Entah
siapa yang pertama kali memperkenalkan dan mempopulerkan istilah ‘Tembok
Ratapan’ ini karena sejak masuk di kampus tersebut pada tahun 1994 sampai
lulus, saya belum pernah mendengarnya.
Mendengar
kata Tembok Ratapan, kita tentu akan terbawa pikirannya pada Jerusalem dimana
tempat itu telah menjadi tempat suci bagi umat Yahudi yang dibangun di masa
Nabi Sulaiman. Namun mendengar Tembok Ratapan di kampus ITB (Institut Teknologi
Bandung) tentu saja menjadi hal yang sangat aneh dan tak lazim.
Merunut
pada metode kuliah tingkat pertama yang dulu pernah saya alami dimana semua
mahasiswa baru diharuskan melewati masa TPB (Tahapan Persiapan Bersama) maka
masa-masa itu menjadi salah satu masa terberat yang harus dilalui bagi
mahasiswa ITB. Salah satu mata kuliah yang harus dilewati adalah Fisika Dasar
dimana mata kuliah ini menjadi sebuah momok yang sangat menakutkan. Entah bagi
mereka yang memiliki dasar-dasar pendidikan Fisika yang cukup dari SMA, namun
bagi saya, melewati mata kuliah wajib yang satu ini cukup memeras otak serta
perjuangan mental yang tak mudah.
Atas
dasar tingkat kesulitan yang tinggi maka menjadi hal yang lumrah jika jumlah
mahasiswa yang mampu meraih nilai A pada mata kuliah Fisika Dasar ini terbilang
minim. Kenangan manis tentu akan diraih jika saat membaca pengumuman hasil
ujian yang terpampang di papan pengumuman yang tertempel di balik kaca
transparan yang ada di Jurusan Fisika ini sesuai dengan harapan. Memperoleh nilai A akan menjadi sebuah kebanggaan dan kebahagiaan tiada tara. Namun sebaliknya, jika
menemukan nama kita dengan nilai yang tidak sesuai harapan (D atau E), munculah rasa sedih disertai ratapan ‘tangis’ yang mendalam.
Mungkin karena saking dominannya mahasiswa TPB harus menerima kenyataan pahit
melihat hasil nilai yang jeblok maka di lokasi tempat papan pengumuman itu
berada kemudian disebut dengan ‘Tembok Ratapan’.
Bagi Anda yang ingin bernostalgia mengunjungi tembok tersebut, Anda dapat menuju bangunan Jurusan Fisika ITB (berdekatan dengan Jurusan Teknik Sipil). Tepat di lorong yang lantainya menggunakan marmer jaman dulu (motif kotak-kotak kecil) yang jika arah mata tertuju ke lantai sambil berjalan bakal membuat kepala ‘berkunang-kunang’, maka di situlah lokasi ‘Tembok Ratapan’ berada.
Sampai saat ini (paling tidak ketika saya menyusuri lorong tersebut di tahun 2019), papan pengumuman kaca yang berisi informasi akademik Jurusan Fisika itu masih ada. Tentu saja kita tidak perlu lagi melakukan ‘ratapan’ di tembok itu karena peristiwanya sendiri telah menjadi sebuah kenangan yang begitu lama ditinggalkan.
Bagi Anda yang ingin bernostalgia mengunjungi tembok tersebut, Anda dapat menuju bangunan Jurusan Fisika ITB (berdekatan dengan Jurusan Teknik Sipil). Tepat di lorong yang lantainya menggunakan marmer jaman dulu (motif kotak-kotak kecil) yang jika arah mata tertuju ke lantai sambil berjalan bakal membuat kepala ‘berkunang-kunang’, maka di situlah lokasi ‘Tembok Ratapan’ berada.
Sampai saat ini (paling tidak ketika saya menyusuri lorong tersebut di tahun 2019), papan pengumuman kaca yang berisi informasi akademik Jurusan Fisika itu masih ada. Tentu saja kita tidak perlu lagi melakukan ‘ratapan’ di tembok itu karena peristiwanya sendiri telah menjadi sebuah kenangan yang begitu lama ditinggalkan.