Ketika diminta menjawab pertanyaan alat membatik apa yang paling sering dipakai oleh pembatik, tentu jawaban yang paling mudah kita berikan adalah “canting.”
Canting sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti suatu alat untuk melukis di atas batik tulis. Dengan canting, pembatik dapat menempelkan cairan “malam” mengikuti alur motif yang diinginkan. Ujung canting yang disebut “cucuk” atau “carat” berfungsi layaknya sebuah mata pena yang mengalirkan cairan malam atau lilin. Sedangkan bagian lain dinamakan “nyamplung” yaitu tempat untuk memasukkan malam dalam kondisi panas.
Adanya sejumlah tipe atau jenis canting menentukan dalam menghasilkan suatu motif batik tertentu mengingat bahwa setiap garis atau titik dari dalam motif batik memiliki ketebalan dan karakter yang berbeda-beda.
Ujung canting yang dinamakan cucuk atau carat rata-rata terbuat dari tembaga karena bahan ini merupakan jenis penghantar panas yang baik sehingga saat mengambil lilin cair yang masih panas tidak akan cepat dingin. Sedangkan gagang canting sebagai pegangan bagi pembatik terbuat dari kayu atau bambu yang relatif tidak menghantarkan panas dibanding tembaga sehingga tidak mengganggu kenyamanan genggaman tangan pembatik. Pada saat sang pembatik hendak menempelkan ujung canting ke kain batik biasanya akan ditiup dulu pada bagian ujun tersebut dengan tujuan agar suhu cairan malam atau lilin agak mendingin sehingga mudah mengalir.
Salah satu jenis cantik membatik adalah Canting Klowongan yaitu sebuah canting berukuran besar yang memiliki 1 (satu) cucuk dan lazim dipakai untuk membuat kerangka utama atau pola awal motif batik pada kain yang disediakan. Ada lagi jenis canting carat loron (loro : dua) yaitu canting dengan cucuk 2 (dua) berjajar atas bawah yang digunakan untuk membuat suatu garis rangkap. Canting Telon yang berasal dari kata “telu” yang berarti “tiga” digunakan untuk membentuk segitiga yang berasal dari 3 (tiga) titik. Canting Cecekan adalah jenis canting berukuran kecil bercucuk satu dengan fungsi untuk membuat “isen-isen” pada suatu motif batik, misal titik-titik kecil sehingga kegiatan ini dapat disebut juga sebagai “nyeceki.”
Pada perkembangan selanjutnya dikenal adanya canting listrik. Secara bentuk, canting ini sama dengan canting tulis namun pengencer lilinnya menggunakan tenaga listrik yang disambungkan dengan kabel pada ujung belakang tangkainya.