Garut adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak kurang lebih 40 (empat puluh) kilometer dari Bandung ke arah timur yang memiliki ketinggian rata-rata 700 sd 750 mdpl sehingga beriklim sejuk.
Kabupaten Garut tidak hanya menyimpan pemandangan alam yang indah namun juga hasil kekayaan alam dan kerajinan rakyat yang terkenal. Nama Garut tidak hanya identik dengan dombanya dan juga tidak hanya sekedar tukang cukurnya karena Garut juga telah menjadi sentra penghasil berbagai hasil seni dan budaya seperti batik tulis, kerajinan kulit, anyaman bambu, batu permata, dan lain-lain. Pantas jika pada masa kolonial Hindia Belanda, Garut dijuluki sebagai “Swiss van Java” karena berbagai kelebihan yang dimiliki daerah tersebut.
Tradisi membatik di wilayah Garut diduga dimulai sejak jaman Kerajaan Mataram ketika Sultan Agung melakukan penyerangan ke Batavia. Garut di masa itu telah menjadi wilayah penting sebagai pemasok logistik bagi angkatan perang Kerajaan Mataram.
Batik asal Garut atau disebut batik Garutan memiliki ciri khas berupa kombinasi warna kuning gading, merah tua, biru tua, ungu tua, dan coklat kekuningan. Meski kebanyakan warna latar kain Garut adalah warna kuning gading namun dijumpai pula warna krem-putih yang disebut sebagai “lepaan.” Motif batiknya sendiri dominan berupa gambar dunia flora dan fauna disamping terdapat pengaruh dari motif batik Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Cirebon, dan Indramayu. Sebagai contoh, motif kawung, parang, dan sidomukti dipengaruhi oleh motif batik Yogyakarta dan Surakarta. Sementara pengaruh batik Indramayu tampak dari motif batik yang bernama Merak Ngibing.
Salah satu koleksi batik Garut yang tersimpan di Museum Tekstil, Petamburan, Jakarta Barat adalah motif Adumanis. Motif ini merupakan perpaduan dari 4 (empat) sekaligus dalam satu lembar kain batik tulis. Namun seiring waktu, perpaduannya mulai dikurangi sehingga hanya menjadi 2 (dua) perpaduan motif seperti lereng dan limar. Ada lagi motif Lancah yang memiliki gambar yang khas yaitu menyerupai sarang hewan laba-laba.
Tradisi membatik di wilayah Garut diduga dimulai sejak jaman Kerajaan Mataram ketika Sultan Agung melakukan penyerangan ke Batavia. Garut di masa itu telah menjadi wilayah penting sebagai pemasok logistik bagi angkatan perang Kerajaan Mataram.
Batik asal Garut atau disebut batik Garutan memiliki ciri khas berupa kombinasi warna kuning gading, merah tua, biru tua, ungu tua, dan coklat kekuningan. Meski kebanyakan warna latar kain Garut adalah warna kuning gading namun dijumpai pula warna krem-putih yang disebut sebagai “lepaan.” Motif batiknya sendiri dominan berupa gambar dunia flora dan fauna disamping terdapat pengaruh dari motif batik Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Cirebon, dan Indramayu. Sebagai contoh, motif kawung, parang, dan sidomukti dipengaruhi oleh motif batik Yogyakarta dan Surakarta. Sementara pengaruh batik Indramayu tampak dari motif batik yang bernama Merak Ngibing.
Salah satu koleksi batik Garut yang tersimpan di Museum Tekstil, Petamburan, Jakarta Barat adalah motif Adumanis. Motif ini merupakan perpaduan dari 4 (empat) sekaligus dalam satu lembar kain batik tulis. Namun seiring waktu, perpaduannya mulai dikurangi sehingga hanya menjadi 2 (dua) perpaduan motif seperti lereng dan limar. Ada lagi motif Lancah yang memiliki gambar yang khas yaitu menyerupai sarang hewan laba-laba.
Kain panjang Adumanis Garut, batik tulis, katun :
Kain panjang Ceplok Garut, batik tulis, katun :
Kain panjang Lancah Garut, batik tulis, katun :