Drama
kisah percintaan ala film-film Korea sebenarnya tidak hanya terjadi di jaman
sekarang karena hal seperti itu sudah pernah terjadi saat-saat awal
kedatangan risalah Islam yang dibawa
Nabi Muhammad SAW. Salah satu kisah yang menyentuh hati adalah cerita panjang
percintaan menyayat hati yang dialami Mughits kepada Barirah.
Dalam
catatan sejarah Islam, baik Barirah maupun Mughits adalah sama-sama berangkat
dari seorang budak yang dimiliki oleh masing-masing tuannya. Sebagaimana
diketahui bahwa di jaman Arab masa dulu sudah menjadi hal biasa adanya praktek
perbudakan baik yang dialami kaum wanita maupun pria.
Dialah
Mughits, seorang laki-laki berkulit hitam legam yang menjadi budak dari Abu
Ahmad bin Jahsi Al Asadi, salah satu dari sahabat Nabi SAW yang memeluk Islam
sejak di Mekah. Mughits adalah budak yang berasal dari Afrika dan terdampar di
kota Mekah sampai kemudian ditemukan oleh tuannya, Abu Ahmad. Karena
pengabdiannya yang begitu luar biasa kepada tuannya, si Mughits ini mendapatkan
perlindungan dan kasih sayang yang besar dari Abu Ahmad. Sampai kemudian jiwa
Mughits pun terbuka menerima cahaya Islam sehingga membuat tuannya makin
menyayangi dan mengistimewakan dirinya.
Karena
Mughits sering melihat keromantisan cinta antara Abu Ahmad dan istrinya, ia pun
ingin mendapatkan cinta dari seorang perempuan yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Lalu Mughits meminta kepada tuannya untuk merestui niatnya mencari calon
jodohnya dimana tuannya dengan senang hati memenuhi permintaan budak
kesayangannya itu namun dengan syarat pernikahannya dilakukan setelah mereka
berangkat hijrah ke Yatsrib sesuai dengan nubuwah Nabi Muhammad SAW agar kaum
muslim berpindah ke kota itu.
Sesampainya
di Madinah, Abu Ahmad pun mulai membuka kesempatan kepada Mughits untuk mencari
sendiri calon istri yang ia sukai. Hingga akhirnya bertemulah ia dengan seorang
budak perempuan berkulit hitam namun manis dan cantik. Mughits menemukannya di salah satu rumah
penduduk kaum Anshor dari Bani Hilal. Nama budak perempuan yang menjadi cinta
pertama dan terakhirnya itu adalah Barirah.
Setelah
yakin dengan tambatan hatinya, Mughits segera menemui Abu Ahmad guna
menyampaikan hasratnya untuk mempersunting Barirah. Mughits
tampaknya sudah tak sabar lagi untuk menjalin perjalanan cinta dengan pujaan hatinya
itu di bawah naungan pernikahan yang halal dalam Islam. Maka Abu Ahmad pun mendatangi keluarga Bani
Hilal dengan maksud mempersunting Barirah untuk Mughits.
Keluarga Bani Hilal sebenarnya sudah setuju dengan pinangan itu, namun apa daya, Barirah sendiri menolak menjadi istri Mughits. Cinta membara yang ada dalam diri Mughits ternyata bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya Mughits dalam perkara kejujuran dan kebaikan lainnya dalam pribadi yang bersahaja, tidak membuat Barirah luluh hatinya. Itulah misteri cinta, tak ada yang dapat memaksa untuk datang dan tumbuh dari kedua belah pihak.
Keluarga Bani Hilal sebenarnya sudah setuju dengan pinangan itu, namun apa daya, Barirah sendiri menolak menjadi istri Mughits. Cinta membara yang ada dalam diri Mughits ternyata bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya Mughits dalam perkara kejujuran dan kebaikan lainnya dalam pribadi yang bersahaja, tidak membuat Barirah luluh hatinya. Itulah misteri cinta, tak ada yang dapat memaksa untuk datang dan tumbuh dari kedua belah pihak.
Mendengar
bahwa pinangannya ditolak, hati Mughits hancur berkeping-keping bagai tersayat sembilu. Remuk redam
seluruh perasaannya saat itu setelah mengetahui cintanya tak diterima Barirah. Hatinya
terpukul dan hancur berantakan bak dipalu godam. Tak ada laki-laki
yang akan kuat menerima kenyataan seperti yang dialami oleh Mughits. Dengan
berbagai usaha, Mughits terus mendesak kepada majikannya untuk bernegosiasi
dengan Bani Hilal dengan tujuan agar keputusan Barirah dapat berubah. Mughits
sudah berketetapan tidak akan menikah dengan perempuan lain selain Barirah,
sang pujaan hatinya.
Maka
proses “diplomasi cinta” itu pun harus dilakukan oleh Abu Ahmad demi membantu
keinginan budak kesayangannya itu. Setelah melalui beberapa kali pertemuan
ulang dengan Bani Hilal, akhirnya berita bahagia pun diterima Mughits : Barirah
mau menerima cintanya !. Sungguh luar biasa bahagianya hati Mughits. Namun
tidak demikian dengan Barirah. Ia sebenarnya masih belum dapat memberikan
cintanya kepada Mughits. Keputusan menerima pinangan itu hanya karena faktor
keterpaksaan !.
Maka
setelah pernikahan dilangsungkan, hari-hari Barirah tak berubah, ia tak bisa
menumbuhkan rasa cinta kepada suaminya itu. Kehidupan rumah tangganya
bersama Mughits dilalui dengan rasa hambar. Kewajiban sebagai seorang pasangan hanya merupakan wujud dari kepatuhan seorang istri kepada suami. Di balik
itu ia tak bergairah sama sekali menjalani hari-hari bersama Mughits. Gejolak
batinnya tak dapat dibohongi bahwa ia sama sekali tidak mencintai Mughits.
Untuk
mencari kawan sebagai tempat mencurahkan keluh kesahnya, Barirah lalu pergi
menemui ummul mukminin Aisyah ra. Ia sendiri memang sudah terbiasa membantu
pekerjaan rumah Aisyah sehingga hubungan keduanya terjalin erat. Barirah
menyampaikan permasalahan rumah tangganya yang begitu berat ia pikul. Ia
menyatakan kepada Aisyah bahwa ia mau dinikahi Mughits karena faktor
keterpaksaan dan kini tidak tahu harus berbuat apa untuk menyikapi
kegundah-gulanaan itu. Meskipun Aisyah sudah memberikan nasehat kepada Barirah
untuk bersabar dengan keadaaan itu namun Barirah tetap tak bisa mengubah kata
hatinya. Semakin berusaha untuk mencintai Mughits justru semakin muncul rasa
kebencian yang mendalam.
Di
sisi lain Mughits pun mulai mengetahui hal yang sebenarnya dialami istrinya
itu. Ia tahu Barirah tak mencintainya dengan tulus karena apa yang
ditunjukannya selama ini hanya sekedar pemenuhan kewajiban istri kepada suami.
Mughits kembali merasakan kesedihan karena makin lama bukannya benih-benih
cinta yang ia dapatkan tetapi kebencian dari istrinya. Ia berjuang meyakinkan
istrinya agar luluh dan dapat menerimanya apa adanya. Namun usaha itu tak
membuahkan hasil.
Jalan terakhir yang berusaha ia lakukan adalah menunggu sikap Barirah setelah anak dalam kandungan istrinya lahir ke dunia kelak. Mughits berharap adanya kehadiran seorang anak dapat membuat benih-benih cinta Barirah dapat tumbuh kembali. Namun harapan itu pun pupus. Tak ada cinta yang diharapkan Mughits muncul dari diri Barirah. Makin ruwet bukan !. Maka Barirah kembali menemui Aisyah untuk berkonsultasi yang pada akhirnya ditemukan solusi dimana seorang wanita dapat menempuh hak khiyar (memilih untuk meneruskan pernikahan atau bercerai) dengan syarat wanita itu sudah terbebas dari perbudakan di saat suaminya masih berstatus budak.
Jalan terakhir yang berusaha ia lakukan adalah menunggu sikap Barirah setelah anak dalam kandungan istrinya lahir ke dunia kelak. Mughits berharap adanya kehadiran seorang anak dapat membuat benih-benih cinta Barirah dapat tumbuh kembali. Namun harapan itu pun pupus. Tak ada cinta yang diharapkan Mughits muncul dari diri Barirah. Makin ruwet bukan !. Maka Barirah kembali menemui Aisyah untuk berkonsultasi yang pada akhirnya ditemukan solusi dimana seorang wanita dapat menempuh hak khiyar (memilih untuk meneruskan pernikahan atau bercerai) dengan syarat wanita itu sudah terbebas dari perbudakan di saat suaminya masih berstatus budak.
Setelah
melalui proses panjang akhirnya Barirah dapat lepas dari status budaknya
melalui pembayaran dengan uang dengan bantuan Aisyah. Ia membawa uang yang
diterima dari Aisyah untuk diserahkan kepada majikannya. Betapa gembiranya
Barirah setelah bebas menjadi manusia biasa. Langkah selanjutnya yang ia tempuh
adalah meminta Rasulullah SAW untuk dapat memisahkan dirinya dari Mughits. Ia
berkata kepada Nabi SAW, “Wahai
Rasulullah, aku memohon kepadamu agar kiranya sudi menceraikanku dari Mughits
karena aku sekarang sudah merdeka sedangkan ia masih menjadi budak. Aku sudah
tidak kuat hidup bersamanya lagi”. Selanjutnya diutuslah seseorang guna
mengabarkan kepada Mughits bahwa Barirah telah memutuskan untuk bercerai
darinya. Mendengar kabar menyakitkan itu, Mughits jatuh pingsan. Ia tidak bisa
menerima kenyataan pahit yang harus ia alami. Rasa cintanya yang begitu
mendalam dan tak tergantikan itu kini harus benar-benar pupus. Tak ada lagi
semangat dalam mengarungi kehidupan pasca diceraikan Barirah. Ia menangis dan
meratapi kesedihannya sepanjang hari. Kemana pun ia pergi, bayang-bayang
Barirah tak bisa lepas dari pelupuk matanya. Jenggotnya basah oleh tetesan air
mata yang seakan tak pernah bisa kering.
Rasulullah
SAW begitu mengetahui kejadian yang dialami Mughits itu lalu berkata kepada
Abbas bin Abdul Muthalib, “Wahai Abbas,
tidakkah engkau takjub akan besarnya cinta Mughits kepada Barirah dan
sebaliknya, kebencian Barirah kepada Mughits ?”. Jawab Abbas, “Betul, wahai Rasulullah. Sungguh kejadian
yang mereka alami sangatlah aneh”. Langkah terakhir yang berusaha Nabi
lakukan guna mencoba menengahi permasalahan itu adalah dengan membujuk Barirah
untuk ruju’ dengan suaminya itu. Barirah sempat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda menyuruhku untuk ruju’ dengannya ?”.
Barirah tahu bahwa apa yang disabdakan Rasul jika merupakan perintah maka wajib
untuk dipatuhinya. Rasul hanya menjawab, “Aku
hanya memberi saran begitu”. Maka karena bukan perintah, Barirah tak
bergeming dan tetap pada pendiriannya. Maka berakhirlah kisah percintaan
Mughits dengan Barirah.
Penutup
Kisah
di atas memberikan banyak dimensi kehidupan tentang cinta antara laki-laki dan
perempuan. Di satu sisi, ada sosok Mughits yang telah berjuang atas nama cinta
sejatinya kepada Barirah. Namun perjuangannya yang panjang harus berakhir
dengan ending yang tak memuaskan
hatinya. Usahanya sia-sia dan tak membuahkan hasil. Kisah cintanya harus
terkubur dalam-dalam dengan hanya menyisakan kepedihan mendalam.
Di
sisi lain, Barirah juga harus berjuang untuk berusaha mencintai sosok Mughits.
Namun karena cinta tidak dapat diciptakan, ia tidak berhasil menumbuhkan rasa
itu kepada suaminya. Kesehariannya bersama Mughits tak lantas membuatnya jatuh
cinta kepada Mughits. Bahkan sebaliknya, ia makin memendam rasa benci kepada
suaminya.
Itulah makna cinta yang sesungguhnya, sesuatu
hal yang tak bisa direkayasa sedemikian rupa sehingga membuat hati orang akan
berubah dengan sendirinya. Semuanya bersumber dari relung hati yang paling
dalam, karena cinta tak boleh ada paksaan.