Kalau
Anda sudah pernah mengunjungi Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal sebagai
Museum Fatahillah mungkin Anda waktu itu mendapati adanya sebuah dinding batu
bertuliskan bahasa Belanda dan di bawahnya berbahasa Jawa yang terletak di
halaman belakang museum. Namun apakah Anda tahu apa yang tersurat dan tersirat
dalam paragraf tulisan tersebut ?.
Setelah dicoba ditelusuri via
google, ada cerita di balik itu semua. Ketika ada sebuah nama orang yang
tertulis di situ “Pieter Erberveld” maka saya mencoba menelisik siapa
sebenarnya tokoh yang satu ini. Pria tersebut rupanya adalah seorang warga
keturunan Indo-Jerman yang pada waktu itu melakukan perlawanan terhadap
pemerintah Batavia di bawah kekuasaan VOC. Sebagai salah seorang tuan tanah,
Pieter Erberveld merasa dirugikan ketika penguasa kolonial Belanda menyita
ratusan hektar tanah miliknya. Perlawanan tersebut mendapat simpati dan dukungan dari warga pribumi yang
memiliki kepentingan yang sama dalam menentang Belanda.
Pada tanggal 1 Januari 1722, VOC pada
akhirnya berhasil menangkap Erberveld bersama beberapa pengikutnya dengan
tuduhan akan melakukan perbuatan makar. Selama sekitar 4 (empat) bulan Pieter Erberveld
dipenjara lalu dijatuhi hukuman mati pada tanggal 22 April 1722. Namun yang
membuat hukuman mati itu menjadi sangat sadis adalah dengan tidak lazim.
Tubuhnya diikat pada kuda lalu ditarik secara berlawanan ke empat arah sehingga
badannya hancur. Kepalanya kemudian dipenggal dan ditancapkan di ujung lembing.
Selanjutnya di lokasi pembantaian itu dibuat sebuah monumen sebagai peringatan
atau ancaman bagi siapa saja yang memberontak atau melawan pemerintah Belanda.
Pada tahun 1985 monumen itu kemudian
dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta sedangkan tempat terjadinya tragedi
mengerikan itu lalu dikenal dengan sebutan ”Kampung Pecah Kulit” yang berada di
sekitar Jl Pangeran Jayakarta. Nama ini merujuk pada kejadian hukuman mati
kepada Erberveld yang tubuhnya terpecah-pecah saat eksekusi dilakukan dengan
mengikat tubuhnya pada kuda dan ditarik ke arah yang saling berlawanan.
Arti dalam bahasa Indonesia pada tulisan yang
terpahat pada Monumen Pieter Erberveld adalah kira-kira sebagai berikut :
“Sebagai kenang-kenangan
yang menjijikkan terhadap pengkhianat Pieter Erberveld yang telah dihukum maka
tak seorang pun sekarang atau seterusnya diijinkan membangun, menukang,
memasang batu-bata, atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722”.