Konon pada jaman dahulu, di
Kadipaten Kutaliman yang terletak kurang lebih 10 kilometer di sebelah barat
kaki Gunung Slamet, hiduplah seorang adipati bersama istri, seorang putri, abdi
dalem, dan seorang bernama Batur Gamel yaitu pembantu rumah tangga yang
bertugas mengurusi kuda milik Adipati Kutaliman.
Batur Gamel adalah seorang pemuda
berparas tampan, tekun, dan bertanggung jawab. Setiap pekerjaan yang diberikan
kepadanya selalu ia selesaikan dengan baik.
Pada suatu pagi, Batur Gamel
pergi untuk mencari makanan kuda kesayangan Adipati Kutaliman. Ia pergi
menyusuri tepian hutan karena di tempat tersebut terdapat rumput-rumputan yang
tinggi dan bertumbuh lebat. Ketika Batur Gamel sedang memotong rumput,
tiba-tiba terdengar suara jeritan sesorang yang tidak jauh dari tempat ia
berada saat itu. Jeritan itu terdengar seperti suara seseorang yang meminta
pertolongan. Mendengar itu, Batur Gamel segera berlari menuju sumber suara. Ia
mendapati ada sesosok wanita sedang terjerembab dan di dekatnya ada seekor ular
besar sedang mendesis, seakan-akan siap untuk menyerang. Dengan sigap, Batur
Gamel langsung melawan ular itu yang dapat diatasi dengan baik. Lalu Batur
Gamel mengeluarkan "kudi" (semacam parang) yang ditebasnya ke kepala
ular hingga putus.
Setelah beberapa saat, Batur
Gamel baru sadar bahwa yang ditolongnya adalah putri dari adipati, majikannya.
Putri adipati lalu berterima kasih kepada Batur Gamel yang telah menyelamatkan
nyawanya. Sejak peristiwa tersebut, mereka menjadi lebih sering bertemu dan
hubungan pun semakin akrab. Lama kelamaan, putri adipati menaruh hati kepada
Batur Gamel, begitu juga Batur Gamel. Namun karena status sosial mereka yang
berbeda, hubungan cinta mereka dilakukan secara diam-diam.
Pada suatu hari, Adipati Kutaliman
memanggil putrinya untuk berbincang. Dalam perbincangan itu, Adipati Kutaliman
dan istrinya ingin melihat putrinya segera menikah. Banyak diantara putra-putra
dari adipati di daerah lain yang ingin meminangnya. Untuk masalah siapa yang
dipilih, semuanya diserahkan kepada sang putri. Melihat hal demikian, Batur
Gamel memutuskan untuk memberanikan diri melamar sang putri meskipun sang putri
takut jika nanti terjadi sesuatu yang lebih buruk karena pada jaman itu,
pernikahan berbeda kasta menjadi sebuah aib. Namun Batur Gamel sudah bertekad
bulat dan akan mempertanggungjawabkan semuanya. Setelah bertemu dengan Adipati
Kutaliman, Batur Gamel menceritakan bagaimana hubungannya dengan putri adipati
dan berniat akan menikahinya sebagai bentuk rasa cinta yang besar.
Mendengar pengakuan itu, Adipati
Kutaliman murka. Hatinya bagai disambar petir. Ia merasa nama baik dan
kehormatannya telah dinodai. Hilanglah kesabaran adipati dan seketika itu, ia
pun mengusir putri dan Batur Gamel dari kadipaten. Putri adipati menangis
tersedu-sedu dan dengan berat hati meninggalkan kadipaten. Mereka berdua
menelusuri jalan yang sempit menuju utara yang tidak jelas kemana arahnya.
Pada suatu hari, mereka
beristirahat di tepi sungai yang jernih. Ketika itu, putri adipati telah genap
usia kehamilannya. Tiba-tiba perut putri terasa sakit dan tak lama kemudian
melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan. Tempat dimana putra
mereka lahir kemudian dinamakan Kali Putra.
Setelah kelahiran bayi tersebut,
mereka lalu memutuskan untuk tinggal sementara di suatu tempat. Mereka
menemukan sebuah tempat yang sejuk dan aman untuk ditinggali. Batur Gamel
segera membangun sebuah rumah kayu yang sederhana sebagai tempat berlindung.
Sementara itu di Kadipaten
Kutaliman, sang adipati dan istrinya menjadi sosok yang selalu murung. Mereka
selalu memikirkan putri yang sangat disayanginya. Adipati merasa menyesal telah
mengusir putrinya dari kadipaten. Ia pun mengusuts abdi dalemnya untuk mencari
putrinya itu. Abdi dalem berangkat menyusuri hutan dan naik turun gunung untuk
mencari putri adipati. Setelah sekian lama, akhirnya abdi dalem berhasil
bertemu dengan putri adipati. Abdi dalem lantas menceritakan maksud
kedatangannya itu. Namun setelah berpikir panjang, putri adipati menolak untuk
kembali ke kadipaten. Ia menyuruh abdi dalem untuk kembali ke kadipaten. Putri
adipati dan Batur Gamel beserta anaknya memutuskan untuk tetap tinggal di rumah
sederhana mereka. Tempat tinggal mereka yang sejuk dan berada di lereng Gunung
Slamet itu kemudian diberi nama Baturraden. Nama itu mengandung arti dari
bahasa Jawa "Batur" yang artinya "pembantu" dan
"Raden" yang berarti bangsawan (untuk menyebut putri adipati).
Legenda di atas diambil dari
Proyek Studi S1 berjudul "Legenda Baturraden dalam Gambar Ilustrasi dengan
Teknik Arsir" oleh Zulfikar Amran Gany, Program Studi Pendidikan Seni
Rupa, Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang,
2015.