Kalau Anda pernah menaiki bus Transjakarta dari Halte Harmoni, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, di ujung jalan yang mengarah ke selatan terdapat bangunan tua yang warnanya sudah lusuh dan tampak tidak terawat dengan baik.
Bangunan itu berada dekat lampu merah di pertemuan Jl Hayam Wuruk dan Jl Ir H Juanda. Tidak ada petunjuk nama bangunan karena kondisi saat ini sudah tidak ada aktivitas alias kosong. Hanya ada plang di tengah-tengahnya dengan bertuliskan “Restoran Istana Harmoni” meskipun sudah tidak ada aktivitas di sana. Di depan gedung eks Hotel des Galeries itu terdapat Molenvliet yaitu sebuah kanal sungai yang dibangun di jaman Hindia Belanda guna mengalirkan luapan air di sekitar daerah tersebut untuk dialirkan ke laut di utara Batavia. Aliran sungai ini juga dulunya dipakai sebagai jalur transportasi air untuk membawa mayat yang diangkut dengan perahu jenazah sebelum dimakamkan di Kebon Jahe Kober, Tanah Abang.
Keberadaan Hotel des Galeries tidak lepas dari sebuah cerita dimana ada seorang Arab waktu itu ditolak menginap di hotel terbaik di Jakarta yaitu Hotel des Indes (sekarang pertokoan Duta Merlin). Pada jaman Hindia Belanda hanya orang-orang Eropa yang boleh menginap di hotel mewah itu sehingga bagi orang non Eropa tidak dapat masuk ke sana. Nah, karena si orang Arab tadi merasa tersinggung, ia pun bertekad untuk membangun hotel sendiri yang kemudian berhasil diwujudkan dalam sebuah bangunan hotel bernama Hotel des Galeries yang lokasinya berada di seberang Hotel des Indes. Desain dan arsitektur hotelnya sendiri boleh dikatakan tak kalah dengan kemewahan Hotel des Indes yang sudah lebih dulu ada.
Seorang penulis sejarah dari Cornell University, Natalie Mobini Kesheh pernah menuliskan keberadaan Hotel des Galeries dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 1999. Disebutkan bahwa bangunan hotel yang berada di pojok Jalan Hayam Wuruk, Harmoni, Jakarta Pusat (yang berbelok ke arah Jalan Juanda) itu adalah sebuah hotel yang dikelola oleh orang Arab bernama Shaykh Salih bin Ubayd bin Abdat.
Hotel tersebut dibangun pada tahun 1930 yang diarsiteki EGH Cuypers, seorang arsitek ternama di Batavia. Dalam perjalanan waktu, hotel itu berubah nama menjadi Hotel Gayatri yang masih dimiliki oleh orang Arab, namun pada tahun 1991 jatuh ke tangan sebuah bank swasta (Bank Arta Prima) lalu sejak 2013 berpindah tangan lagi ke perseorangan.
Saat ini kondisi bangunan sudah sangat memprihatinkan padahal ia memiliki nilai sejarah yang tinggi. Banyak bagian bangunan yang sudah lapuk dan tidak terawat dengan baik. Seakan tidak mampu bersaing di jaman modern, gedung ini pun seolah tenggelam di tengah keramaian jalur padat kendaraan di sepanjang sisi Molenvliet yang di atasnya kini berdiri Halte Transjakarta Harmoni.