Yang Mulia, Presiden Soeharto,
Sekali-kali bukanlah maksud saya untuk
mengingatkan Anda akan hal-hal yang rupanya ingin Anda lupakan. Tetapi karena
saya mengikuti kejadian-kejadian di Indonesia dari dekat, saya anggap
tugaskulah untuk berbicara. Mungkin akan lebih bijaksana untuk tetap membisu
seperti sphinx. Pertanggungjawaban untuk melanggar tabu biasanya amat berat,
karena itu saya juga sadar bahwa saya akan dikucilkan.
Barangkali lebih berat daripada yang
saya perkirakan. Baik di dunia maupun di Indonesia lambat laun beredar
cerita-cerita yang dipalsukan bahwa saatnya sudah tiba saya membeberkan
kejadian-kejadian dari sudut pandang saya. Saya telah memutuskan untuk
menyampaikan surat kepada Anda sebagai warga
negara Indonesia .
Selain itu saya mengharapkan agar tidak timbul keragu-raguan bahwa keputusan
saya untuk mengirimkan surat terbuka kepada
Anda, maupun isinya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya dan tidak ada
sangkut pautnya dengan Soekarno, mantan Presiden Indonesia .
Sekarang sudah terlambat untuk
membicarakan para perwira yang telah dihukum mati sebagai ‘kontra-revolusioner’
dan sebagai ‘pelaku makar terhadap negara’. Sudah sejak dahulu, sejak hari-hari
Soekarno masih berkuasa, saya tidak setuju dengan pendapat bahwa ‘kekuasaan
selalu menang’. Saya juga tidak setuju bila kepala negara mengelilingi dirinya
dengan yes-man. Saya masih saja berpendapat bahwa di sekitar Anda masih terlalu
banyak orang berkumpul, yang selalu bungkam, yang pura-pura setuju dan menaati
Anda, agar mendapatkan lebih banyak kekuasaan untuk dirinya.
Yang pertama-tama saya kutuk ialah yang
disebut proses-proses, di mana orang dihukum mati untuk ‘kejahatan-kejahatan
yang dilakukan terhadap negara’ tanpa mengindahkan norma-norma yang lazim
dilakukan dalam suatu proses di pengadilan. Proses-proses itu berlangsung dalam
suasana kekerasan dan teror. Mereka, yang di bawah pimpinan Soekarno hampir
tidak punya suara, kemudian melampiaskan diri dengan sangat tidak bertanggung
jawab dan membunuh dan menteror dari posisi kekuasaan yang baru mereka peroleh.
Bila suatu waktu nanti tempat Anda akan kosong untuk diisi oleh orang lain,
bisa saja terjadi, bahwa mereka yang menonjol dalam rezim Anda, termasuk di
dalamnya tentu Anda sendiri dan sejumlah mitra militer Anda, akan dihukum mati
karena pengkhianatan terhadap negara dan kejahatan-kejahatan lain, misalnya
korupsi yang telah menyebar luas kemana-mana.
Mengapa Anda memberikan contoh seburuk
itu kepada negara semuda Indonesia
?. Dalam hal ini yang saya maksud tidak hanya proses-proses politik yang telah
Anda selenggarakan. Tetapi yang teringat olehku adalah orang-orang yang
terbunuh oleh yang dinamakan ‘pembersihan merah’ menyusul peristiwa 30
September 1965. Berapa dari orang-orang ini hanyalah pengikut-pengikut Soekarno
?. Berita yang merebak menyebutkan bahwa tidak kurang dari 800.000 orang
Indonesia, termasuk perempuan dan anak-anak, telah dibunuh karena mereka
merupakan pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia).
Januari 1966, London Times menulis,
‘Setelah kejadian-kejadian di Indonesia, tiga bulan yang lalu, telah dibunuh
seratus ribu komunis, angka itu menurut diplomat-diplomat Barat amat rendah.
Laporan itu selanjutnya menyebutkan ‘Para usahawan dan turis Eropa, yang baru
kembali dari Indonesia
mengabarkan bahwa mereka melihat sebuah sungai penuh dengan mayat tanpa kepala,
sedangkan di desa-desa anak-anak bermain sepakbola dengan kepala korban’. Tiga
bulan setelah peristiwa 30 September merupakan mimpi buruk dengan
kekejaman-kekejaman yang tak terlukiskan yang diwarnai darah - tanpa tandingan
dalam sejarah Indonesia .
Seorang koresponden ‘Washington
Post’ menulis dari Jakarta ,
bahwa di Jawa Timur saja telah dibunuh 250.000 orang menurut juru bicara pihak
Islam. Koran itu kemudian memberitahukan bahwa ‘pembunuhan mencapai puncaknya
pada bulan November. Kepala orang dipakai sebagai dekorasi di atas jembatan. Di
tempat lain orang melihat jenazah-jenazah tanpa kepala berjajar di atas
perahu-perahu di sungai. Apa yang terjadi di sini sungguh tak bisa dibayangkan.
Rupanya seperti di neraka. ‘Bengawan Solo yang didendangkan dengan begitu indah
telah memuat demikian banyaknya jenazah, sehingga airnya pun kadang-kadang
tidak tampak. Beberapa pengamat berbicara tentang dasar sungai yang berwarna
merah karena darah’, demikian Washington
Post.
Koran Inggris ‘The Economist’
memperkirakan korban pembunuhan massal berjumlah satu juta. Mengapa harus
terjadi pertumpahan darah besar-besaran terhadap orang-orang yang tak bersalah ?.
Dan mengapa masyarakat dunia membisu seribu bahasa ?. Bila satu orang saja
meninggal di sepanjang tembok Berlin, seluruh dunia gegap gempita. Tetapi bila
800.000 orang Asia dalam masa damai dibunuh secara terencana, adem-ayem saja di
Barat.
Tentu, di antara yang terbunuh itu pasti
ada yang komunis. Tetapi apa yang terjadi dengan kebebasan serta hak asasi
manusia, bila mereka bekerja dengan mempergunakan cara-cara tertentu terhadap
suatu gerakan di bawah tanah, yang tidak berkenan di hati pemerintah. Akan
lebih bisa diterima bila cara-cara tertentu itu diambil, setelah PKI dilarang
secara undang-undang dasar. Tetapi justru karena kebebasan manusia harus
dihormati ditinjau dari sudut kemanusiaan, tidaklah dapat dibenarkan mengadakan
pembantaian di antara pemberontak. Lepas dari persoalan ideologi, yang terjadi
itu merupakan kejahatan nasional.
Tuan Soeharto, ke mana pun Anda
berpaling untuk mengesahkan kejahatan ini, suatu kejahatan di mana orang yang
tidak berdaya dan yang tak terlindung dibunuh dan sebagian lain seolah-olah
dibebaskan, terus terang, saya tidak menyetujui apa yang telah terjadi.
Bukankah suatu fakta bahwa pemerintah baru di bawah bendera Orde Baru
mempergunakan slogan ‘menumpas PKI?’. Apakah Anda begitu ketakutan bahwa
kekuasaan Soekarno akan kembali dan bahwa pengikut-pengikutnya akan muncul
kembali, karena Anda tahu benar bahwa lebih dari separo orang Indonesia setia padanya ?. Hal ini
tentu belum Anda lupakan, bukan ?.
Barangkali Anda telah berpendapat bahwa
30 September telah merupakan masa lalu. Menurut saya tidaklah demikian halnya
karena sangat banyak pertanyaan yang belum jelas dan disembunyikan. Saya
bersyukur bahwa saya mengalami kejadian-kejadian itu dari dekat dan mengambil
hikmah darinya, bahwa kejadian-kejadian sebenarnya dalam sejarah selalu
diinterpretasikan ulang oleh mereka yang sedang berkuasa, agar dapat
memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan politik mereka. Saya juga menyadari
pengaruh yang amat besar dari media publisitas.
Betapa mudahnya bagi pemimpin-pemimpin
politik tergiur menerima propaganda yang akan menunjang tujuan-tujuan mereka.
Marilah kita berhenti pada peristiwa 30 September, atau menurut fakta, pada
dini hari 1 Oktober 1965. Inti dari insiden ini adalah kesimpulan, diperkuat
oleh Dewan Revolusioner yang dipimpin oleh salah seorang anggota pengawal
pribadi Soekarno, Letnan Kolonel Untung. ‘Sekelompok tertentu dari para jenderal
berencana untuk menggulingkan pemerintah dan membunuh Presiden Soekarno. Mereka
telah membentuk Dewan Jenderal yang dibentuk dengan tujuan membentuk kekuasaan
militer. Lagipula coup itu akan dilaksanakan pada hari Angkatan Bersenjata yang
akan diadakan pada 5 Oktober’. Untuk mencegahnya, enam jenderal dibunuh, satu
diantaranya menteri pertahanan, yakni Jenderal Yani, demikian Dewan Revolusi.
Anda telah membuat umat manusia percaya,
bahwa komplotan yang melakukan peristiwa 30 September adalah anggota PKI.
Bukankah pembunuh-pembunuh sebenarnya dari keenam jenderal itu adalah
perwira-perwira Angkatan Bersenjata, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan polisi
nasional ?. Saya meragukan apakah pembunuh-pembunuhnya khusus orang-orang
komunis. Dan siapa sebenarnya orang yang mengobarkan perasaan dendam rakyat Indonesia
dan menyulut api dengan menyatakan : ‘Itu adalah persekongkolah komunis !’. Dan
ini malah terjadi sebelum ditemukan suatu bukti mengenai persengkongkolan
komunis.
Menteri Pertahanan, Jenderal Nasution,
yang sebenarnya juga harus dibunuh oleh ‘Dewan Jenderal’, mengucapkan pidato
yang mengharukan saat keenam jenderal dimakamkan pada Hari Angkatan Bersenjata,
5 Oktober 1965. Dikatakannya, ‘Sampai hari ini Hari Angkatan Bersenjata
selalu merupakan peristiwa yang penuh rahmat, yang menyinarkan kemenangan.
Tetapi hari ini dinodai oleh pengkhianatan dan penyiksaan ... Walaupun difitnah
oleh para pengkhianat, di dalam hati kami percaya bahwa Anda sekalian termasuk
pahlawan dan bahwa akhirnya kebenaran akan menang. Kami difitnah, tetapi kami
tidak akan melakukannya terhadap musuh-musuh kami’. Di dalam pidato Nasution,
tidak ditemukan petunjuk sekecil apa pun, bahwa pembunuhan terhadap keenam
jenderal telah dilakukan oleh para komunis. Sebaliknya, segala sesuatu yang diucapkannya
menunjukkan bahwa peristiwa itu terjadi karena adanya persengketaan di dalam
kekuatan-kekuatan Angkatan Bersenjata sendiri.
Dan bolehkah saya bertanya, apa yang
dimaksudkan Jenderal Nasution, dengan ucapannya ‘fitnah dari para pengkhianat’
dan ‘kami tidak akan melakukannya terhadap musuh-musuh kami?’ Tujuan utama lima puluh orang yang
berseragam pasukan pengawal Presiden Soekarno ‘dan pembunuh-pembunuh yang
Bersenjata berat dari PKI yang bergerak menuju rumah dinas Jenderal Nasution adalah
untuk membunuhnya karena dia seorang antikomunis yang terkenal. Atau bukankah
begitu ?. Tetapi sebagai gantinya mereka melihat ajudannya jenderal, yakni
Letnan Tendean sebagai Jenderal Nasution. Saya yakin bahwa tiap anggota pasukan
pengawal Presiden Soekarno dengan segera akan mengenali Jenderal Nasution.
Teori yang mengatakan bahwa para anggota PKI yang katanya mendapat tugas
penting untuk membunuh jenderal, tidak mengenali wajahnya, rasanya tidak masuk
akal.
Sadarkah Anda bahwa masyarakat di Indonesia
mempersoalkan dan curiga bahwa Anda sebagai satu-satunya anggota staf tertinggi
dari Angkatan Bersenjata pada malam naas itu tidak diserang, karena para
pembunuh dalam perjalanan ke rumah Anda tidak dapat menemukan alamatnya yang
tepat ?. Dan lebih hebat lagi. Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 itu Anda
mengambil alih komando Angkatan Bersenjata dan dengan kecepatan yang hampir
tidak manusiawi Anda bisa membungkam Dewan Revolusi.
Setelah Soekarno kehilangan Menteri
Pertahanannya, Jenderal Yani, beliau mengangkat Anda, yang pada saat itu masih
berpangkat mayor jenderal, sebagai Menteri Pertahanan, sekaligus pimpinan
tertinggi Angkatan Bersenjata. Itu terjadi tanggal 14 Oktober 1965. Pada
kesempatan itu Soekarno berkata, ‘Tidak bisa dihindarkan ketertiban dan
keamanan harus dikembalikan untuk menciptakan suasana damai, agar emosi baik
dari pihak kiri maupun dari pihak kanan bisa mereda... dan untuk menemukan
jalan keluar politik dari peristiwa 30 September ini sangat perlu untuk
mengetahui dan mengenali fakta-fakta umum dan fakta-fakta yang menyangkut berbagai
hal mengenai peristiwa itu. Fakta-fakta itu tidak akan meresahkan saya, dengan
warna politik mana pun mereka menampakkan diri, merah hijau atau pun kuning.’
Menurut instruksinya, Presiden Soekarno
memerintahkan agar Anda mengumpulkan ‘fakta-fakta’ dan menyerahkannya kepadanya
secara pribadi. Jadi, seharusnya Anda segera mulai mengadakan penyelidikan.
Akan tetapi perintah Soekarno itu Anda interpretasikan sendiri dan Anda malah
mengatakan, ‘Sekarang saya telah mendapatkan kepercayaan presiden. Sekarang
saya akan melanjutkan mengenyahkan kekuatan-kekuatan yang masih tersisa dari
insiden itu’. Ini semua mempunyai arti.
Presiden Soekarno menghendaki dan
mengharapkan dari Anda bahwa Anda akan setia dan akan loyal menaati
perintahnya. Presiden telah bertekad untuk menemukan hukuman yang adil bagi
pelaku-pelaku makar, siapa pun pelakunya, PKI atau militer. Anda tidak
menyampaikan fakta-faktanya kepada presiden dan Anda juga tidak mendapatkan
persetujuannya untuk menggerakkan Angkatan Bersenjata, dengan jenderal-jenderal
seperti Sarwo Edhie. Dan segera setelah itu mulailah pembunuhan terhadap
orang-orang yang tak bersalah, yakni yang disebut para komunis. Sudah menjadi
fakta yang diketahui secara umum bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
atas perintah khusus dari Anda mulai dengan menyiksa, membakar, merampok dan
memperkosa di seluruh negeri. Angkatan Bersenjata melakukan teror yang Anda
lindungi. Dengan publikasi besar-besaran mengenai pembunuhan terhadap para
jenderal, rakyat yang cinta damai terpicu sampai titik kemarahan yang memuncak.
Rakyat mulai membenci PKI karena melakukan kekejian-kekejian tersebut dan
sering Cina dianggap sebagai biang keladi peristiwa ini.
Sebagian besar rakyat Indonesia tidak percaya bahwa
pernah ada ‘Dewan Jenderal’. Selanjutnya Soekarno dipaksa menempatkan PKI di
luar hukum dan menyatakan bahwa PKI-lah yang bertanggung jawab atas peristiwa
30 September. Selama satu tahun penuh para mahasiswa dan kelompok-kelompok lain
yang tidak puas berdemonstrasi dengan cara melakukan kekerasan-kekerasan
terhadap Soekarno, justru karena ia menolak untuk menyatakan PKI sebagai partai
yang ilegal tanpa adanya bukti bahwa PKI adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas
insiden itu.
Para pemimpin demonstrasi itu yang disebut
para ‘mahasiswa’, yang usianya jauh di atas 30 tahun, yang menghadiahkan pada
para pengikutnya perlengkapan-perlengkapan parasut yang bagus yang entah dari
mana asalnya. Dan dari mana datangnya dana yang sungguh tidak sedikit untuk menyelenggarakan
aksi-aksi para mahasiswa yang berdemonstrasi itu yang jelas-jelas dibiayai. Dan
mengapa para ‘pemimpin’, para pembuat kerusuhan itu sekarang menduduki
jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahan Anda ?. Kerusuhan yang dengan
sengaja dikobarkan ini berlangsung selama kira-kira setahun. Sementara itu
dilakukan serangan propaganda terhadap PKI, yang digambarkan sebagai biang keladi
semua kerusuhan yang terjadi. Saya ingin bertanya kepada Anda, berapa banyak
kejahatan dan kecurangan yang telah dilakukan atas nama PKI ?. Dan ini masih
tetap berlangsung, sampai sekarang, empat tahun setelah gerakan 30 September.
Bisa dimengerti dan merupakan realitas
politik, bahwa warga negara yang ramah, yang selalu hidup dalam ketakutan dan
ketidak amanan, harus bersahabat dengan mereka yang memegang kekuasaan. Tetapi
2 Januari 1966, pada suatu rapat kabinet di Bogor, Soekarno telah
memperingatkan Anda, ‘Situasi yang tidak menentu
ini harus diakhiri tanpa saudara-saudara
sebangsa saling membunuh. Bila pembunuhan massal terhadap sesama warga negara
tetap berlangsung, akan timbul kekuatan-kekuatan balik yang buruk’. Tetapi
dengan cara yang ‘menakjubkan ’ Anda memecahkan persoalan situasi yang tidak
aman ini dengan cara Anda sendiri.
Saya sama sekali tidak membenarkan aksi
30 September 1965 itu. Saya tidak menyalahkan siapa pun, dan saya tidak
mengadili. Apalagi bila saya seorang komunis. Saya sama sekali tidak berharap
seolah-olah saya seorang ‘simpatisan komunis’, yang secara pribadi menarik
perhatian saya adalah apa yang sebenarnya terjadi. Bila memang terbukti bahwa
penyulut gerakan 30 September adalah mereka yang termasuk PKI, kita hanya bisa
bertanya-tanya mengapa partai berkuasa yang terorganisasikan dengan ketat ini
melakukan langkah-langkah yang tak berguna dan kurang terarah seperti itu dan
untuk tujuan apa? Mengapa tentara mengabaikan kebakaran besar yang terjadi di
markas besar PKI, yang disulut oleh pembuat onar itu. Bukankah yang bisa
terjadi adalah bahwa di markas besar tersebut Anda bisa menemukan bukti-bukti
campur tangan tentara yang bila ditemukan tidak akan menyenangkan pihak tentara
?.
Bila biang keladi pencetus gerakan 30
September benar-benar anggota PKI, sudah sepantasnya bila pelaku-pelakunya
diadili secara terbuka di depan seluruh rakyat Indonesia . Tetapi mengapa tentara
menghilangkan nyawa Ketua PKI, DN Aidit, secara rahasia ? (Baru berbulan-bulan
kemudian pembunuhan ini Anda laporkan kepada Soekarno). Dan mengapa wakil ketua
pertama dan kedua PKI, Njoto dan Lukman, juga dibunuh dengan cara yang sama ?.
Orang mengatakan bahwa Partai Nahdatul
Ulama beranggotakan 6.000.000 orang. Tetapi mengapa di lingkungan ini orang
begitu takut terhadap PKI, yang hanya beranggotakan 3.000.000 orang. Terlalu
banyak hal yang tetap tidak dapat dijelaskan. Komunisme, yang sangat Anda
takuti itu, akan hilang dengan sendirinya, bila kemiskinan teratasi. Teror dari
ideologi PKI di bawah pimpinan Aidit (ketua kongres partai) didasarkan atas
Pancasila (Soekarnoisme). PKI memegang peranan penting saat bangsa ini
dilahirkan dan mereka memperjuangkan sosialisme Indonesia .
Nasution, Ketua MPR-Sementara, menuduh
PKI melakukan aksi-aksi yang telah merugikan negara, terutama di bidang
ekonomi. Penyebab utama inflasi saat ini adalah hutang kepada luar negeri
sebesar 2,5 miliar dolar AS. Diantaranya adalah utang kepada Uni Sovyet untuk
impor senjata seharga satu miliar dolar. Orang yang menandatangani
kontrak-kontrak itu adalah Jenderal Nasution sendiri, yang untuk tujuan itu dua
kali pergi ke Moskow. Dan sekarang dia mengatakan bahwa dia tidak bertanggung
jawab ?.
Bapak Soeharto, saya ingin melihat
sejumlah fakta yang Anda sendiri laksanakan sebagai barang bukti untuk menuduh
PKI. Mengapa Anda tidak membuka kembali penyelidikan tentang kejadian-kejadian
pada 30 September 1965 dengan mengumpulkan fakta-fakta yang sebenarnya dan
bukan kesaksian-kesaksian dan barang-barang bukti sepihak. Seluruh negeri
mempunyai hak untuk mengetahui. Juga pemberitahuan mengenai
pengalaman-pengalaman Anda sendiri. Cerita yang beredar malah mengatakan bahwa
PKI tidak bekerja sendiri, tetapi bahwa Soekarno sendiri telah dicurigai
bersekongkol dengan Dewan Revolusioner sebelum dipanggil.
Ada pula dikatakan bahwa beberapa ribu
anggota PKI menjelang gerakan 30 September mendapatkan pendidikan militer di
suatu daerah sekitar Halim, di mana Soekarno pada pagi insiden itu terjadi,
diselamatkan. Orang hanya bisa bertanya-tanya, bagaimana mungkin ribuan orang
mendapatkan latihan militer secara rahasia tanpa diketahui orang. Dan mengapa
Soekarno mencari perlindungan di tempat yang akan melibatkan dirinya?
Berita-berita yang kami terima pada hari itu di Halim, bisa disimpulkan sebagai
berikut, ‘Telah timbul konflik dalam tubuh tentara. Pribadi presiden tidak
boleh dibahayakan oleh suatu kecelakan mendadak’.
Saya sendiri secara rahasia pergi ke
Halim untuk berada di samping suamiku pada saat-saat keresahan dan ketakutan
yang mencekam itu. Kami tidak menyadari bahwa Jenderal Yani telah dibunuh. Kami
tidak yakin apakah Bapak termasuk kawan atau lawan kita. Tetapi saya masih
tetap berpendapat bahwa bila Jenderal Yani tidak meninggal dalam insiden ini,
keadaan di Indonesia
akan lain sama sekali saat itu. Soekarno sangat mengkhawatirkan keberadaan
Yani.
Bapak Soeharto, untuk pertanyaan yang berikut
ini saya mohon perhatian khusus Anda. Keberadaan ‘Dewan Jenderal’ yang Anda
sangkal dengan sengit, diketahui Jenderal Yani (lepas dari fakta bahwa orang
mengatakan Dewan ini dibentuk oleh jenderal-jenderal yang terbunuh). Hanya dua
minggu sebelum insiden ini presiden menanyakan padanya berita-berita yang lebih
lanjut mengenai hal itu. Yani menjawab, ‘Biarkanlah saya bertanggung jawab
mengenai bawahan saya. Janganlah Anda memikirkan hal ini lagi’. Bagi saya belum
dapat dipercaya bahwa juga Jenderal Yani pada hari naas itu terbunuh juga.
Apabila Anda, yang mendapat tugas untuk menyelidiki gerakan 30 September, tidak
mengadakan penyelidikan sepihak, maka Anda juga akan mengetahui bahwa
sebenarnya Soekarno tidak terlibat perkara itu.
Bapak Soeharto, bolehkan saya mengajukan
pertanyaan berikut: Jawaban apa yang akan Anda berikan kepada rakyat Indonesia
yang menduga bahwa Anda sendiri yang melaksanakan rencana-rencana busuk ‘Dewan
Jenderal’ setelah melihat betapa lihainya Anda mengembalikan ketertiban dari
suatu situasi yang amat membingungkan (segera setelah insiden itu terjadi).
Kekacauan yang amat sempurna yang terjadi di Indonesia saat itu, dimanfaatkan
oleh Angkatan Bersenjata yang berorientasi kanan, bersama para mahasiswa yang
pada gilirannya juga didorong pemimpin-pemimpin Islam dan politisi beraliran
kanan, untuk menindas PKI. Untuk tujuan itu dibuat suatu skema yang jelas
tentang pembunuhan dan pertumpahan darah. Mungkinkah wajah Angkatan Bersenjata
yang sebenarnya berpaling ke Pentagon, Kementerian Pertahanan Amerika yang jadi
pusat militer dari persekongkolan militer di dunia. Bukankah mereka
menginginkan agar di sudut (dunia) ini PKI ditumpas dan hubungan dengan Cina
diputuskan ?.
Berulang kali Soekarno memperingatkan
bahwa menuduh PKI bertentangan dengan kebenaran. Soekarno mengatakan, ‘Jangan
meletakkan seluruh tanggung jawab itu pada PKI. Kebenarannya ada di tempat
lain’. Saya akan selalu menghormati dan respek pada Soekarno, yang menjalani
nasibnya. Yang menolak tunduk pada tekanan Angkatan Bersenjata, yang melakukan
segala upaya untuk menyatakan PKI tidak layak hukum. Dia tidak goyah dalam
kepercayaan dan cita-citanya di bawah tekanan seberat apa pun. Bila saat itu ia
menyerah dan mengadakan kompromi, maka posisi Soekarno saat ini akan lain sama
sekali. Tetapi Soekarno melambangkan keadilan.
Menteri Luar Negeri Adam Malik, pada
tahun 1966 memberikan pidato penjelasan yang amat bodoh pada para mahasiswa Indonesia di
Tokyo. Dia menjelaskan bahwa Soekarno yang bertanggung jawab atas pembunuhan ‘massal’
terhadap anggota-anggota ‘komunis’, yang menurutnya tidak akan terjadi bila
saja Soekarno segera mengadili PKI. Kita hanya bisa bergidik bila membayangkan
apa yang akan terjadi di Indonesia, bila Soekarno juga muncul di depan umum
untuk menghujat PKI. Itu akan berarti bahwa presiden melegalisasi pengejaran
terhadap para komunis yang memang telah dimulai dan akan berakibat pembantaian
yang lebih hebat. Ungkapan Latin berbunyi ‘cui bono’ (siapa yang beruntung?).
Dalam penyelidikan mencari fakta-fakta
yang sebenarnya, yang penting tidak hanya apa yang sebenarnya terjadi. Yang
tidak kalah penting adalah mencari fakta, siapa yang paling beruntung dalam
kejadian ini. Bukankah Amerika Serikat yang jelas memperolah kemenangan dalam
insiden 30 September ini ?. Jakarta
yang sekarang dibanjiri oleh orang-orang Amerika yang akan ber‘investasi’.
Sebetulnya hal itu tidak akan menyebabkan keberatan, bila ini berarti bahwa
aktivitas ekonomi ini terutama akan mendorong kesejahteraan rakyat Indonesia .
Selama hidupnya Soekarno selalu menolak
bila ada yang ingin membuat patung dirinya. Setelah 22 tahun memimpin revolusi
Indonesia, dengan amat segan ia menyetujui untuk mempublikasikan
otobiografinya. Tetapi Anda, Bapak Soeharto, baru saja Anda memperoleh
kekuasaan dan Anda telah mengeluarkan buku yang berjudul ‘The Smiling General’.
Setelah itu, telah menjadi rahasia umum bahwa Anda berkeinginan untuk mencetak
potret Anda pada uang kertas, yang berhasil dicegah oleh para penasihat Anda.
Pada umumnya, di kedutaan-kedutaan di luar negeri dipasang potret-potret dari
tokoh-tokoh sejarah negara yang bersangkutan.
Soekarno adalah Bapak Indonesia . Tetapi mengapa di
kedutaan-kedutaan Indonesia
di luar negeri tidak ada sama sekali potret Soekarno sekecil apa pun? Anda,
yang mengkritik diktator Soekarno, dengan khidmat berjanji untuk membimbing Indonesia ke
arah demokrasi yang mewakili suara dan hati nurani rakyat. Sementara itu Anda
telah merenggut hak-hak yang lebih besar daripada Soekarno. Langkah pertama ke
arah demokrasi, yakni pemilihan presiden, selalu ditunda-tunda. Anda malah
mengizinkan diadakannya diskusi-diskusi menggelikan apakah nama Soekarno layak
ditulis di dalam buku-buku sejarah negara ini. Sementara Anda menjelaskan
secara umum bahwa Anda melindungi Soekarno, Anda malah mengisolasinya dari
dunia luar.
Pengasingan yang tidak adil ini dengan
dalih bahwa dia sedang sakit, justru akan membuatnya sakit. Bila ia membutuhkan
perawatan medis, Anda malah menolak untuk memberikannya. Aparat-aparat medis
yang tak dapat digunakan menghiasi kamar-kamarnya. Perawatan gigi yang
dibutuhkannya, tidak diberikan. Orang telah menganjurkan agar tidak memberikan
lagi suntikan-suntikan, karena tidak diketahui lagi, apakah ia menerima
obat-obatan yang benar-benar dibutuhkannya. Saya hanya bisa berharap agar
makanan yang disiapkan anak-anaknya, benar-benar sampai ke tangannya.
Soekarno sekarang menjalani hidup yang
amat sulit. Hak-hak manusia yang paling minim pun tidak diberikan kepadanya.
Satu-satunya saat ia bisa meninggalkan pengasingannya ialah untuk menghadiri
upacara perkawinan anak-anaknya. Mobilnya kemudian dikawal oleh kendaraan
panser dan siapa pun dicegah untuk mendekatinya. Ketika Soekarno pada upacara
seperti itu, berdiri untuk mencium mempelai, yakni puterinya, dengan kasar ia
ditarik kembali duduk di sofa oleh polisi militer yang mengawalnya, sementara matanya
ditutup agar orang tidak bisa membuat foto. Bila saya mengalami perlakuan seperti
itu, saya sudah lama akan musnah. Tetapi justru, oleh karena Soekarno memiliki
kekuatan rohani yang amat dalam dan kemauan yang amat kuat, siksaan semacam ini
masih bisa ditanggulanginya. Saya hanya sangat khawatir: bila di depan umum
saja ia telah diperlakukan seperti itu, bagaimana dia diperlakukan bila dia
sendiri? Secara fisik ia bisa dihancurkan, tetapi mereka tidak akan bisa memusnahkan
jiwanya. Dalam hal ini ia tetap hidup.
Soekarno telah membebaskan Indonesia
dari penjajahan Belanda selama 350 tahun. Dia adalah Bapak bangsa. Setelah
menderita selama tiga belas tahun dalam tahanan dan penjara oleh orang Belanda,
dia berhasil membebaskan Indonesia
dari belenggu penjajahan setelah perang kemerdekaan tahun 1945 sampai 1949.
Tanpa pimpinan dan bimbingan Soekarno, pada saat ini Anda tidak akan berada
pada posisi Anda sekarang. Soekarno menciptakan undang-undang dasar yang
demokratis dan mendirikan suatu lingua franka bagi Indonesia . Dia menjadi promotor
seni dan kebudayaan Indonesia .
Orang yang mengorbankan jiwa raganya untuk bangsanya, tidak layak diperlakukan
seperti itu. Dia pantas dihormati sesuai dengan jasa-jasanya.
Soekarno tidak akan pernah mengizinkan
dilakukan pengkhianatan, atau direncanakannya pembunuhan sesama saudara secara
besar-besaran. Saya tidak bisa bungkam dan membisu, sementara suami saya
menjadi pelampiasan kekerasan. Bagi saya nilai yang tertinggi adalah: kesucian.
Saya sangat yakin bahwa tindakan yang paling rendah yang dilakukan seseorang
terhadap sesamanya adalah membiarkan korbannya itu mati tersiksa. Kami ingat
kepada pepatah Jepang yang bunyinya, ‘Mencekik seseorang dengan kaos sutera’.
Dan Anda, Tuan Soeharto, membiarkan Soekarno disiksa secara rohani dan jasmani.
Tidak pernah saya memperdengarkan suara
saya, baik langsung maupun tidak langsung, karena saya sadar betul betapa
banyak dan beratnya problema yang harus Anda tangani. Tetapi sekarang saya
berbicara secara umum dan terbuka, pertama-tama demi keselamatan jiwa Soekarno.
Ketika Soekarno meng-alih-tugaskan jabatannya dan mengangkat Anda sebagai
penggantinya 7 Maret 1967, dia melakukannya dengan tiga syarat. Salah satunya
adalah agar Anda melindunginya dan keluarganya. Anda tidak menepati syarat itu
dan mengingkari janji Anda.
Dalam suatu wawancara dengan pers Jepang
mengenai korupsi di Indonesia, Anda antara lain mengatakan, ‘Mengenai
pertanyaan tentang korupsi, orang mengatakan bahwa itu masih tetap terjadi.
Tetapi itu adalah akibat dari sisa-sisa rezim Soekarno. Dan untuk sementara
masih tetap akan berlangsung, karena hal itu sejak dulu sudah terjadi’. Apabila
kata-kata yang Anda ucapkan itu benar-benar datang dari lubuk hati Anda, maka
itu merupakan suatu pembelaan. Hanya seorang pengecut dan seorang yang berjiwa
rendah yang berlindung di belakang Soekarno saat menjelaskan korupsi yang
terjadi sekarang. Ketika Anda melakukan ini, hilanglah sudah rasa hormat saya
yang terakhir kepada Anda.
Selama ada manusia, wajar bahwa mereka
yang menang otomatis berada di pihak yang benar dan mereka yang kalah bisa
dituduh melakukan apa saja. Apabila Anda secara jujur benar-benar mau
menyelidiki korupsi, sebagai warga negara Indonesia , saya bersedia dengan
sungguh-sungguh untuk membantu Anda dalam tugas itu. Saya bersedia menghadiri
pengadilan terbuka, apalagi saya bisa bertindak sebagai penuntut. Tetapi proses
seperti ini harus disalurkan lewat undang-undang dan norma-norma yang berlaku
dan tidak diatur secara tertutup dalam suasana ketakutan, kekerasan dan
penyalahgunaan wewenang. Itu akan menjadi syarat mutlak bagiku.
Soekarno adalah pahlawan Revolusi Indonesia .
Tetapi menurut pendapatku yang sederhana, hal ini tidak perlu berarti bahwa
orang ini juga akan menjadi pemimpin nasional yang baik dalam waktu damai. Saya
kira, bila Soekarno melewatkan masa remaja dan masa mahasiswanya di luar
negeri, dia pasti akan lebih berhasil mendapatkan perasaan dan kesadaran
ekonomi dan menambahkannya pada kapasitas kepemimpinannya yang istimewa itu.
Menurutku rupanya suatu kesalahan bahwa dia menyuruh menasionalisasikan sarana
produksi.
Tambahan pula, Soekarno tidak pernah
merasakan mempunyai ‘rumah’ dalam arti yang sebenarnya. Andaikata dia pernah
mengalami kehidupan berkeluarga dalam arti moral dan etis yang sebenarnya,
seperti yang lazimnya dianggap masyarakat, maka ia barangkali akan menjadi
seorang presiden yang lebih baik dari sebuah negara yang dipimpin secara
sosialis. Tetapi keadaanlah yang mengubahnya menjadi seorang figur kaisar. Dan
dengan demikian dia akan menjadi korban dari kekuasannya sendiri yang
mahadahsyat itu.
Soekarno selalu saya kagumi dan hormati
sebagai seorang tokoh yang besar, tetapi seperti juga Anda ketahui benar, Bapak
Soeharto, saya tidak selalu setuju dengan pendapatnya. Misalnya saja pendapat
saya bahwa Pancasila, ciptaan Soekarno (agama, kemanusiaan, demokrasi, nasionalisme
dan keadilan sosial) adalah suatu bentuk idealisme murni. Walaupun idealisme
barangkali sangat diharapkan, namun belum tentu dapat dipraktekkan dalam abad
kedua puluh ini. Indonesia
jelas belum matang untuk bentuk demokrasi Barat. Dengan alasan itulah Soekarno
menganjurkan ‘demokrasi terpimpin’, terutama juga karena sebagian besar penduduk
belum mencapai tingkat pendidikan dan tingkat sosial yang sama. Dalam hal ini
saya setuju dengan pendapatnya. Tetapi di pihak lain, Soekarno mengarahkan
politiknya ke cita-cita yang lebih tinggi. Maka tak dapat dihindarkan bahwa dia
kemudian mendapatkan kritik tajam, terutama mengenai pandangannya dalam
memperbaiki nasib masyarakat secara keseluruhan. Soekarno seharusnya berpikir
lebih realistis. Di dalam suatu kurun waktu, di mana dia bisa menjadi penguasa
tunggal dia tentu bisa memaksa orang untuk menuruti cita-citanya. Tetapi
sebagian besar rakyat lebih peduli untuk memperbaiki kehidupan sehari-hari
daripada mengikuti idealismenya. Orang haus akan kenikmatan-kenikmatan
materialistis dan orang makin tidak tertarik untuk mendengarkan pidato-pidato,
yang tidak mengisi perut.
Soekarno berpendapat bahwa dunia
dikuasai oleh dua blok kekuasaan besar. Dia mencoba menghidupkan kekuatan ketiga
yang akan memperbaiki keseimbangan. Di dalam pertikaian ini Indonesia mempengaruhi
Dunia Ketiga: Asia , Afrika dan Amerika Latin.
Sementara itu permainan diplomatik ini berarti bahwa Indonesia lambat laun dikucilkan.
Dan itu sama sekali tidak dimaksudkannya. Dia berpendapat bahwa perdamaian
dunia baru bisa dicapai bila kebebasan yang mutlak telah dicapai oleh tiap ras
dan tiap bangsa. Tetapi keadaan terisolasi dari negara ini menyebabkannya
mundur dari Perseriktatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia dan misalnya ketidakhadiran
kita di Olimpiade di Tokyo. Indonesia
meninggalkan PBB setelah terjadinya konflik mengenai pembebasan Iran Barat dan konfrontasi dengan Malaysia .
Soekarno berpendapat bahwa PBB tidak bertindak adil terhadap tiap-tiap negara
anggotanya. Karena Indonesia tidak akan pernah mendapatkan pinjaman dari Bank
Dunia tanpa tunduk terhadap syarat-syarat tertentu dan tekanan politik, Indonesia
kehilangan perhatian terhadap pemberian bantuan secara itu. Sudah sebelum
kegiatan Olimpiade di Tokyo saat berlangsungnya Asian Games di Jakarta, Indonesia
dituduh dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan politik di bidang olahraga.
Karenanya Indonesia
tidak diperbolehkan mengikutinya. Terhadap perlakuan ini Soekarno menandaskan
bahwa Olimpiade sendiri tidak luput dari pengaruh politik, karena buktinya
negara-negara komunis tertentu tidak diizinkan mengikutinya.
Bapak Soeharto, bila Anda pada hari-hari
itu sungguh-sungguh berpikir secara mendalam mengenai hari depan negara ini,
Anda pasti mempunyai pendapat lain daripada cita-cita Soekarno, yang akhirnya
sering mempunyai dampak seperti angin puyuh. Saya sendiri, setidaknya, menyaksikan
dengan hati berdebar bagaimana diplomasi Indonesia makin mengarah ke kiri.
Tidak ada seorang pun yang sempurna.
Tanpa kecuali Soekarno. Namun saya berpendapat bahwa Soekarno tidak pernah
melakukan sesuatu untuk memperbaiki dirinya, tetapi selalu melakukan sesuatu
dengan jujur dengan keyakinan penuh itu semua untuk kepentingan cinta
tunggalnya, yakni Indonesia .
Selama hidupnya ia sedapat mungkin mencegah rekan-rekan
senegaranya saling membunuh.
Dibandingkan dengan Soekarno, Anda dan
sejumlah rekan kerja Anda memerintah negara dengan jalan membakar emosi dan
pertumpahan darah. Anda dan antek-antek Anda yang seharusnya dituntut atas
tuduhan membunuh orang-orang yang tak bersalah dalam jumlah yang tak terhitung
banyaknya atas nama perburuan PKI.
Siapa lagi yang masih percaya kepada
Tuhan? Dalam hal ini, Indonesia
seharusnya tidak layak memiliki seorang presiden yang tangannya berlumuran
darah.
Bapak Soeharto, Soekarno sungguh-sungguh
mencintai negara dan rakyatnya. Termasuk pula mereka, yang berniat untuk
membunuhnya, bisa dia dekati dengan lembut bila mereka minta maaf. Dibandingkan
dengan beliau, Anda menyimpan hati yang kejam di balik senyum Anda. Anda telah
menyuruh membunuh ratusan ribu
orang. Bolehkah saya bertanya sekali
lagi, ‘Apakah Anda tidak mampu mempertahankan posisi dan kekuasaan Anda kecuali
dengan kelicikan dan pertumpahan darah ?’.
Barangkali kesalahan Anda terbesar
adalah, tidak segera menyuruh membunuh Soekarno tahun 1965 itu. Dengan mudah
Anda bisa menuduh para komunis melakukan pembunuhan itu. Bila Anda mau, dengan
cara itu Anda bisa mencegah dilakukannya pembunuhan massal pada rakyat. Dan
sementara itu pula, Anda bisa mempertahankan kedamaian jiwa jutaan pengagum
Soekarno. Para pengagum yang sekarang hanya
bisa memandang tanpa daya nasib yang menimpa pemimpin mereka.
Selanjutnya akan sia-sia saja
melampiaskan rasa rendah diri Anda terhadap Soekarno. Itu akan merupakan
kematian yang lebih terhormat bagi Pemimpin Besar Revolusi, daripada seperti
sekarang disiksa sampai dijemput maut. Merupakan aib nasional untuk Indonesia
bahwa Soekarno tidak diperlakukan dengan lebih terhormat yang patut diterimanya
setelah mengabdikan seluruh hidupnya bagi nusa dan bangsanya. Izinkanlah saya
mengakhiri surat
ini dengan menyatakan sekali lagi kesetiaan saya yang mendalam untuk Bapak
kita.
Hidup Bung Karno !.
Ratna Sari Dewi Soekarno