Prabowo Subianto adalah cucu dari
Margono Djojohadikusumo, pendiri BNI (Bank Negara Indonesia ). Ia merupakan anak dari
begawan ekonomi Indonesia ,
Soemitro Djojohadikusumo. Prabowo memiliki 2 (dua) kakak perempuan,
Bintianingsih dan Mayrani Ekowati, serta seorang adik laki-laki bernama Hashim
Djojohadikusumo.
Prabowo Subianto menikah dengan
Siti Hediati Heriyadi atau lebih dikenal dengan panggilan tatiek, anak Presiden
Soeharto. Usia pernikahan mereka tidak lama pasca mundurnya Soeharto dari
jabatan Presiden RI .
Karier militer Prabowo bisa
dikatakan cemerlang. Setelah 2 (dua) tahun lulus dari Akademi Militer Magelang,
Prabowo ditunjuk sebagai Komandan Peleton Para Komando Grup I Komando Pasukan
Sandhi Yudha (Kopassandha). Pada tahun 1978 Prabowo memimpin pasukan Kopassus
dan menangkap Wakil Ketua Fretilin dan Perdana Menteri pertama Timor Leste,
Nicolau dos Reis Lobato. Tahun 1983 Prabowo dipercaya menjadi Wakil Komandan
Detasemen 81 Penanggulangan Teroris dari Komando Pasukan Khusus TNI-AD (Gultor
Kopassus). Selepas menyelesaikan pelatihan Special Forces Officer Course di
Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggung jawab sebagai Komandan
Batalyon Infanteri Lintas Udara. Ketika itu ia mendapat tugas untuk membebaskan
12 (dua belas) ilmuwan yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Belum berhenti sampai di situ,
karier Prabowo terus melejit. Ia diangkat menjadi Danjen Kopassus pada tahun
1995. Selanjutnya, pada tahun 1998, ia menjabat sebagai Pangkostrad. Jabatan
ini sangat strategis karena dapat menggerakan pasukan cadangan dalam situasi
darurat.
Menjelang detik-detik tumbangnya
Orde Baru, Prabowo terlibat perang dingin dengan Wiranto yang ketika itu
menjabat sebagai Panglima ABRI. Perang dingin bermula saat Wiranto menganggap
Prabowo berbahaya saat melihat pasukannya bergerak liar di Jakarta . Wiranto lalu mengusulkan kepada
Presiden Soeharto agar menggeser posisi Prabowo dari jabatan Pangkostrad
menjadi Komandan Sekolah dan Staf Komando ABRI di Bandung. Ironisnya, ketika
itu Prabowo masih berstatus sebagai menantu Soeharto.
Setelah pencopotan itu terjadi,
otomatis karier Prabowo di dunia militer habis. Lalu ia terjun ke dunia politik
dan mencalonkan diri menjadi capres dari Partai Golkar melalui Konvensi Capres
Golkar di tahun 2004. Meski lolos sampai putaran akhir, perjalanan Prabowo
kandas karena perolehan suaranya kalah dari Wiranto.
Setelah tersingkir dari Partai
Golkar, Prabowo kemudian mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
dimana pada Pemilu 2009, Gerindra mendapatkan 26 (dua puluh enam) kursi DPR.
Hal ini mengantarkan dirinya mendampingi Megawati sebagai cawapres pada Pemilu
2009. Namun kala itu, pasangan ini harus mengakui kekalahan satu putaran saat
berhadapan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono.
Catatan di atas dapat dibaca
dalam sebuah buku berjudul "Rapor Capres ; Analisis dan Prediksi Menuju
RI-1" karya Guruh Dwi Riyanto dan Pebriansyah Ariefana yang diterbitkan
oleh Penerbit Galang Pustaka pada tahun 2014.