Dalam
tulisan-tulisan sebelumnya sudah dibahas bagaimana sejarah bercerita tentang
keberadaan pelabuhan Sunda Kelapa yang pada awalnya merupakan bagian dari
Kerajaan Tarumanagara, lalu berpindah tangan ke Kerajaan Hindu Sunda Pajajaran,
sampai akhirnya direbut oleh Fatahillah beserta pasukannya di tahun 1527.
Setelah
masa 491 tahun dilewati yaitu sejak ditaklukan oleh Fatahillah di tahun 1527,
lalu bagaimana sebenarnya kondisi pelabuhan tersebut saat ini ?. Saya berhasil
mencoba memasuki pelabuhan Sunda Kelapa beberapa waktu lalu dan melihat
langsung kondisi dan aktivitas terkini di sana .
Sebagai
penghobi jalan kaki, saya melakukan perjalanan ke pelabuhan Sunda Kelapa dari
Stasiun Jakarta Kota dengan menyusuri Jalan Kali Besar yang searah dengan
aliran Sungai Krukut, ke arah utara melewati Jembatan Kota Intan, terus
berjalan kembali sampai menemukan pintu gerbang masuk pelabuhan Sunda Kelapa.
Pelabuhan
ini bisa diakses dengan semua jenis alat transportasi mulai dari pejalan kaki
seperti saya, sepeda motor, mobil, truk, sampai trailer. Untuk pejalan kaki
hanya dikenakan biaya masuk sebesar Rp 2.500,00, sepeda motor Rp 3.000,00,
mobil Rp 5.000,00, dan seterusnya.
Begitu menginjakkan kaki di kompleks
pelabuhan, suasana panas dan kering bercampur debu dan tanah beterbangan sangat
terasa. Hal ini tentu saja tidak membuat nyaman bagi pengunjung yang tidak
membawa mobil. Maka ada baiknya jika Anda menyiapkan kain sebagai masker untuk
mengurangi polusi debu masuk ke saluran pernafasan.
Sesaat ketika mulai menyusuri pinggir
dermaga dimana deretan kapal-kapal kayu sedang bersandar, tiba-tiba muncul
bapak setengah baya yang menawarkan sewa perahu keliling. Namun saya tidak
begitu tertarik karena hanya seorang diri saja ditawari keliling sekitar pelabuhan,
sementara tidak ada standard biaya yang diterapkan. Lagi pula melihat-lihat di
sekeliling pelabuhan tidak harus dengan menaiki kapal. Cukup berjalan menyusuri
pinggir dermaga, kita bisa melihat aktivitas yang biasa terjadi di pelabuhan
tradisional seperti ini.
Sejumlah kapal ditemukan sedang bersandar
baik tanpa aktivitas maupun yang sedang melakukan kegiatan bongkar muat barang
seperti pupuk, semen, dan lain-lain. Deretan truk-truk besar juga terlihat
berjejer di sepanjang pinggir pelabuhan. Sementara di bagian lain terlihat
tumpukan kontainer yang menambah suasana lain dari sebuah sisi kehidupan sebuah
pelabuhan.
Memilih mendatangi pelabuhan Sunda Kelapa
di siang hari sepertinya bukan pilihan yang tepat karena sengatan sinar
matahari sedang terik-teriknya. Apabila Anda berencana mengunjungi pelabuhan
ini, disarankan pada waktu pagi atau sore sekalian sehingga tidak terlalu
terasa sengatan mataharinya. Efek guratan sinar sore hari juga dapat menambah
keindahan foto jika Anda ingin mengambil gambar dengan latar belakang
kapal-kapal Phinisi yang sedang bersandar di pelabuhan. Di sebelah lain, Anda
dapat melihat aktivitas bongkar muat barang dengan peralatan yang lebih canggih
seperti crane.
Saya pun pada akhirnya harus segera mengakhiri petualangan di pelabuhan Sunda Kelapa ini karena nyaris tidak ada alasan lain untuk terlalu berlama-lama di sana dikarenakan harus mengunjungi tempat lain yang sudah diagendakan untuk dikunjungi pada hari yang sama.
Saya pun pada akhirnya harus segera mengakhiri petualangan di pelabuhan Sunda Kelapa ini karena nyaris tidak ada alasan lain untuk terlalu berlama-lama di sana dikarenakan harus mengunjungi tempat lain yang sudah diagendakan untuk dikunjungi pada hari yang sama.