Dalam sejumlah keterangan yang terpampang di ruang pamer Museum Joang 45 disebutkan bahwa Gedung Menteng 31 merupakan lokasi para pemuda dalam merancang berbagai aksi dalam upaya merebut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI berhasil dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, di gedung ini dibentuk Komite van Aksi pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh 11 (sebelas) tokoh utama pemuda yaitu Sukarni, Chairul Saleh, AM Hanafi, Wilkana, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Armunanto, Maruto, Nitimihardjo, Kusnaeni, dan Djohar Nur. Berbagai aksi yang berhasil dilakukan oleh komite ini antara lain mendesak agar dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), PETA dan Heiho agar dijadikan Tentara Rakyat Indonesia (TRI), termasuk usulan pembentukan beberapa organisasi seperti Barisan Pemuda, Barisan Buruh, dan Barisan Tani. Barisan Pemuda ini kemudian menjelma menjadi Angkatan Pemuda Indonesia (API). Komite ini juga memprakarsai peristiwa Rapat Raksasa Ikada yang bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dan lepas dari pengaruh penjajah. Akibat dilaksanakannya rapat raksasa tersebut, sejumlah pemuda Menteng 31 seperti AM Hanafi, Darwis, DN Aidit, Manaf, Roni, Sidik, Kertapati, MH Lukman, Wahidin Nasution, dan Adam Malik ditangkap oleh tentara Jepang.
Tokoh Utama Pemuda Menteng 31
Meskipun terdapat puluhan pemuda yang aktif di Menteng 31 namun setidaknya terdapat beberapa nama yang menjadi tokoh sentral sebagaimana diabadikan di Museum Joang 45 yaitu :
Chaerul Saleh
Chaerul Saleh merupakan tokoh intelektual muda yang juga menjadi ketua PPPI. Bersama Sukarni dan AM Hanafi, Chaerul Saleh menjalankan Asrama Angkatan Muda Indonesia dan Komite van Aksi sebagai wakil ketua. Pada masa persiapan proklamasi kemerdekaan, Chaerul Saleh ikut “mengamankan” Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Ia juga mengikuti rapat penyusunan naskah proklamasi di kediaman Laksamana Maeda (sekarang Museum Perumusan Naskah Proklamasi). Pada waktu itu, di tengah-tengah perdebatan terhadap siapa yang pantas dan berhak menandatangani naskah teks proklamasi, Chaerul Saleh dengan lantang menyebut nama Soekarno dan Hatta sebagai orang yang menandatangani “atas nama bangsa Indonesia”.
Pada masa kedaulatan Indonesia, Chaerul Saleh menjadi ketua umum Badan Musyawarah Besar Angkatan 45, lalu pernah juga menjabat sebagai Deputi Perdana Menteri, dan Ketua MPRS.
AM Hanafi
AM Hanafi adalah seorang pemuda asal Bengkulu yang disebut-sebut sebagai anak emas Soekarno. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Soekarno dibuang dalam pengasingan di Bengkulu pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Selanjutnya AM Hanafi dikirim ke Jakarta untuk merasakan masa-masa perjuangan kemerdekaan. Ketika bertemu Adam Malik dan Sukarni lalu membuka Asrama Angkatan Muda Indonesia di Gedung Menteng 31. Ia pula yang berusaha membujuk Soekarno agar para pemuda tetap diijinkan untuk tinggal dan menggunakan Gedung Menteng 31 saat pendirian PUTERA yang juga berkantor di sana. AM Hanafi juga ikut terlibat dalam rapat “penculikan” Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Setelah kemerdekaan, AM Hanafi tercatat pernah menjadi Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat pada masa Kabinet Djuanda dan menjadikan Gedung Menteng 31 sebagai kantornya. Kemudian ia juga pernah menjadi anggota DPA, MPRS, Kongres Pembebasan Irian Barat, Partindo, dan lain-lain. Pada tahun 1963, AM Hanafi ditugaskan ke Kuba sebagai duta besar RI di sana. Ironisnya ia juga menjadi buangan politik (persona non grata) dan tidak dapat kembali ke tanah air sehingga ia dan keluarganya harus tinggal di Paris.
Adam Malik
Pada masa perebutan kemerdekaan, Adam Malik adalah Kepala Kantor Berita Antara yang kemudian diubah namanya menjadi Domei oleh pemerintah Jepang. Adam Malik juga seorang diplomat ulung dan konseptor handal dengan ide-ide yang cemerlang serta pandangan politiknya yang luas. Melalui Adam Malik-lah terbentuk Asrama Angkatan Baru Indonesia. Melalui rapat di kediamannya yang dihadiri pemuda-pemuda radikal seperti Sukarni, Chaerul Saleh, dan AM Hanafi, akhirnya Gedung Menteng 31 berhasil direbut dan dijadikan sebagai markas pergerakan pemuda di jaman itu. Ia juga ikut andil dalam penamaan Komite van Aksi dimana ia berfikiran bahwa demi kepentingan bangsa yang mendesak diperlukan aksi dan bukan hanya menunggu dan menunggu. Saat peristiwa rapat raksasa di Ikada, sebelumnya ia berhasil meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk menghadiri acara tersebut meskipun dikhawatirkan terjadi bentrok dan pertumpahan darah dengan tentara Jepang.
Pada masa Orde Baru, Adam Malik diangkat menjadi Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri yang selanjutnya diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.
Sukarni
Ia adalah seorang pemuda Menteng 31 yang pada saat pendirian Asrama Angkatan Baru Indonesia diangkat sebagai ketua umum. Ia juga menjadi tokoh utama “penculikan” Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok meskipun pada akhirnya penyusunan naskah proklamasi akhirnya dipindahkan ke rumah Laksamana Maeda. Pasca proklamasi kemerdekaan, ia bersama pemuda lainnya membentuk Komite van Aksi dan menjadi ketua umum.