Di halaman depan Museum Satria Mandala
Jakarta terdapat papan bertuliskan kata-kata Soekarno yang sangat terkenal ”Jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
jasa para pahlawannya”.
Museum ini berlokasi di tengah-tengah
kota Jakarta tepatnya di Jl. Gatot Soebroto No. 14 Jakarta Selatan dimana di
museum ini tersimpan sejumlah koleksi benda-benda bersejarah peninggalan perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Karena mengandung nilai sejarah yang tinggi, museum yang
sedemikian luas ini dapat dijadikan sebagai media yang cocok bagi para orang
tua atau guru dalam rangka menanamkan rasa nasionalisme dan kebangsaan
Indonesia kepada para anak muda.
Ruangan utama digunakan sebagai
diorama yang dibagi menjadi 4 bagian : (1) Masa Revolusi 1945-1949 (2) Masa
Parlementer 1949-1959 (3) Masa Orde Lama 1959-1966, dan (4) Masa Orde Baru
1966-1998. Ruang pamer yang paling menarik selain ruangan senjata tentu saja
adalah ruang Pangsar Soedirman yang berisi sejumlah benda-benda bersejarah
milik pahlawan kebanggaan bangsa Indonesia itu seperti tandu yang dipakai
semasa memimpin perang kemerdekaan, meja dan tempat tidur yang dulunya dipakai
beliau di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, maupun koleksi lainnya berupa tanda
pangkat, bintang penghargaan tanda jasa, pedang, sarung tangan, tas kerja, dan
lain-lain.
Koleksi yang ada di Museum Satria
Mandala antara lain berupa alat persenjataan seperti pistol, pedang, senapan, bambu
runcing, granat, torpedo, dan lain-lain. Sejumlah pesawat tempur juga
ditampilkan di sini sehingga semakin menarik sebagai tujuan wisata bersejarah
maupun sebagai tempat rekreasi bagi segala umur. Salah satu koleksi pesawat
yang terkenal adalah Dakota RI-001 Seulawah yang merupakan sumbangan dari
rakyat Aceh pada tahun 1948.
Di bagian
halaman belakang, pengunjung museum juga dapat melihat sejumlah koleksi
kendaraan lapis baja seperti tank dan panser. Berbagai kendaraan tempur itu
pernah berjasa dalam operasi penumpasan pemberontakan di Indonesia seperti pemberontakan
PRRI di Sumatera, Permesta di Sulawesi, RMS di Maluku, dan DI/TII di Sumatera,
Jawa Barat, dan Sulawesi.
Sebelum
menjadi museum, kompleks gedung ini merupakan tempat dimana Soekarno melepas
kepenatan di sela-sela bertugas sebagai kepala negara. Itulah yang kemudian
dinamakan Wisma Yaso. Soekarno awalnya membangun wisma ini untuk istri kelima
beliau yaitu Ratna Sari Dewi. Namun di sini pula Soekarno harus menjalani hidup
sebagai tahanan politik di masa Soeharto yang menyebabkan beliau mengalami
kesulitan kesehatan sampai kemudian menghembuskan nafas terakhir pada tahun
1970.
Pengunjung bisa datang ke museum ini dari hari Selasa sampai dengan
Minggu mulai pukul 09.00 sd 14.30 WIB. Jika menaiki bus Transjakarta, Anda bisa
turun di Halte Gatot Soebroto LIPI atau Gatot Soebroto Jamsostek lalu
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju lokasi. Tiket masuk pun
cukup terjangkau, hanya sekitar Rp 4.000,00. Sebaiknya Anda membawa bekal
makanan dan minuman yang cukup karena di dalam lokasi tidak dijumpai restaurant
atau warung makan yang memadai.