Sewaktu saya kecil, melihat berbagai foto masjid dengan arsitektur indah dan menawan hanya bisa dilakukan ketika melihat kalender dinding yang didapat ibu dari toko emas. Salah satu masjid yang dulunya hanya bisa dilihat di foto kalender dan berhasil saya kunjungi langsung adalah Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta.
Masjid Agung Al-Azhar didirikan oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) sejak tanggal 19 November 1953 di atas lahan tanah seluas 43.755 meter persegi. Sejarah pendiriannya dimulai ketika pada tahun 1960, Prof Dr Mahmoud Syaltout yang merupakan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berkunjung ke Masjid Agung Kebayoran Baru, Jakarta, dalam rangka memberikan materi kuliah umum kepada jamaah masjid. Setelah itu beliau menambahkan nama “Al-Azhar” yang kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Agung Al-Azhar.
Masjid Agung Al-Azhar didirikan oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) sejak tanggal 19 November 1953 di atas lahan tanah seluas 43.755 meter persegi. Sejarah pendiriannya dimulai ketika pada tahun 1960, Prof Dr Mahmoud Syaltout yang merupakan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berkunjung ke Masjid Agung Kebayoran Baru, Jakarta, dalam rangka memberikan materi kuliah umum kepada jamaah masjid. Setelah itu beliau menambahkan nama “Al-Azhar” yang kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Agung Al-Azhar.
Desain
masjid ini secara umum merupakan perpaduan antara arsitektur bergaya Masjid
Hij’ di Saudi Arabia dan arsitektur Masjid Qibtiyah di Mesir. Salah satu
keunikan masjid ini adalah banyaknya jendela masjid sehingga angin dari luar
mudah masuk ke ruangan dalam masjid, menghasilkan udara yang tetap dingin.
Sirkulasi ini hanya dibantu dengan kipas angin dan tidak memerlukan perangkat
AC.
Sebagaimana
umumnya desain indoor masjid-masjid tradisional di Indonesia, di sepanjang
dinding masjid dalam dihiasi banyak kaligrafi mulai dari dinding depan sampai
dalam kubah. Untuk di bagian kubah sendiri kaligrafi yang tertulis di sana
adalah asmaul husna.
Karena
menyimpan nilai sejarah yang tinggi maka berdasarkan keputusan Pemda DKI
Jakarta, pada tanggal 19 Agustus 1993, masjid ini ditetapkan sebagai cagar
budaya nasional. Salah satu tokoh kunci yang ikut membesarkan eksistensi masjid
ini adalah Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).
Jika suatu saat Anda sedang melakukan perjalanan ke Jakarta, mampirlah sejenak ke masjid ini. Selain dapat melakukan ibadah dengan tenang, di sini Anda juga akan disuguhi keindahan arsitektur masjid yang eksotis dengan balutan warna putih yang dominan pada sekeliling luar bangunan masjid.
Jika suatu saat Anda sedang melakukan perjalanan ke Jakarta, mampirlah sejenak ke masjid ini. Selain dapat melakukan ibadah dengan tenang, di sini Anda juga akan disuguhi keindahan arsitektur masjid yang eksotis dengan balutan warna putih yang dominan pada sekeliling luar bangunan masjid.