru kepada H. Naipin (M. Pandji Anom) yang memberikan kekuatan guna melawan penindasan Hindia Belanda dan antek-anteknya. Dengan bantuan sahabatnya, Dji'ih (Sandy Suwardy), Si Pitung melawan para centeng bayaran kompeni. Komandan Polisi Kompeni (A. Hamid Arif) menjebak Si Pitung dengan cara menangkap orang-orang terdekatnya sehingga terpaksa membuat Si Pitung harus menyerahkan diri. Namun berkat bantuan Dji'ih, ia berhasil lolos dari jeruji besi. Kompeni akhirnya mencari akal lain yaitu menculik Aisyah (Paula Roemokoy) guna dijadikan istri ketiga Demang Meester (H. Mansursjah). Berkat keberanian Si Pitung, saat pesta pernikahan akan dilangsungkan, kekasihnya itu berhasil dibawa lari.
Kehidupan Si Pitung berakhir manakala kesaktian yang menempel di dalam tubuhnya diketahui oleh temannya sendiri yang kemudian membocorkan rahasia itu kepada Van Hinne. Ia meninggal setelah terkena peluru emas yang ditembakkan oleh Hinne.