Cerita ini dikutip dari sebuah
buku berjudul "The Jokowi Secrets" yang ditulis oleh Agus Santosa dan
diterbitkan oleh Gradien Mediatama, Yogyakarta ,
pada tahun 2014.
Jokowi mengenyam bangku kuliah
untuk mewujudkan impian ayahnya : "jadi orang". Ia senang bisa
menjalani kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta .
Selama kuliah, ia tinggal di
sebuah rumah kost yang sangat sederhana. Sehari makan 2 (dua) kali dengan lauk
seadanya : tempe ,
sayur, dan kerupuk. Meski serba terbatas, Jokowi sangat menikmati masa
kuliahnya di UGM. Ia bisa mengasah jiwa mudanya yang kritis dengan mengikuti
berbagai diskusi tentang isue-isue sosial politik, bukan aksi politik praktis.
Ia senang menikmati musik dan gemar mendaki gunung. Jokowi adalah anggota
Silvagama, Mapala-nya Fakultas Kehutanan UGM. Ada banyak gunung yang sudah pernah dijejaki
termasuk Gunung Kerinci di Sumatera.
Pasca lulus dari kuliahnya,
Jokowi ingin segera mewujudkan impiannya sejak awal masuk kuliah yaitu merintis
bisnis perkayuan. Pemikirannya simple saja bahwa ia ingin mengembangkan
hidupnya di Solo melalui pekerjaan di dunia perkayuan untuk memperbaiki taraf
hidup keluarganya. Sesuatu yang memang telah menjadi cita-citanya sejak
menyaksikan keprihatinan demi keprihatinan di masa kecil. Baginya, keterbatasan
hidup merupakan sinyal untuk bergerak menjadi lebih baik, bukan pemberhentian
nasib yang tidak menjanjikan perubahan. Semangat ini berangkat dari sikap
Jokowi yang melihat kehidupan sulit sebagai hal yang wajar. Tidak perlu merasa
miskin ketika kita berada dalam kondisi kekurangan. Merasa miskin hanya pantas
disematkan kepada orang-orang yang putus harapan dan tak memiliki semangat
apa-apa lagi untuk mengubah nasib.
Jokowi yang bergelar Ir kemudian
memutuskan untuk masuk kawasan hutan di Aceh Tengah. Ia melamar bekerja di PT
Kertas Kraft Aceh. Ia tidak bekerja di pabrik tetapi di hutan rimba. Ia ingin
mengumpulkan modal untuk memulai usahanya. Tahun 1985, Jokowi berangkat ke
Aceh. Setiap hari ia bekerja menebang pohon besar. Setiap malam tiba, sepi
mengiringi tidurnya dan hanya ada suara babi hutan yang terdengar.
Setelah beberapa bulan bekerja di
hutan, Jokowi menyempatkan pulang ke Solo untuk menikah. Ia lalu membawa
istrinya, Iriana, berbulan madu di hutan Aceh Tengah. Pengantin baru itu masuk
hutan !. mereka menetap di sebuah rumah panggung panjang yang disediakan
perusahaan dan sudah dibuat menjadi beberapa petak sebagai tempat tinggal
pekerja dan keluarganya. Iriana adalah perempuan pemberani. Ia hanya memiliki
satu permintaan agar jika hamil dan melahirkan, tidak tinggal di hutan lagi.
Tinggal di hutan bukan saja
membutuhkan tekad baja namun juga harus tahan banting, tubuh tidak boleh
ringkih. Setiap malam, ada ratusan babi hutan yang berduyun-duyun mendekati
rumah panggung mereka. Kawanan celeng itu bergerak bergerombol, berlarian
sambil mengeluarkan suara memekik yang membuat telinga pekak. Iriana biasanya
hanya menindih telinganya dengan bantal ketika kawanan babi hutan itu mendekati
rumah panggung.
Setelah 2 (dua) tahun lebih
menetap di hutan, pada tahun 1988, Jokowi memutuskan untuk pulang ke Solo. Ia
merasa sudah memiliki cukup modal untuk memulai pekerjaan baru. Jokowi dan
Iriana lantas menempati rumah kontrakan yang sederhana di Banyuanyar. Ia mulai
merintis bisnis pengolahan kayu, tepatnya usaha mebel. Jokowi terlebih dahulu
belajar dan bekerja kepada Pakdhe Miyono, kakak dari ibunya yang memiliki
pabrik mebel CV Roda Jati. Jokowi belajar dari dasar-dasar mengamplas,
menggergaji, menyerut, memelitur, dan mengecat. Ia juga terkadang ikut
mengangkat mebel yang siap dikirim ke pembeli, untuk dimasukkan ke dalam
kontainer.
Setahun berguru kepada Pakdhe
Miyono, Jokowi memberanikan diri keluar dan mencoba berbisnis sendiri dengan
mendirikan CV Rakabu. Ia merekrut 3 (tiga) pekerja, meski ia pun tetap ikut
turun tangan. Ia semakin optimis setelah mendapat tambahan modal sebesar Rp 15
juta dari ayahnya. Order demi order mulai mengalir. Namun Jokowi harus berhadapan
dengan kenyataan pahit. Tahun 1990 ia mendapat order cukup besar dari Jakarta dengan nilai
pesanan mencapai Rp 60 juta. Ia bersama tiga pekerjanya bekerja penuh semangat.
Pesanan pun dikerjakan sesuai janji dan segera dikirim ke alamat tujuan. Namun
setelah barang diterima pembeli, pembayaran tidak pernah diterima. Pembeli itu
raib, menghilang tanpa jejak. Jokowi ditipu habis-habisan. Uang pinjaman dari
ayahnya ludes. Tidak ada lagi modal untuk menjalankan bisnisnya.