Dari aspek historis, seorang budayawan dan tokoh Betawi, Ridwan Saidi, pernah melakukan penelitian tentang legenda Ariah yang sosoknya kerap dihubungkan dengan hantu legendaris di Jakarta “Si Manis Jembatan Ancol” dengan mengambil keterangan dari beberapa saksi yang pernah hidup pada tahun 1955 sampai 1960.
Dalam penelitian itu diperoleh informasi bahwa sosok Ariah memang pernah ada di masa Hindia Belanda. Pada jaman itu hiduplah seorang perempuan tua bernama Mak Emper dan 2 (dua) orang anak gadisnya, Mpok dan Siti Ariah. Mereka tinggal dan hidup di sebuah paviliun milik seorang saudagar kaya. Ketika Ariah menginjak usia 16 tahun, sang juragan bermaksud menikahinya namun ditolak oleh Ariah. Maka ia pun memilih kabur dari paviliun itu agar tidak dinikahi sang juragan.
Sayangnya, dalam pelariannya itu ia berjumpa dengan seorang kaya lain yang memiliki karakter yang sama dengan bekas majikannya. Oey Tambahsia adalah seorang kaya raya yang memiliki villa di sekitar Ancol. Ibarat pepatah, keluar dari kandang harimau masuk kandang buaya. Kelakuan Oey sama saja, sebelas dua belas dengan mantan juragan pertama Ariah. Oey yang dikenal gemar menikahi perempuan muda, terpesona dengan kecantikan Ariah. Maka ketika Ariah berniat kabur seperti pada kejadian pertamanya, ia diburu oleh centeng Oey. Meski Ariah berusaha melakukan perlawanan namun di sebuah tempat yang dikenal angker yaitu bendungan Dempet dekat Danau Sunter, Ariah tewas di tangan kedua centeng tersebut. Kejadian pembunuhan terhadap wanita cantik itu terjadi pada tahun 1817 dimana jenazahnya dibuang di area persawahan dekat Jembatan Ancol. Dari kisah ini dapat dianalisa mengapa cerita hantu cantik yang dimitoskan kerap muncul di sekitar Ancol kemudian terkenal dengan sebutan “Si Manis Jembatan Ancol.” Beberapa kesaksian penduduk setempat menyatakan masih sering menjumpai sosok Si Manis itu.
Cerita hantu yang melegenda di atas kemudian diadopsi di industri hiburan nasional dengan mementaskan dalam sebuah film berjudul “Si Manis Jembatan Ancol” dengan sejumlah perubahan di beberapa bagian cerita. Film ini disutradarai dan diproduseri oleh Turino Djunaidy dengan para pemerannya adalah Lenny Marlina, Farouk Afero, H. Mansjursyah, Kris Biantoro, Nadia Giovanna, Us Us, Syamsudin Syafei, Simon Dufi, Etty Sumiati, Effendy, dan Ferry Nick Paulu. Aransemen musiknya sendiri digarap oleh Idris Sardi. Distribusi pemasaran film ditangani oleh P.T. Sarinande Films.
Sayangnya, dalam pelariannya itu ia berjumpa dengan seorang kaya lain yang memiliki karakter yang sama dengan bekas majikannya. Oey Tambahsia adalah seorang kaya raya yang memiliki villa di sekitar Ancol. Ibarat pepatah, keluar dari kandang harimau masuk kandang buaya. Kelakuan Oey sama saja, sebelas dua belas dengan mantan juragan pertama Ariah. Oey yang dikenal gemar menikahi perempuan muda, terpesona dengan kecantikan Ariah. Maka ketika Ariah berniat kabur seperti pada kejadian pertamanya, ia diburu oleh centeng Oey. Meski Ariah berusaha melakukan perlawanan namun di sebuah tempat yang dikenal angker yaitu bendungan Dempet dekat Danau Sunter, Ariah tewas di tangan kedua centeng tersebut. Kejadian pembunuhan terhadap wanita cantik itu terjadi pada tahun 1817 dimana jenazahnya dibuang di area persawahan dekat Jembatan Ancol. Dari kisah ini dapat dianalisa mengapa cerita hantu cantik yang dimitoskan kerap muncul di sekitar Ancol kemudian terkenal dengan sebutan “Si Manis Jembatan Ancol.” Beberapa kesaksian penduduk setempat menyatakan masih sering menjumpai sosok Si Manis itu.
Cerita hantu yang melegenda di atas kemudian diadopsi di industri hiburan nasional dengan mementaskan dalam sebuah film berjudul “Si Manis Jembatan Ancol” dengan sejumlah perubahan di beberapa bagian cerita. Film ini disutradarai dan diproduseri oleh Turino Djunaidy dengan para pemerannya adalah Lenny Marlina, Farouk Afero, H. Mansjursyah, Kris Biantoro, Nadia Giovanna, Us Us, Syamsudin Syafei, Simon Dufi, Etty Sumiati, Effendy, dan Ferry Nick Paulu. Aransemen musiknya sendiri digarap oleh Idris Sardi. Distribusi pemasaran film ditangani oleh P.T. Sarinande Films.
Sinopsis Film Si Manis Jembatan Ancol (1973)
Diceritakan bahwa H. Acim (H. Mansursyah) mengalami sakit parah sehingga ia ingin segera melihat anak perempuannya, Mariah (Lenny Marlina) menikah. Sebenarnya Mariah sendiri sudah memiliki pemuda idaman bernama John (Farouk Afero), seorang keturunan indo meskipun ayah John tampaknya tidak setuju. Mariah kemudian meminta Husin (Kris Biantoro), seorang tukang sado untuk pura-pura diperkenalkan sebagai calon suaminya kepada ayahnya. Mereka berdua direstui oleh H. Acim (meskipun hanya dalam rangka pura-pura saja), bahkan Husin benar-benar jatuh cinta kepada Mariah. Mengetahui pernikahan keduanya, John yang menjadi kekasih Mariah marah. Ia kemudian memanfaatkan kekuasaan ayahnya untuk menangkap Husin. Mariah yang merasa bersalah karena mengkhianati John memilih lari meskipun nasibnya kurang beruntung karena kemudian diculik oleh sekelompok penjahat. Sampai akhirnya muncul kabar bahwa Mariah tewas dan mayatnya hanyut di Kali Ancol. Sosok Mariah tiba-tiba keluar saat orang-orang melakukan tahlilan, termasuk pada beberapa kesempatan terutama di saat bulan purnama, sosoknya sering muncul di sekitaran Kali Ancol.
Dalam perkembangan selanjutnya, film Si Manis Jembatan Ancol produksi tahun 1973 itu kemudian di-remake sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tahun 1993 dan 2019 dengan judul yang sama namun dengan pemeran yang berbeda. Pada versi tahun 2019, film Si Manis Jembatan Ancol dibintangi oleh Indah Permatasari, Arifin Putra, Randy Pangalila, dan Ozy Syahputra. Sedangkan poster film edisi pertama (1973) dapat kita lihat di Perpustakaan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Dalam perkembangan selanjutnya, film Si Manis Jembatan Ancol produksi tahun 1973 itu kemudian di-remake sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tahun 1993 dan 2019 dengan judul yang sama namun dengan pemeran yang berbeda. Pada versi tahun 2019, film Si Manis Jembatan Ancol dibintangi oleh Indah Permatasari, Arifin Putra, Randy Pangalila, dan Ozy Syahputra. Sedangkan poster film edisi pertama (1973) dapat kita lihat di Perpustakaan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Setiabudi, Jakarta Selatan.