Peristiwa itu membuat Jokowi
"klumprak-klumpruk", jatuh tak berdaya dan lemah lunglai. Ia kemudian
bekerja serabutan, asal ada yang bisa dikerjakan dan mendapatkan uang untuk
menyambung hidup. Meski demikian, perlahan ia bisa menerima kenyataan dan
kemudian berusaha bangkit. Akhirnya, beberapa pelanggan lama yang bersimpati
dan respek atas kualitas produk Jokowi, memberikan order kembali. Mereka mau
berbaik hati dengan membayar pesanan di muka sehingga dapat menjadi modal bagi
Jokowi untuk membeli bahan, membayar upah pekerja, dan biaya produksi lainnya.
Singkat cerita, Jokowi berhasil
menghidupkan kembali CV Rakabu. Ia kembali mendulang rupiah demi rupiah.
Pelanggan pun puas dengan kualitas produk Jokowi. Getok tular diantara
pelanggan menjadikan mesin promosi yang bekerja efektif dan efisien.
Suatu ketika, pemerintah Orde
Baru menggerakan program pemberdayaan usaha kecil bernama "Bapak
Angkat-Anak Angkat". Perusahaan Gas Negara (PGN) menjadi bapak angkat
Jokowi sehingga bisa mendapatkan kredit sebesar Rp 500 juta. Jumlah itu cukup
bagi Jokowi untuk menunjang rencananya dalam melakukan ekspor produk mebelnya
ke beberapa negara. Ia segera menambah karyawan sehingga jumlahnya mencapai
puluhan orang.
Tahun 1991, rencana ekspor
dimulai dengan mengikuti pameran di Singapura. 3 (tiga) bulan kemudian, Jokowi
mendapat order sebanyak 1 (satu) kontainer. Seorang pengusaha mebel asal Taiwan
pun datang ke workshop Jokowi dan memberi order kaki kursi dalam jumlah yang
fantastis.
Selang beberapa bulan kemudian,
Jokowi kembali mengikuti pameran di Singapura. Hasilnya, ia kembali mendapat
order tak kurang dari 18 (delapan belas) kontainer. Kisah manis mendulang
dollar terus berlanjut dengan masuknya order dari negara-negara Eropa.
Kapasitas produksi meningkat secara proporsional dan karyawan Jokowi mencapai
seribu orang.
Dari hasil kerja kerasnya,
akhirnya Jokowi bisa mewujudkan impian memiliki rumah sendiri. Ia membangun
rumah di sekitar Banyuanyar. Ia bahagia dapat memberikan hunian yang nyaman
untuk Iriana beserta ketiga anaknya, Gibran Rakabuming, Kahiyang Ayu, dan
Kaesang Pangarep.
Sementara itu, di sekitar Solo
masih terdapat banyak pedagang dan perajin yang terpinggirkan oleh kekuatan
modal para konglomerat. Para pengusaha kecil
dan perajin ini tidak hanya mengalami keterbatasan pada modal kerja namun juga
dalam membaca selera pasar. Jokowi terpanggil untuk mengentaskan potensi lokal
yang rapuh ini. Ia bersama rekan pengusaha mebel lainnya lalu membangun sebuah
komunitas sebagai tempat berkumpul, sekedar untuk sharing dalam membangun
jaringan usaha dan memperluas cakrawala pemasaran. Pada 11 Juli 2002, ada
sekitar 140 pengusaha mebel dan kerajinan yang resmi bergabung dalam Asmindo
(Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia )
Komda Surakarta. Jokowi pun didaulat memimpin organisasi ini. Inilah sekolah
kepemimpinan pertama Jokowi diluar perusahaannya sendiri. Asmindo menjadi pintu
masuk bagi Jokowi dalam memasuki dunia politik praktis. Ini diawali ketika
pengurus dan anggota Asmindo mulai kasak-kusuk menebar ide dan gagasan agar
Jokowi mau maju dalam pemilihan walikota Solo. Gerakan Asmindo membujuk Jokowi
ternyata tidak setengah hati agar Jokowi maju dalam Pilkada Solo tahun 2005.
Akhirnya Jokowi memutuskan maju, berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo. Pasangan
ini pun berhasil menang dan bahkan terulang kembali dalam Pilkada Solo tahun
2010.
Selama menjabat sebagai Walikota
Solo, Jokowi melakukan langkah-langkah progresif, dimulai dengan
mendeklarasikan Solo sebagai kota
budaya dan wisata dengan branding "The Spirit of Java". Pada tahun
2006, Solo menjadi anggota Organisasi Kota-Kota Warisan Dunia (World Heritage Cities Conference - WHCC)
dimana 2 (dua) tahun kemudian, Solo menjadi tuan rumah WHCC.
Kinerja Jokowi yang membuat viral
di dunia maya waktu itu adalah ketika menata ribuan PKL dimana relokasi
berlangsung tanpa ricuh. Para pedagang bahkan
berpawai menuju lokasi baru dengan arak-arakan pakaian tradisional. Relokasi
semakin megah ketika pihak Keraton Kasunanan Surakarta ikut mengerahkan
iring-iringan prajuritnya.
Jokowi dikenal sebagai sosok yang
sangat dekat dengan pedagang pasar tradisional. Ia lebih memilih untuk
merevitalisasi pasar tradisional dibanding membangun mall atau pusat
perbelanjaan modern. Pembelaan Jokowi untuk melindungi pasar tradisional
kentara sekali dalam konflik pembangunan mall di bekas pabrik es Saripetojo.
Meskipun asset Saripetojo merupakan milik Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur
Bibit Waluyo mendesak untuk merobohkan bangunan itu namun Jokowi, DPRD, dan
komunitas heritage Solo mengklaim bahwa bekas pabrik es itu merupakan cagar
budaya.
Selama menjabat sebagai Walikota
Solo, Jokowi, telah menerima sejumlah penghargaan, diantaranya Tempo menobatkan
dirinya sebagai salah satu dari 10 tokoh paling berpengaruh di negeri ini. Pada
tahun 2010, Jokowi menerima Bung Hatta
Anti-Corruption Award. Pada tahun 2011, Kementerian Dalam Negeri memilih
Jokowi sebagai walikota terbaik se-Indonesia. Dan pada tahun 2012, Jokowi masuk
dalam nominasi 25 walikota terbaik se-dunia yang ditetapkan oleh The City Mayors Foundation yang
bermarkas di London .
Cerita di atas dan kisah lain dari Jokowi dapat dibaca dalam buku "The Jokowi Secrets" karya Agus Santosa yang diterbitkan oleh Gradien Mediatama, Yogyakarta.