Pada
tanggal 15 Januari 2019 saya berkesempatan mengunjungi Gedung Bentara Budaya
Jakarta yang kebetulan sedang menyelenggarakan pameran lukisan.
Gedung
ini dalam perjalanan waktunya memang sering dipakai sebagai tempat
penyelenggaraan pameran seni termasuk seni lukis. Dan pada medio Januari 2019
lalu, giliran para pelukis asal Pulau Sulawesi unjuk gigi.
Frans
Sartono selaku Direktur Program Bentara Budaya dalam kata pengantarnya
menyatakan bahwa “happening art” sempat berlangsung di Makassar, lebih dari 17
(tujuh belas) tahun lalu. Ketika itu, pelukis Ali Walangadi membakar puluhan
lukisannya yang dilakukan usai Ali berpameran di Universitas Hasanuddin,
Makassar. Aksi itu merupakan bentuk keprihatinan sang seniman atas minimnya
apresiasi masyarakat terhadap seni rupa di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota
Makassar.
Pada
waktu itu, mereka berkarya di tengah tarik-menarik kepentingan antara kebutuhan
ekonomi dan apa yang mereka sebut sebagai “melukis apa yang kita kehendaki”.
Dalam bahasa mereka, rangsang kreatif dan nafsu kesenian sering terusik oleh
kebutuhan dapur. Namun dalam sebuah pameran di Bentara Budaya Jakarta pada
Agustus 2003, mereka bertekad untuk apa yang mereka sebut sebagai “melukis seni”
yang memuaskan hati para seniman, tidak hanya memuaskan pasar.
Dan
hampir 15 (lima belas) tahun kemudian yaitu pada bulan Januari 2019, semangat
yang sama mendasari pameran seni rupa bertajuk Sulawesi Pa’rasanganta. Kurator pameran, Anwar Jimpe Rachman,
menangkap dinamika kreativitas perupa di Sulawesi Selatan. Sejumlah karya
memilih tema kehidupan sehari-hari di Sulawesi Selatan, seperti nelayan, perahu
phinisi, sampai permainan tradisi sepak raga. Namun ada juga yang mencoba “melihat
ke dalam” atau bermain di wilayah batin. Mereka merefleksikan gagasan
pergulatan batin.
Apapun
wujud karya mereka, inilah bentuk semangat berkesenian dari para seniman
Sulawesi Selatan. Semangat itulah yang menjadikan terwujudnya pameran pertama
Bentara Budaya Jakarta di tahun 2019.
|
Mike Turusy "D' Legend". Cat minyak pada kanvas 130 x 130 cm, 2014 |
|
Muhammad Suyudi "My greatest Indonesian of All". Cat minyak pada kanvas 140 x 140 cm, 2017 |
|
Faisal U A "The Glimmer Twins from Makassar". Akrilik pada kanvas 130 x 130 cm, 2018 |
|
Mike Turusy "Mengukir Diri". Cat minyak pada kanvas 134 x 124 cm, 2017 |