Beberapa
waktu lalu muncul perbincangan hangat tentang desain Masjid Al Safar yang
terletak di Jalan Tol Purbaleunyi, Purwakarta, dimana bentuk desain segitiga
sempat dikait-kaitkan dengan simbol iluminati.
Jauh sebelum Ridwan Kamil mendesain Masjid Al Safar, di sebuah sudut kota di Jakarta, beliau telah merancang dan membangun masjid “segitiga” di Jalan Kotabumi Ujung, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Masjid tersebut dirancang pada tahun 2012 dan selesai dibangun pada tahun 2015 yang kemudian diresmikan pada tanggal 25 Juni 2015. Secara tidak sengaja saya berhasil mengunjungi masjid ini saat mencari tempat sholat ketika waktu maghrib telah datang dalam sebuah perjalanan memakai Commuterline dari Stasiun Tangerang dan turun di Stasiun Sudirman.
Karena
bentuknya yang tidak lazim, Ridwan Kamil kala itu juga harus menghadapi protes
warga terkait bentuk desain masjid yang kontroversial. Bagian atap masjid yang
biasanya berupa kubah, disulap oleh Ridwan Kamil menjadi bentuk segitiga seperti
yang dijumpai pada desain rumah tinggal. Alhasil ide ini kemudian mendapat
pertentangan keras dari sebagian warga. Namun dengan bantuan DKM Masjid Jamie
Darussalam, warga sekitar berhasil diyakinkan bahwa bentuk segitiga itu pada
hakekatnya tidak berpengaruh pada sah tidaknya sholat. Ridwan Kamil hendak
memberikan pola pikir kepada masyarakat Indonesia bahwa bagian atas sebuah
masjid tidak selalu harus berbentuk kubah. Maka ia mengadopsi bentuk atap
rumah-rumah di Indonesia sebagai atap masjid tersebut.
Karena
bentuknya yang berupa segitiga, masyarakat sekitar pun kemudian memberi nama
masjid ini dengan Masjid Segitiga. Dan layaknya masjid-masjid lain pada
umumnya, masjid ini sudah mulai aktif digunakan baik sebagai tempat ibadah
maupun kegiatan bercorak Islam lainnya seperti pengajian rutin, termasuk
aktivitas ibadah di bulan Ramadhan.