Umumnya
sebuah curug atau air terjun berada di suatu lokasi yang jauh dari perkampungan
penduduk, misalnya di tengah hutan yang kanan kirinya ditumbuhi berbagai macam
pepohonan lebat dan dikelilingi tebing bebatuan terjal.
Namun
tidak demikian dengan air terjun yang satu ini : Curug Sigay. Lokasinya tidak
berada di lokasi terpencil namun justru berlokasi tepat di balik sebuah perkampungan
padat penduduk di Babakan Nagawir RT 04 RW 06, Geger Arum Baru, Kelurahan
Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung.
Meskipun
sudah diberikan alamat yang jelas namun tidak mudah untuk dapat menyusuri
jalanan sampai tempat yang dimaksud karena aksesnya tidak dapat ditembus dengan
kendaraan roda 2 (dua), apalagi roda 4 (empat). Kita harus banyak bertanya
kepada penduduk sekitar agar mampu melewati lorong gang sepanjang kompleks
perumahan penduduk setempat sebelum pada akhirnya bisa sampai di lokasi curug.
Tenang aja, warga di sana ramah-ramah koq, jadi tak perlu ragu untuk selalu
bertanya kepada penduduk lokal.
Dari
penelusuran sejarah diketahui bahwa saat terjadi letusan Gunung Tangkubanperahu
55.000 tahun lalu, lava yang keluar dari perut bumi dengan suhu mencapai 10.000
derajat Celcius mengalir sepanjang Cibereum dan Cihideung hingga sampai di
lokasi Curug Sigay berada.
Air
terjun dengan ketinggian mencapai sekitar 15 (lima belas) meter ini disebut
Curug Sigay yang berasal dari kata “sigay” (bahasa Sunda) yang berarti sebuah
tangga panjang yang terbuat dari bambu untuk keperluan mengambil kawung atau
enau.
Meskipun
curug ini memiliki potensi dijadikan sebagai objek wisata komersial namun
diperlukan adanya penataan ulang yang serius dan tertata agar menarik minat
para traveler. Saat kedatangan saya ke sana di bulan Oktober 2019, kondisi curug
tidak begitu bersih akibat masih adanya tumpukan sampah yang menyangkut di
bawah curug. Air curug yang cenderung kotor juga menyebabkan kurang enak untuk
dilihat, apalagi dijadikan tempat berbasah-basah. Beberapa warga hanya terlihat
memanfaatkan kolam curug di bawah sebagai tempat memancing ikan.
Bagi
Anda yang penasaran melihat air terjun ini, mulailah berjalan masuk ke dalam
lokasi Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sampai menemukan
Gelanggang Olahraga Bumi Siliwangi. Nah di sudut seberang belakang terdapat
gang kecil yang diberi pagar besi agar sepeda motor tidak bisa keluar masuk (namun
masih bisa dilewati badan manusia, asal jangan terlalu gemuk…he…he…he…). Setelah
lolos dari pintu berpagar besi itu, susuri lorong gang sepanjang padatnya
perumahan penduduk di sana. Setelah melewati lorong berlika-liku, Anda akan
mendapati sebuah curug “kecil” namun bukan ini yang dimaksud Curug Sigay. Anda
mesti menuruni lagi gang tersebut dan pada akhirnya sampailah di lokasi yang
sesungguhnya. Lokasinya tepat di balik gang sempit yang terhimpit rumah-rumah
yang berdiri tak beraturan. Anda bisa langsung turun ke bawah tanpa perlu
membayar sepeser pun karena curug ini belum dikelola secara komersial.
Meski tidak terlalu indah dilihat karena kondisinya yang memprihatinkan dan debit air yang tidak terlalu besar namun ada kepuasan tersendiri saat bisa menemukan lokasi ini setelah melalui lorong-lorong gang berliku sepanjang kompleks perumahan penduduk yang begitu padat dan tak mudah diingat arahnya. Ketika maghrib mulai datang, saya melangkahkan kaki untuk kembali menuju jalan besar di depan kampus UPI guna menuju ke basecamp saya di rumah saudara di Cibeunying Kidul, Kota Bandung. Tenaga harus disimpan dengan baik karena esok hari akan dimulai sebuah petualangan lain yang cukup nekad dalam menjajal jalur pendakian sebuah gunung stratovolcano di daerah perbatasan Bandung dan Sumedang.
Meski tidak terlalu indah dilihat karena kondisinya yang memprihatinkan dan debit air yang tidak terlalu besar namun ada kepuasan tersendiri saat bisa menemukan lokasi ini setelah melalui lorong-lorong gang berliku sepanjang kompleks perumahan penduduk yang begitu padat dan tak mudah diingat arahnya. Ketika maghrib mulai datang, saya melangkahkan kaki untuk kembali menuju jalan besar di depan kampus UPI guna menuju ke basecamp saya di rumah saudara di Cibeunying Kidul, Kota Bandung. Tenaga harus disimpan dengan baik karena esok hari akan dimulai sebuah petualangan lain yang cukup nekad dalam menjajal jalur pendakian sebuah gunung stratovolcano di daerah perbatasan Bandung dan Sumedang.