Peningkatan
kebutuhan logistik perdagangan dunia menyebabkan VOC mendirikan bangunan yang
digunakan sebagai gudang rempah-rempah seperti pala dan lada, termasuk
komoditas lain seperti the, kopi, tekstil, dan hasil tambang.
Gudang
ini menempati tepi Sungai Ciliwung dimana di sisi timur didirikan Gudang Timur
(Oostzidsche Pakhuizen) yang saat ini tinggal sisa-sisanya karena terpotong
oleh pembangunan jalan tol. Di sisi barat terdapat 4 (empat) bangunan beton
yang disebut Gudang Barat (Westzidjsche Pakhuizen) yang pada abad ke-18
ditambah dengan beberapa gudang kayu.
Dibangun
secara bertahap sejak 1652 hingga 1759, bangunan ini membawa ciri arsitektur
yang sejaman dengan bangunan-bangunan sejenis di Belanda. Sesuai fungsinya
sebagai gudang, bangunan ini didirikan secara masif dengan sedikit bukaan dan
tanpa teras. Belakangan kemudian
dipasang teras kayu di sekeliling bangunan yang berfungsi sebagai alur jalan
para penjaga.
Saat ini eks Gudang Barat tersebut difungsikan
sebagai Museum Bahari. Koleksinya terdiri dari peninggalan sejarah budaya
kebaharian nusantara maupun spesies atau biota kelautan Indonesia. Di sini Anda
dapat memperoleh informasi tentang sejarah maritim nusantara serta melihat
langsung bukti sejarah kolonisasi Belanda serta pengaruhnya di Indonesia.
Lokasi Museum Bahari adalah di Jalan Pasar
Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, dan tidak jauh dari situ terdapat bangunan eks
Uitkijk
Post atau dikenal sebagai Menara Syahbandar. Harga tiket masuknya sendiri untuk dewasa Rp 5.000,00 per orang dengan jam buka mulai pukul 09.00 sd 15.00 WIB setiap hari Selasa sampai dengan Minggu. Hari Senin dan hari besar nasional, museum tutup.
Kronologi Bangunan
1652 :
Pembangunan Westzijdsche Pakhuizen dan Oostzijdsche Pakhuizen
1652-1759 :
Pengembangan bangunan pergudangan oleh VOC
1942-1945 :
Gudang logistik tentara Jepang
> 1945 :
Gudang PLN dan PTT
1976 :
Pemugaran oleh Pemda DKI Jakarta
1977 :
Penetapan sebagai Museum Bahari