Reklamasi pantai utara Jakarta sejak awal menuai
banyak polemik. Ada
pihak yang pro dan ada pihak lain yang kontra. Pihak yang pro terutama berasal
dari kalangan pengusaha, sedangkan pihak yang kontra terutama berasal dari para
aktivis lingkungan hidup dan nelayan.
Berikut kutipan yang disarikan
dari buku "Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok ; Menuntut Keadilan untuk
Rakyat" karya Marwan Batubara oleh Penerbit YPSI cetakan tahun 2017 yang
memuat sejumlah pihak yang menolak proyek reklamasi Teluk Jakarta .
Chalid Muhammad - Ketua Institut Hijau Indonesia & Mantan Direktur
WALHI :
Reklamasi Teluk Jakarta adalah
tindakan paling bodoh dan primitif yang dilakukan penguasa. Reklamasi tidak
saja menghancurkan Teluk Jakarta, akan tetapi juga menghancurkan wilayah yang
ditambang sebagai bahan timbunan untuk membuat pulau-pulau reklamasi. Menurut
Chalid, sejak awal, kegiatan reklamasi Teluk Jakarta cacat hukum dan moral.
Sanksi hukum yang dikeluarkan Menteri LHK, gugatan PTUN WALHI dan nelayan,
serta kasus korupsi reklamasi adalah buktinya.
Tina Perinotto - Redaktur The Fifth Estate :
Reklamasi akan mendatangkan
banyak masalah dan tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi kota seperti Jakarta .
Peningkatan level air laut secara signifikan berdampak pada pemilik properti di
sepanjang pinggir laut. Para peneliti di Dewan
Iklim Dunia menyatakan, kenaikan level air laut pada 2030 adalah sebesar 0,2
meter. Angka ini terus meningkat menjadi 0,5 meter, 0,8 meter dan 1,1 meter
pada abad 22 atau tahun 2100, serta tidak menutup kemungkinan kenaikan yang
terjadi mencapai 1,5 meter.
Muslim Muin - Pakar Kelautan ITB :
Dampak reklamasi ke lingkungan
ada banyak, yang paling terlihat adalah hilanganya ekosistem laut. Jika
pengurukan laut dilakukan maka wilayah tawar makin maju sehingga menyebabkan
hilangnya kawasan mangroove. Aliran air juga makin panjang sehingga bisa
menyebabkan banjir di daratan Jakarta .
Henri Subagiyo - Direktur
Eksekutif Indonesian
Center for Environmental
Law :
Sejak awal, proyek ini diinisiasi
tanpa adanya proses yang partisipatif dan akuntabel. Persoalan lingkungan di Jakarta tidak cukup hanya
didekati dengan model-model proyek yang sifatnya hilir seperti reklamasi Teluk
Jakarta yang menelan banyak biaya dan risiko namun minim keberhasilan menjawab
kompleksitas persoalan, rentan dengan penyalahgunaan, dan potensial menimbulkan
masalah baru.
Bosman Batubara - Kandidat PhD UNESCO-Institute for Water Education, Delft , Belanda :
Proyek reklamasi hanya akan menarik
lebih banyak orang dan barang, intinya kapital, ke kawasan geografi ini.
Alih-alih menjadi solusi tapi justru akan menambah masalah. Gejala ini sudah
bisa dilihat dalam hal konsentrasi bahan mentah. Pasir dari berbagai tempat
benar-benar diangkut secara fisik, dikonsentrasikan ke Teluk Jakarta. Inilah
salah satu jantung dari pembangunan kapitalistik yang bekerja dengan hukum
konsentrasi dan sentralisasi.
Sudirman Asun - Ciliwung Institute :
Reklamasi Teluk Jakarta adalah
pembangunan pulau palsu yang menutup teluk dan menutup jalan keluar outlet
muara aliran air dari 13 sungai Jakarta, ditambah dengan tanggul betonisasi
sempadan hulu sungai di kawasan selatan Jakarta yang memperkecil daya tampung
dimensi ruang sungai ketika sungai meluap yang seharusnya mengisi di kanan kiri
sempadan sungai.
Puspa Dewy - Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan :
Proyek reklamasi secara nyata
merusak pesisir sebagai wilayah kelola perempuan sehingga hilang sumber
kehidupannya. Reklamasi juga mengancam identitas nelayan dan perempuan nelayan
yang selama ini berperan besar dalam kedaulatan pangan.
Iwan - Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke :
Proyek reklamasi secara langsung
mempengaruhi kehidupan nelayan tradisional. Budaya, pola hidup, dan penghidupannya
yang telah dijalani puluhan tahun terancam dengan proyek yang secara harfiah
membunuh tidak hanya budaya dan pola hidup namun laut yang menjadi sandaran
utama kehidupan nelayan di Jakarta .