Lie detector sudah sangat terkenal di dunia kepolisian sebagai salah satu alat dalam membantu pihak penyidik guna mengetahui ada tidaknya indikasi kebohongan dari para pelaku kejahatan yang berhasil dibekuk.
Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) ini juga biasa disebut sebagai polygraph karena hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk poligrafi dan orang yang melakukan penerjemahan dari grafik tersebut disebut sebagai pemeriksa poligraf (polygraph examiner).
Alat ini pertama kali muncul sekitar tahun 1902 yang bekerja dengan metode pengetesan dan perekaman aktivitas elektrik dari otak manusia yang digunakan secara luas pada awal-awal penemuannya oleh departemen kepolisian dan agen-agen FBI serta CIA. Sedangkan perusahaan distributor alat ini yang terkenal adalah Lafayette Instrument Company sebagai pemimpin global dalam penjualan polygraph di dunia (pangsa pasarnya mencapai 90%). Lafayette Instrument Company memproduksi alat ini di awal tahun 1950-an dimana sekitar 90 negera yang memiliki pemeriksa poligraf telah menggunakan alat ini.
Prinsip kerja lie detector adalah memonitor respons tubuh manusia termasuk perubahan tekanan darah, kecepatan degup jantung dan pernafasan, serta keluarnya keringat saat seseorang mendapat pertanyaan-pertanyaan dari penyidik. Dengan demikian pada sebuah alat lie detector biasanya terdapat paling tidak 3 (tiga) sensor kabel yaitu : (1) sensor pneumograph yang berguna untuk mendeteksi detak nafas (ditempel pada bagian dada dan perut), (2) sensor blood pressure cuff yang berfungsi guna mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung (ditempelkan pada bagian lengan), dan (3) sensor skin resistance yang berguna untuk mendeteksi keringat yang keluar dari tangan (ditempelkan pada jari-jari tangan).
Penguji atau pemeriksa poligraf selanjutnya akan memberikan sejumlah pertanyaan kepada orang yang dipasangi alat tersebut lalu mereka akan melihat dan membaca grafik yang ditampilkan untuk kemudian dijadikan bahan analisa apakah seseorang telah melakukan kebohongan atau tidak. Meskipun memiliki kegunaan saat melakukan proses penyidikan kepada tersangka kriminal namun terdapat kendala yang mungkin timbul dari penggunaan alat ini yaitu false negative dan false positive. False negative adalah orang yang merasa gugup, takut, dan merasa bersalah saat diuji dengan alat ini sehingga mendapat penilaian yang keliru atas hasil yang diperoleh, sedangkan false positive dihasilkan dari orang yang tidak merasa takut ataupun gugup sehingga hasil pengujian menyebutkan orang tersebut jujur padahal sebenarnya sebaliknya. Meskipun tingkat akurasi dari alat ini tidak bisa mencapai level sempurna alias 100% namun bagi orang yang tidak memiliki kemampuan menyembunyikan kebohongan, alat ini masih dapat diandalkan. Sementara bagi orang yang sudah mempelajari cara kerja alat ini mungkin saja akan mampu menyiasatinya dengan baik sehingga bisa memunculkan hasil false positive.
Institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sendiri telah menggunakan alat ini dalam banyak kasus yang ditangani, salah satu yang terkenal adalah saat mereka mengungkap kasus pembunuhan berantai yang melibatkan tersangka Ryan Jombang. Ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang dengan sadisnya melakukan mutilasi terhadap belasan korban yang kemudian berujung pada vonis hukuman mati pada tahun 2009.
Nah, bagi Anda yang penasaran ingin melihat dari dekat bentuk lie detector buatan Lafayette Instrument Company yang pernah digunakan pihak kepolisian, silakan kunjungi Museum Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Alat ini pertama kali muncul sekitar tahun 1902 yang bekerja dengan metode pengetesan dan perekaman aktivitas elektrik dari otak manusia yang digunakan secara luas pada awal-awal penemuannya oleh departemen kepolisian dan agen-agen FBI serta CIA. Sedangkan perusahaan distributor alat ini yang terkenal adalah Lafayette Instrument Company sebagai pemimpin global dalam penjualan polygraph di dunia (pangsa pasarnya mencapai 90%). Lafayette Instrument Company memproduksi alat ini di awal tahun 1950-an dimana sekitar 90 negera yang memiliki pemeriksa poligraf telah menggunakan alat ini.
Prinsip kerja lie detector adalah memonitor respons tubuh manusia termasuk perubahan tekanan darah, kecepatan degup jantung dan pernafasan, serta keluarnya keringat saat seseorang mendapat pertanyaan-pertanyaan dari penyidik. Dengan demikian pada sebuah alat lie detector biasanya terdapat paling tidak 3 (tiga) sensor kabel yaitu : (1) sensor pneumograph yang berguna untuk mendeteksi detak nafas (ditempel pada bagian dada dan perut), (2) sensor blood pressure cuff yang berfungsi guna mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung (ditempelkan pada bagian lengan), dan (3) sensor skin resistance yang berguna untuk mendeteksi keringat yang keluar dari tangan (ditempelkan pada jari-jari tangan).
Penguji atau pemeriksa poligraf selanjutnya akan memberikan sejumlah pertanyaan kepada orang yang dipasangi alat tersebut lalu mereka akan melihat dan membaca grafik yang ditampilkan untuk kemudian dijadikan bahan analisa apakah seseorang telah melakukan kebohongan atau tidak. Meskipun memiliki kegunaan saat melakukan proses penyidikan kepada tersangka kriminal namun terdapat kendala yang mungkin timbul dari penggunaan alat ini yaitu false negative dan false positive. False negative adalah orang yang merasa gugup, takut, dan merasa bersalah saat diuji dengan alat ini sehingga mendapat penilaian yang keliru atas hasil yang diperoleh, sedangkan false positive dihasilkan dari orang yang tidak merasa takut ataupun gugup sehingga hasil pengujian menyebutkan orang tersebut jujur padahal sebenarnya sebaliknya. Meskipun tingkat akurasi dari alat ini tidak bisa mencapai level sempurna alias 100% namun bagi orang yang tidak memiliki kemampuan menyembunyikan kebohongan, alat ini masih dapat diandalkan. Sementara bagi orang yang sudah mempelajari cara kerja alat ini mungkin saja akan mampu menyiasatinya dengan baik sehingga bisa memunculkan hasil false positive.
Institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sendiri telah menggunakan alat ini dalam banyak kasus yang ditangani, salah satu yang terkenal adalah saat mereka mengungkap kasus pembunuhan berantai yang melibatkan tersangka Ryan Jombang. Ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang dengan sadisnya melakukan mutilasi terhadap belasan korban yang kemudian berujung pada vonis hukuman mati pada tahun 2009.
Nah, bagi Anda yang penasaran ingin melihat dari dekat bentuk lie detector buatan Lafayette Instrument Company yang pernah digunakan pihak kepolisian, silakan kunjungi Museum Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.