Kata “zuriat” yang
merupakan kata serapan dari bahasa Arab bermakna “keturunan atau anak cucu”.
Sedangkan Raja Isa (atau dalam bahasa lokal juga disebut Nong Isa) adalah penguasa
pertama di Pulau Batam.
Ayah dari Nong Isa
bernama Raja Ali, putra Daeng Kemboja Yang Dipertuan Muda Riau III yang
menggantikan Raja Haji Fisabilillah. Sedangkan ibu kandungnya bernama Raja
Penuh binti Sultan Salehuddin, Sultan Selangor.
Dalam arsip-arsip
sejarah, Raja Isa disebut sebagai tokoh penting dalam keluarga raja diraja di
Pulau Penyengat, salah satu pulau bersejarah di Kepulauan Riau, dimana pada
sekitar tahun 1800-an, Nong Isa memperoleh perintah dari Sultan Riau dan Muda
Riau VI agar memegang tampuk pemerintahan di kawasan Nongsa, Batam. Maka
setelah memperoleh surat mandat pada tanggal 22 Jumadil Akhir 1245 H atau
bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1829, ia pun memulai masa kehidupan
barunya di Nongsa, Batam. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari
Jadi Kota Batam.
Sejak dirintis oleh
Nong Isa, kawasan Nongsa mulai perlahan berkembang menjadi sebuah kota
pelabuhan yang penting yang mampu menggantikan pelabuhan sebelumnya di Selat
Bulang yang mulai sepi dari aktivitas pelabuhan sejak ditinggalkan oleh
Temenggung Abdulrahman yang memilih pindah ke Singapura pada tahun 1818.
Ketika saya selesai
melakukan rihlah ke kawasan Kebun Raya Batam, ketemulah lokasi pemakaman Zuriat
Raja Isa ini yang berada di atas sebuah perbukitan kecil di Kampung Nongsa
Pantai, Kel. Sambau, Kec. Nongsa, Kota Batam. Meski disebut sebagai pemakaman
Raja Isa namun makam Raja Isa sendiri masih menjadi misteri karena sampai saat
ini belum ditemukan lokasi persis pemakamannya ada di mana. Di sini hanya ada makam
zuriat atau anak-anak keturunan Nong Isa.
Sayangnya, kompleks wisata sejarah tersebut
tidak memiliki semacam juru kunci atau penjaga makam sehingga para pengunjung
yang kebetulan berada di sana tidak dapat memperoleh keterangan detail akan
sejarah pemakaman itu dan siapa saja yang dikuburkan di sana.