Dalam sejarahnya, Presiden
pertama RI, Soekarno, telah mengalami beberapa kali upaya pembunuhan. Salah
satunya yang cukup membahayakan dirinya adalah saat terjadinya percobaan pembunuhan
yang dilakukan oleh Letda Udara Daniel Maukar pada tanggal 9 Maret 1960.
Dalam buku yang berjudul "Top
Secret Konspirasi" karya Afred Suci yang diterbitkan tahun 2015 oleh PT
Sembilan Cahaya Abadi, disebutkan bahwa tak banyak orang mengetahui bahwa
mantan Presiden Sekarno nyaris menjadi korban atas penembakan dari kokpit
pesawat terbang canggih, MIG-17, oleh Letda Udara Daniel Maukar.
Pada sehabis subuh, 9 Maret 1960,
"Tiger", panggilan udara Maukar melakukan tindakan yang sangat berani
yang belum terkalahkan hingga hari ini, dengan melakukan manuver pesawat
MIG-17, dengan memuntahkan peluru dari canon Nudelman-Rokhter NR-23 kaliber 23
mm yang terpasang di badan pesawat MIG-17. Pesawat berjenis subsonic ini mampu
diterbangkan bak sebuah pesawat supersonic. Ia bisa melakukannya dengan cara
menukik tajam ke bawah untuk menambah kecepatan melebihi kecepatan suara dan
terbang sangat rendah untuk menghindari jangkauan radar.
Kehebatan Maukar sendiri dalam
mempiloti pesawat tempur sudah sangat melegenda di kalangan AURI pada masa itu
yang konon hanya dapat ditandingi oleh Komandan Skuadron 11, Mayor Udara Leo
Wattimena. Namun sayangnya kehebatan itu digunakan untuk melakukan tindakan tak
terpuji dan merongrong keselamatan nyawa presiden RI. Untungnya Soekarno
terhindar dari upaya pembunuhan tersebut.
Sejak lepas landas dari bandara
Kemayoran, pesawat terlebih dahulu menembaki kilang minyak Shell di Tanjung
Priok, lalu mengarahkan pelurunya ke Istana Merdeka. Tak cukup di situ, Maukar
lalu "menggeber" pesawatnya menuju Istana Bogor dan lagi-lagi menembakinya sebelum
kemudian melesat ke arah Garut. Naas, pesawat mengalami masalah sehingga ia
harus mendarat darurat di kawasan persawahan di Garut. Pengadilan lantas
menghukumnya dengan hukuman mati. Meskipun dalam pengakuannya, Maukar hanya
melakukan tindakan itu tanpa perencanaan dan hanya untuk menunjukkan betapa
lemahnya koordinasi pengamanan presiden, namun darah Manado yang mengalir di tubuhnya membuatnya
dituduh menjadi bagian dari gerakan pemberontakan Permesta.
Beruntung, Presiden Soekarno kemudian
memberikan amnesti (ampunan) pada tahun 1961 dan pada tahun 1968 di era
Soeharto, ia dibebaskan dari tahanan. Sebagai tanda syukur, selepas keluar dari
penjara, ia mengabdikan seluruh hidupnya sebagai pendeta hingga tutup usia pada
tanggal 16 April 2007 di RS Cikini Jakarta.