Mengunjungi kompleks Lubang Buaya
atau Monumen Pancasila Sakti di Jakarta Timur di tahun 2019 ini adalah
kunjungan kedua kalinya dimana kunjungan pertama terjadi di sekitar tahun 1989
saat saya masih bersekolah di SMPN 4 Purwokerto dalam rangka study tour ke
sejumlah tempat di Jakarta.
Dibanding kunjungan pertama, dalam
kunjungan kali ini saya lebih leluasa menelusuri setiap sudut dari kompleks
Lubang Buaya tersebut sehingga lebih memiliki informasi detail yang diperoleh
dari lokasi.
Beberapa gedung dan spot khusus yang
dibangun dalam kompleks tersebut adalah
:
-Rapat-Rapat Persiapan
Pemberontakan (September 1965)
-Latihan Sukarelawan
di Lubang Buaya (5 Juli-30 September 1965)
-Penculikan Letnan
Jenderal TNI Ahmad Yani (1 Oktober 1965)
-Penganiayaan di
Lubang Buaya (1 Oktober 1965)
-Pengamanan Lanuma
Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)
-Pengangkatan Jenazah
Pahlawan Revolusi (4 Oktober 1965)
-Proses Lahirnya
Supersemar (11 Maret 1966)
-Pelantikan Jenderal
Soeharto sebagai Presiden (12 Maret 1967)
-Tindak Lanjut
Pelarangan PKI (26 Juni 1982)
Disamping itu terdapat beberapa
ruang khusus di Museum Paseban yang dapat dimasuki pengunjung yaitu :
Dalam Ruang Relik ini tersimpan koleksi pakaian yang
dikenakan oleh para Pahlawan Revolusi saat diculik dan dibunuh oleh kawanan
gerombolan PKI. Benda lain yang tersimpan di sini antara lain aqualung yaitu alat
bantu pernapasan yang digunakan para petugas saat mengangkat jenazah para
Pahlawan Revolusi dari sumur Lubang Buaya.
1.b Ruang Teater
Ruang Teater merupakan tempat khusus untuk pemutaran
rekaman bersejarah pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi, proses pemakaman di
Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan lain-lain.
Ruang Pameran Foto Dokumenter menyediakan rangkaian foto pengangkatan
jenazah Pahlawan Revolusi dan proses pemakaman mereka di TMP Kalibata.
Di dalam ruangan gedung Museum Pengkhianatan PKI, kita
dapat menjumpai informasi yang lengkap terkait dengan rentetan kejadian yang
melibatkan kelompok pemberontak PKI yang terjadi sejak awal revolusi
kemerdekaan sampai peristiwa 30 September 1965.
Sejumlah diorama di
Museum Pengkhianatan PKI tersebut antara lain menceritakan tentang agitasi dan
pemberontakan PKI di sejumlah daerah sebelum peristiwa besar G30S, diantaranya Peristiwa
Tiga Daerah (4 November 1945), Aksi Teror Gerombolan Ce’Mamat (9 Desember
1945), Aksi Kekerasan Pasukan Ubel-Ubel di Sepatan Tangerang (12 Desember
1945), Pemberontakan PKI di Cirebon (14 Februari 1946), Pemogokan Buruh
Sarbupri di Delanggu (23 Juni 1948), Pengacauan Surakarta (19 Agustus 1948),
Pemberontakan PKI di Madiun (18 September 1948), Pembunuhan di Kawedanan Ngawen
Blora (20 September 1948), Pembebasan Gorang-Gareng (28 September 1948),
Pembantaian di Dungus (1 Oktober 1948), Pembunuhan Massal di Tirtomoyo (4
Oktober 1948), Serangan Gerombolan PKI ke Asrama Polisi (6 Agustus 1951),
Peristiwa Tanjung Morawa (16 Maret 1953), Peristiwa Bandar Betsi (14 Mei 1965),
dan lain-lain.
Bangunan rumah berukuran sekitar 8 x 15,5 m ini
berada persis di samping Sumur Maut. Di dalam bangunan ini terdapat ruangan khusus
di bagian beranda yang digunakan sebagai tempat penyiksaan beberapa Pahlawan
Revolusi sebelum dieksekusi mati. Konon rumah tersebut sebelumnya adalah milik Bambang
Harjono yang awalnya digunakan sebagai tempat belajar Sekolah Rakyat. Karena
Bambang Harjono sendiri merupakan simpatisan PKI maka rumahnya kemudian diserahkan
kepada PKI untuk digunakan dalam aktivitas mereka.
Di dalam rumah tersebut
terdapat diorama yang menggambarkan suasan penyiksaan para Pahlawan Revolusi yang
terjadi pada malam 30 September 1965. Para jenderal itu ditutup matanya dengan
kain dan disiksa secara kejam oleh PKI beserta sukarelawan seperti Pemuda
Rakyat dan Gerwani. Para jenderal yang mengalami penyiksaan sebelum dieksekusi
mati adalah Mayor Jenderal TNI R. Soeprapto, Mayor Jenderal TNI S. Parman, Brigadir
Jenderal TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Letnan Satu Czi Pierre Andreas Tendean.
Disebut dengan “Sumur Maut” karena
di sinilah jenazah Pahlawan Revolusi dibuang dan ditimbun setelah mengalami
penyiksaan begitu dahsyat di Rumah Penyiksaan. Sumur tua sedalam kurang lebih
12 (dua belas) meter dengan diameter sekitar 75 (tujuh puluh lima) centimeter
tersebut menjadi saksi bisu kekejaman gerombolan PKI.
Untuk melindungi sumur dari
kerusakan akibat hujan dan peristiwa lain, kini di sekeliling sumur tersebut
dibangun bangunan seperti cungkup. Di sekitar Sumur Maut terdapat sejumlah
bangunan lain yaitu Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Dapur Umum, dan tentu saja
Monumen Pancasila Sakti.
Bangunan monumental yang ada di
kompleks Lubang Buaya adalah Monumen Pancasila Sakti yang dibangun untuk
mengingatkan generasi muda atas perjuangan para Pahlawan Revolusi dalam berjuang
guna mempertahankan ideologi Pancasila atas ancaman ideologi terlarang yaitu
komunisme.
Cara Menuju Lokasi
Untuk menuju ke lokasi, Anda dapat menggunakan angkutan publik berupa Transjakarta dengan tujuan akhir Pinang Ranti, salah satunya adalah Transjakarta Koridor 9 Pluit – Pinang Ranti. Setelah turun di halte Pinang Ranti, Anda dapat melanjutkan perjalanan menuju lokasi dengan mengunakan ojek online atau angkot.
Setibanya di pintu gerbang yang berada di Jl Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Anda tinggal masuk menuju lokasi Lubang Buaya sekitar 500-an meter lagi ke arah dalam. Lokasi ini letaknya berada di sebuah lahan yang diapit oleh perkampungan di sekitar Lubang Buaya. Biaya karcis masuk per pengunjung (diluar biaya parkir mobil atau sepeda motor) adalah sebesar Rp 4.000,00. Jam buka dimulai dari pukul 08.00 sd 16.00 WIB setiap hari kecuali hari Senin. Agar tidak terlalu capai akibat harus mengitari seluruh area Lubang Buaya disarankan untuk membawa makanan dan minuman yang cukup meski Anda pun dapat membeli makanan dan minuman di dalam kompleks.