Abdul Haris Nasution
yang dianugerahi pahlawan nasional lahir di Kotanopan, Sumatera Utara pada
tanggal 3 Desember 1918. Almarhum juga merupakan penggagas Dwifungsi ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia).
Memasuki
kompleks museum yang berada di Jalan Teuku Umar No 40, Menteng, Jakarta Pusat,
kita akan disuguhi patung Jenderal Besar AH Nasution dengan posisi kedua tangan
di belakang pinggang atau posisi istirahat upacara. Terdapat 2 (dua) meriam
mengapit patung setinggi sekitar 2 (dua) meter tersebut.
Di
sebelah kiri bangunan utama terdapat garasi dan beberapa bangunan kecil yang
mengelilinginya. Tempat inilah yang dulunya ditempati Lettu Pierre Tendean yang
merupakan ajudan Jenderal AH Nasution.
Sementara di bagian belakang bangunan utama terdapat bangunan baru dimana salah satu ruangannya dipakai sebagai Kantor Yayasan Ade Irma Suryani Nasution.
Sementara di bagian belakang bangunan utama terdapat bangunan baru dimana salah satu ruangannya dipakai sebagai Kantor Yayasan Ade Irma Suryani Nasution.
Ruangan
dalam Museum Jenderal Besar AH Nasution terdiri dari beberapa bagian yaitu
:
Ruang Kerja
Di ruang ini terdapat puluhan koleksi buku karya Jenderal AH
Nasution yang disusun secara rapi di dalam sebuah lemari kayu. Terdapat juga
meja kerja AH Nasution lengkap dengan patungnya dalam posisi sedang menulis. Di
meja kerja AH Nasution juga terpajang sebuah pesawat telepon dan mesin ketik
kuno yang dulunya sering dipakai AH Nasution.
Ruang Makan
Di
ruangan ini terdapat diaroma ketika pasukan Cakrabirawa menodongkan senjatanya
ke arah Nyonya Nasution yang sedang menggendong Irma Suryani Nasution.
Ruang Kuning
Dinamakan
Ruang Kuning karena AH Nasution mendesain ruangan ini dengan dominasi warna
kuning baik pada tembok, karpet, dan gorden. Di tempat ini biasanya AH Nasution
menerima tamu baik dari dalam maupun luar negeri.
Ruang Tidur
Ruang
Tidur AH Nasution berada di sebelah kanan dari arah depan rumah. Ruangan ini
merupakan saksi bisu kekejaman G30S/PKI yang berusaha menculik dan bahkan
hampir membunuh AH Nasution. Di tempat ini kita dapat menyaksikan bekas
tembakan pasukan Cakrabirawa yang meleset dan mengenai pintu, tembok, serta
meja di dalam kamar. Bagian pintu juga mengalami keretakan akibat ditendang
secara keras dan kasar oleh pasukan Cakrabirawa. Di dalam kamar tersebut juga
tersimpan berbagai koleksi bekas pakaian AH Nasution.
Tidak
jauh dari Ruang Tidur terdapat sebuah diorama ketika Jenderal AH Nasution
hendak menyelamatkan diri dari penculikan pasukan Cakrabirawa. AH Nasution
waktu itu berhasil lolos dengan cara melompati tembok yang berbatasan dengan
kediaman duta besar Irak. Sementara itu anaknya, Ade Irma Suryani Nasution
terkena tembakan senjata pasukan Cakrabirawa
Ruang Senjata
Pada
awalnya ruangan ini merupakan ruang tidur putri sulung AH Nasution, Hedrianti
Sahara Nasution. Di sini terpampang senjata yang dipakai pasukan Cakrabirawa
ketika menembak Ade Irma Suryani Nasution. Orang yang menembaknya adalah Kopral
Dua Hargiono, anggota pasukan Cakrabirawa.
Ruang Ade Irma
Ruangan ini berada bersebelahan dengan Ruang Tidur dimana terdapat pintu yang menghubungkan diantara 2 (dua) ruangan tersebut. Di dalam ruangan ini terdapat benda-benda kesayangan Ade Irma seperti baju seragam Kowad mini, tas kulit kecil, sepatu, dan boneka.
Salah satu lukisan yang menyayat hati pengunjung adalah lukisan AH Nasution dan Irma Suryani yang ditambahkan kalimat, "Papaa...apa salah adek ?".
Ruang Ade Irma
Ruangan ini berada bersebelahan dengan Ruang Tidur dimana terdapat pintu yang menghubungkan diantara 2 (dua) ruangan tersebut. Di dalam ruangan ini terdapat benda-benda kesayangan Ade Irma seperti baju seragam Kowad mini, tas kulit kecil, sepatu, dan boneka.
Salah satu lukisan yang menyayat hati pengunjung adalah lukisan AH Nasution dan Irma Suryani yang ditambahkan kalimat, "Papaa...apa salah adek ?".
Pada halaman belakang, pengunjung dapat melihat mobil Volvo milik AH Nasution dimana di bagian depan dan belakang mobil terdapat tanda bintang 5 (lima). Mobil ini merupakan pemberian BJ Habibie ketika AH Nasution dianugerahi penghargaan Jenderal Besar pada tanggal 5 Oktober 1997.
Kejadian 01 Oktober 1965 di Kediaman AH Nasution
Pada
dini hari 01 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa melakukan percobaan penculikan
terhadap 7 (tujuh) perwira Angkatan Darat termasuk AH Nasution. Letnan
Doel Arief yang
memimpin pasukan untuk menculik AH Nasution datang dengan 4 (empat) truk dan 2
(dua) mobil militer. Penjaga rumah di pos jaga melihat kendaraan yang datang
tidak menaruh curiga. Seorang penjaga sedang tidur di bagian depan dan satu
lagi sedang bertugas di bagian belakang rumah. Dalam sebuah bangunan yang
terpisah, 2 (dua) ajudan AH Nasution sedang tidur, seorang diantaranya adalah
letnan muda Pierre Tendean.
Pasukan
Cakrabirawa pimpinan Letnan Doel Arief berhasil melompati pagar dan membekuk
para penjaga. Pasukan lainnya mengepung rumah dari seluruh sisi. Ada sekitar 15
(lima belas) tentara yang masuk ke rumah AH Nasution.
Istri
AH Nasution mendengar pintu rumah dibuka paksa. Ia kemudian bangkit dari tempat
tidurnya untuk memeriksa dan membuka pintu kamar tidur namun yang didapatinya
adalah sejumlah pasukan Cakrabirawa yang berdiri dengan senjata yang
siap dalam posisi menembak. Dia segera menutup pintu dan berteriak guna
memberitahu suaminya. AH Nasution ingin melihat situasi namun ketika membuka
pintu, pasukan Cakrabirawa menembak ke arahnya. Dia melemparkan dirinya ke
lantai dan istrinya membanting dan mengunci pintu. Orang-orang di sisi lain
mulai menghancurkan pintu bawah dan melepaskan tembakan-tembakan ke arah dalam
kamar tidur. Nyonya AH Nasution memerintahkan suaminya untuk keluar melalui
pintu lain dan menyusuri koridor ke pintu samping rumah. Nasution berlari ke
halaman rumahnya menuju dinding yang memisahkan halamannya dengan Kedutaan Besar Irak.
Meskipun pasukan Cakrabirawa berhasil memergokinya dan lalu menembaknya namun meleset. AH Nasution berhasil lolos meski harus mengalami patah pergelangan kaki saat ia jatuh ke halaman Kedutaan Besar Irak.
Meskipun pasukan Cakrabirawa berhasil memergokinya dan lalu menembaknya namun meleset. AH Nasution berhasil lolos meski harus mengalami patah pergelangan kaki saat ia jatuh ke halaman Kedutaan Besar Irak.
Akibat
kegaduhan yang dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa, seluruh penghuni rumah
terbangun. Ibu dan adik AH Nasution, Mardiah yang juga tinggal di rumah itu
berlari ke kamar tidur Nasution. Mardiah membawa putri AH Nasution yang saat
itu masih berusia 5 (lima) tahun, Irma Suryani Nasution. Ia memeluk erat
anak itu dan mencoba lari ke arah lain. Saat berlari, seorang pasukan
Cakrabirawa melepaskan tembakan ke arahnya melalui pintu. Irma Suryani Nasution
terkena 3 (tiga) tembakan yang bersarang di punggungnya. Dia akhirnya meninggal
5 (lima) hari kemudian setelah dirawat di RS Gatot Soebroto. Sementara
putri sulung AH Nasution, Hendrianti Sahara Nasution yang saat itu berusia 13
(tiga belas) tahun berhasil melarikan diri dan bersembunyi di sebuah kamar
ajudan AH Nasution.
Lettu
Czi Pierre Tendean, ajudan AH Nasution yang mendengar adanya kegaduhan lalu
mengambil senjatanya namun ketika keluar rumah ia tertangkap dalam beberapa
langkah. Sementara itu, setelah mendorong suaminya keluar rumah, Nyonya
Nasution lari ke dalam dan membawa putrinya yang terluka. Saat ia menelepon
dokter, pasukan Cakrabirawa mencecarnya dengan pertanyaan dimana suaminya
berada. Sambil memarahi Doel Arief, ia mengatakan bahwa suaminya sedang berada
di luar kota. Pasukan ini pun akhirnya pergi dengan membawa Pierre Tendean.
Nasution
akhirnya tiba di Markas Kostrad sekitar pukul 6 (enam) sore dan Soeharto mulai
mengerahkan pasukan yang dipimpin Sarwo Edhie Wibowo untuk
mengamankan Jakarta dari G30S/PKI. Di sana, AH Nasution menerima pertolongan
pertama untuk pergelangan kakinya yang patah.